Beberapa pemicu kenaikan suhu bumi ada emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosi, dan kegiatan penebangan dan penggundulan hutan. Menurut CIFOR (2009), "Ilmuan memperkirankan bahwa emisi yang dirimbulkan dari kegiatan penebangan dan penggundulan hutan mencapai sekitar 20 % dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK)per tahun. Jumlah ini lebih besar dari emisi yang dikeluarkan sektor transportasi secara global" Dari pernyataan diatas terlampir bahwa dengan tidak terkendalinya laju perubahan lingkungan dan kerusakan hutan merupakan alasan kuat untuk mengatakan bahwa bumi kita diambang kepunahan.
Ada pertanyaan yang muncul, "Bagaimana hutan dapat mengeluarkan emisi yang lebih besar dari emisi gabungan yang dikeluarkan oleh mobil, truk. pesawat dan kapal laut?" Nah CIFOR (2009) mencoba menjawab begini katanya "ketika hutan ditebang atau digunduli, biomasa yang tersimpan dalam pohon akan membusuk dan terurai menghasilkan gas karbon (CO2, sehingga meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfer yang memerangkap panas yang dipancarkan permukaan bumi. selain itu beberapa kawasan hutan melindungi sejumlah besar karbon yang tersimpan dibawah tanah. Sebagai contoh ketika hutan di lahan gambut dibakar atau kikeringkan, maka emisi karbon yang dikeluarkan tidak hanya terbatas dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah; bahan organik yang ada didalam tanah juga akan terurai dan mengeluarkan CO2. hutan lahan gambut memiliki lebih banyak karbon dibawah permukaan tanah daripada diatasnya.
Ketika pohon-pohon habis, bumi kehilangan sumberdayanya yang sangat berharga yang seharusnya secara terus menerus menyerap CO2 yang ada di atmosfer. Hasil riset terbaru menunjukan bahwa dari 32 Milyar ton CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia per tahunnya kurang dari 5 ton diserap oleh hutan. Jadi kehilangan satu tegakan pepohonan merupakan kehilangan berlipat ganda. Kita tidak hanya kehilangan cadangan karbon di daratan tetapi kehilangan juga ekosistem yang mampu menyerap kelebihan karbon di Atmosfer."
(sumber : http://anjari.blogdetik.com/files/2008/04/efek-rumah-kaca.jpg)
Sekarang ini topik tentang pengurangan emisi dari penebangan dan penggundulan hutan telah bergerak menuju level pusat pada perdebatan international mengenai perubahan Iklim. Ada beberapa pendapat yang menarik yang masih menjadi kontrafersi antar berbagai stakeholder yang bersimpati terhadap lansecap secara menyeluruh. Pendapat ini adalah REDD secara umum dipandang, significant, cheap, quick, dan win-win way untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Siginificant karena satu dari lima emisi GRK global berasal dari penebangan dan penggundulan hutan, dipandanng Cheap karena sebagian besar kegiatan penebangan dan penggundulan hutan hanya dapat menguntungkan secara merginal, jadi pengurangan emisi GRK dari hutan akan menjadi lebih murah dari kebanyakan pengukuran mitigasi yang lain. Dipandang Quick, karena pengurangan emisi GRK dalam jumlah yang banyak dapat dicapai melalui performa “stroke of pen” dan pengukuran lain yang tidak tergantung pada inovasi teknologi. Dan win-win way karena ada transfer finansial yang secara besar dan pemerintahan yang baik dan dapat menguntungkan bagi masyarakat miskin di negara berkembang dan meyediakan sumber daya yang dibutuhkan.
Dari deskripsi diatas, terlihat secara jelas bahwa dari segi konseptualitas REDD di anggap merupakan jawaban baru atas tantangan yang selama ini ada di dunia poleksoshut (politik, ekonomi dan sosial kehutanan). REDD di pandang secara politik menguntungkan karena merupakan jalan pembangunan dan pengembangan kerjasama diplomatis antara negara-negara penghasil GRK terbesar dengan negara-negara yang memiliki hutan. Secara ekonomi karena dengan keuntungan finansial yang ada mempu mendongkrak kebutuhan belanja negara dan masyarakat serta mampu mendukung pembangunan di daerah. Secara sosial kerana REDD dianggap merupakan salah satu jawaban smart dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat ekonomi lemah yang hidup di dalam dan sekitar hutan.
Sementara itu ada kekhawatiran di balik keuntungan REDD ini. AMAN (Asosiasi Masyarakat Adat Nusantara) mengkawatirkan bahwa akan terjadi ketimpangan dan masalah baru ketika REDD benar-benar terealisasi. Menurut AMAN, selama ini masyarakat adat di Indonesia telah banyak mengalami masalah dengan berbagai penggunaan hutan yang ada. Sebut saja perusahan HPH/HTI, taman nasional dan lain-lain. Masalah ini sampai sekarang sulit untuk di cari titik pemecahan secara adil dengan tidak merugikan kedua belah pihak. Kekhawatiran AMAN adalah, apabila REED benar-benar terealisasi, kemungkinan akan menambah sederet masalah yang akan di hadapi masyarakat adat di dalam dan sekitar hutan. Karena terutama di Indonesia dengan sistem evaluasi dan pengawasan keuangan yang cukup lemah, di khawatirkan akan muncul masalah baru seputar sosial ekonomi masyarakat adat pemilik hutan.
REDD saat ini dianggap merupakan solusi cerdas yang mampu mempertahankan keberlanjutan hutan dunia, namun mekanis pelaksaan, evaluasi dan pengawasan sampai ke tingkat pemanfaat hasil yang lebih rendah perlu di mantapkan sehingga tidak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat ada hidup di dalam dan sekitar hutan.
0 komentar:
Posting Komentar