Manokwari, 6 Juni 2016. Bertempat di Hotel Swiss Bell manokwari Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam kolaborasinya dengan Conservation International (CI), The Nature Conservation (TNC), World Wild Fund (WWF) dan Universitas Negeri Papua (UNIPA) mengadakan seminar dan sosialisasi sehari tentang perkembangan kerja pokja mengemas draft regulasi Provinsi Konservasi. Draft regulasi menindaklanjuti komitmen pemerintah yang dilaunching Pak Gubenur pada oktober 2015 lalu. Dalam sambutan-nya, Pak Jack Manusawai mengatakn bahwa "appresiasi harus diberikan kepada Pak Gubernur yang punya niat baik mendorong pembangunan di Provinsi Papua Barat yang berwawasan konservasi". Beliau menambahkan "draft regulasi yang sedang dibangun adalah untuk 30 tahun. Isinya sendiri sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2010" - red: yang artinya sudah hampir 6 tahun. Waktu yang cukup panjang tentunya untuk menghasilkan satu paket perencanaan, program dan kebijakan yang padat dengan analisis dan scenario keberhasilan dan kegagalan pencapaian. Waktu yang juga cukup banyak tentunya untuk memastikan bahwa kebijakan yang sedang digagas dipahami, diterima dan dijalankan semua pihak di Provinsi Papua Barat.
Mengutip apa yang disampaikan Prof Yohanis Usfunan bahwa satu paket kebijakan yang baik adalah kebijakan yang singkat, operasional dan diterima semua pihak memperkuat 2 dari 5 pertanyaan yang saya angkat pada diskusi ini. 2 pertanyaan tersebut adalah:
- Perubahan apa yang diharapkan terjadi disetiap sektor yang ada? Aspek-aspek krusial pembangunan seperti permbangunan ekonomi masyarakat/sosial dan ukuran keterpercayaan lainnya yang akan menjadi alat masyarakat menguji keberhasilan kebijakan konservasi ini?
- Apakah semua masyarakat dari tingkat provinsi sampai kabupaten/kota atau setidaknya aktor aktor kunci yang akan akan menjalankan pembangunan di daerah sudah memahami keseluruhan amanat, strategi, rencana implementasi dan skenario pembangunan provinsi konservasi ini?
Jason M. Patlis dalam buku-nya "PEDOMAN PENYUSUNAN PERDA TERKAIT HUTAN" yang dicetak CIFOR tahun 2004 menegaskan bahwa "Sebelum menyusun Perda baru tentang pengelolaan
hutan, Pemda harus benar-benar memahami
wewenang dan tanggung jawabnya. Selain itu
mereka juga perlu memahami dengan jelas kerangka
kerja hukum dan perundang-undangan yang ada dan
mempertimbangkan apakah sebuah Perda memang
paling sesuai untuk memecahkan masalah yang
sedang dihadapi atau tidak". Point yang disampaikan Patlis seharusnya menjadi dasar awal yang sudah mulai ditapaki pemerintah provinsi Papua. Prinsip good governance dalam pengembangan sebuah produk legal daerah sudah seharusnya menjadi alat uji bagi pemerintah provinsi sebelum melangkah jauh ke proses legislasi. Karena pro dan kontra yang masih berkembang terhadap kebijakan yang sedang digodok yang dalam beberapa sesi diskusi dianggap tidak realistis dan tidak berdasarkan kajian yang komprehensif. FAO menetapkan enam prinsip untuk merancang UndangUndang
Lingkutan Hidup yang lebih baik: (1) menghindari
agar tidak melampaui batas kewenangan legislatif
yang ditentukan; (2) menghindari persyaratan yang
berlebihan untuk mengimplementasikannya;
(3) meningkatkan ketentuan-ketentuan yang bersifat
transparan dan bertanggung gugat; (4) meningkatkan
peran masayarakat dan pihak yang akan menjadi subject tetapi juga object dan penerima dampak; (5) memastikan bahwa rancangan
peraturan perundangan bersifat partisipatif; dan (6)
memastikan bahwa Undang-Undang tersebut
mencakup mekanisme penegakkannya secara
langsung (Lindsay, 2002). Dimana semua-nya itu bisa terpenuhi apabila aspek partisipatif, menyuluruh, transparan dan konprehensif dilakukan oleh pemerintah daerah.
Merefleksi pada proses yang sedang dibangun oleh pemerintah provinsi, sepertinya masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibangun untuk memastikan pihak-pihak kunci yang oleh perda ini diatur dan mempengaruhi mereka baik yang ada di tingkat provinsi maupun kabupaten kota memahami dan menyetujui substansi yang diatur oleh pemerintah daerah. Pemerintah provinsi tentu perlu mencari dan mengembangkan cara optimal untuk mendiseminasikan kebijakan yang ada bukan hanya dalam bentuk layer berita masa seperti koran yang umumnya menceritakan kejadian tetapi dalam bentuk komunikasi yang padat substansi sehingga pemahaman tersebut bisa terbangun. Substansi yang disajikan juga selayaknya:
- Konkrit dan jelas: artinya apabila dibaca oleh orang awam tentang visi, missi tujuan dan target perubahan yang diharapkan dari implementasi perda ini di 30 Tahun kedepan harus secara jelas terdeskripsikan baik dalam bentuk angka, graphic, presentasi atau bentuk lainnya yang bisa dimengerti.
- Terpadu dan berimbang: informasi yang disajikan tentu harus berimbang dari semua hal (BAB per BAB) yang diatur, misalnya aspek hak dan kewajiban, subject dan object sampai dengan sanksi. Sehingga para pihak memahami arah pengaturan dan isi yang diatur.
- Dapat dipertanggung jawabkan referensinya: menegaskan kepada siapa pertanyaan, saran, komentar, keberatan dan koreksi harus disampaikan dan bagaimana memonitor proses selanjutanya.
0 komentar:
Posting Komentar