Diskusi ini menghadirkan Pejabat Direktur Bina Perhutanan Sosial di Direktorat Jendral Hutan Lindung dan Perhutanan Sosial, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan Narasumber dari Wahana Bumi Hijau Riau memberikan materi substansi pengantar dari apa yang sedang didiskusikan. Diskusi berjalan lancar dengan penjelasan-penjelasan yang padat tentang apa itu hutan desa, prosses fasilitasi dan prasyarat legal teknis yang melekat didalam. Untuk menampilkan sejauh mana inisiatif di Papua Barat sudah muncul, Mujianto Direktur PERDU Manokwari, duduk bersama pemateri lainnya untuk mempresentasikan bagaimana progress fasilitasi Hutan Desa di Kaimana berjalan.
"Momentum baik ini membuka lembaran pertama peta jalan kita untuk mencari jalan keluar dari persoalan pengelolaan hutan di Papua Barat yang selama ini dinilai belum berpihak kepada masyarakat adat. Padahal selama ini mereka terus melakukan aktifitas pemanfaatan dan penggunaan sumber daya hutan yang mungkin dalam kacara hukum kita anggap illegal" kata kepala dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Bapak Ir. F.H Runaweri, MM dalam materi pengantarnya. Lebih lanjut dia mengingatkan bahwa "Gubernur meminta kita untuk tetap menunjukan bagaimana hutan bisa memberikan manfaat dan tambahan PAD yang besar bagi daerah. Tentunya harapan kami pengelolaan hutan bersama masyarakat seperti inisiatif hutan desa yang ingin dikembangkan ini adalah salah satu jalannya". Sampai saat ini belum ada inisiatif PHBM yang tercatat secara legal berjalan di Provinsi Papua Barat, praktek-praktek pemanfaatan sumber daya hutan seperti hasil hutan kayu dan non kayu secara kseluruhan masih menggunakan pilihan ijin pemungutan sebagai dasar. Pemerintah daerah seperti masih terus terikat dalam trauma panjang IPKM pada tahun 2004 yang berjalan dan berujung pada Operasi Hutan Lestasi (OHL) 1 dan 2 yang mana kayu-kayu komunitas adat yang mendapatkan ijin koperasi pemanfaatan hutannya kemudian harus disita untuk tujuan-tujuan penyidikan bahwa persoalan-persoalan hukum pun yang mengikat oknum pemerintah, korporasi dan beberapa masyarakat harus terjadi. Ini menjadi pelajaran berharga pastinya.
Workshop dan diskusi ini digagas oleh PERDU Manokwari setelah proses kajian dan fasilitasi pekerjaan yang dilakukan di Wilayah Madewana - Kaimana dengan fokus pada beberapa kampung yaitu: Yarona, Esania, Tairi, Gaka dan Guriasa. Dimana kemudian Esania di usulkan Menjadi Lokasi pilots pengembangan Hutan Desa. Roberts C.D Kaban dari Bina Perhutanan Sosial yang hadir sebagai pemateri menegaskan bahwa "inti dari hadirnya kebijakan hutan desa ini adalah untuk memberikan kepastian ruang kelola kepada masyarakat di dalam kawasan hutan. Motif pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan menjadi latar belakang dan dasar philosofis berpikirnya". Selanjutnya Pak Dedi dari WBH menghighlight pengalaman mereka mendorong hutan Desa di Riau. Dedi menyampaikan "masyarakat melalui lembaga desa harus menjadi aktor utama dalam penataan sampai pengelola hutan desa". Menjawab pertanyaan masyarakat dari Esania tentang status wilayah adatnya dan nomeklatur kampung yang digunakan di Papua sebagai unit sosial bukan kata desa, Pak Robert Kaban mengatakan "tidak ada masalah kalau memang mau dipakai sebutan hutan kampung Esania atau kampung apa dengan batasan wilayah kelola yang digunakan adalah wilayah adat masyarakat. Yang penting semua proses adminitrasi dan teknis dipenuhi dan secara juridis hukum prasyarat legal sebagaimana diatur didalam Permenhut 49/2008 terpenuhi seperti: (a) berada dalam wilayah adminstrasi desa tersebut, (b) tidak dibebani ijin dan (c) secara fungsi berada di hutan lindung dan hutan produksi".
Esania Kaimana Disepakati Sebagai Model
Semua pihak yang hadir bersepakat untuk mendorong satu model lokasi sebagai percontohan mengimplementasikan hutan desa. Esania-Kaimana yang oleh kajian PERDU Manokwari dan didukung oleh The Samdhana Institute dinilai sudah cukup siap untuk didorong menjadi pilots. Unuk mengawal proses selanjutnya sebuah tim kecil dibentuk yang terdiri dari para pihak kunci seperti Dinas Kehutanan Provinsi, BP-DAS Remu-Ransiki, LitBang Hut dan Dinas Kehutanan Kaimana dengan tugas dan tanggung-nya disepakati dalam forum diskusi ini. Dimana tim ini disepakati akan mengambil peran fasilitasi mencakup: (a) peningkatan dan pengembangan kapasitas - yang didalamnya Litbang dan BPDAS mengambil peran kunci, (b) permohonan ijin - dinas kehutanan kabupaten bersama kepala desa dan fasilitasi pendukung (PERDU) mengambil peran utama, (c) renca kelola areal - perangkat desa, PERDU, Dinas Kehutanan dan BPKH harus berperan aktif, (d) pelaksanaa pengelolaan - semua pihak, terutama aparat desa dan pemerintah daerah, (e) usaha bisnis - pihak swasta, perbankan dan dinas koperasi perdagangan kabupaten dan provinsi diusulkan untuk mengambil peran dominan bersama para fasilitator dan Dishut.
Pembentukan
Tim Kerja
|
Pertemuan di Kaimana
|
Persiapan pengusulan sampai
pengusulan
|
Penyusunan
dan Pengusulan RKHD (rencana kelola
Hutan Desa)
|
Pengusulan
IUPHHK-HD kepada Menhut melalui Bupati
|
Pendampingan
dan fasilitasi berlanjut
|
|
Okt 2010
|
Nov 2010
|
Nov – Dec 10
|
Menyesuaikan dengan keluarannya SK
Menhut tentang HD
|
Menyesuaikan dengan keluarnya SK
Gubernur
|
Menyesuikan
dengan hasil-hasil diatas
|
|
SK Tim
|
Rencana Kerja
|
SK
Area Kerja HD
|
|
|
|
Lebih jauh para pihak sepakat untuk mengatur diskusi bersama di Kabupaten Kaimana untuk menindaklanjuti rumusan dan rencana aksi bersama untuk pilot implementasi dari kebijakan Hutan Desa di Provinsi Papua Barat. Thomas Nifinluri selaku kepada Badan Litbang Kehutanan menegaskan bahwa "Papua Barat sudah harus memulai memembangun pilot-pilot models ini. Selain Kaimana, tentu harapannya Kabupaten-Kabupaten lain mulai mempersiapkan kerangka awal untuk mewujudnyatakan rencana pengembangan pengelolaan hutan berbasis masyarakat diwilayahnya".