Tanggal 5 - 9 Oktober 2011 di Kampung Asai, Distrik Windesi Kabupaten Kepulauan Yapen satu paket pelatihan dan pendidikan dasar calon-calon pengelola hutan dilakukan atas kerjasama Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Telapak dan The Samdhana Insititute. Kegiatan yang digagas merespon dikeluarkannya SK Gubernur kepada beberapa koperasi masyarakat di Papua untuk mengelelola sumber daya hutannya mengikuti Amanat Perdasus 21 Tahun 2008 Tentang pengelolaan Hutan Lestari di Provinsi Papua. Skema yang kemudian lebih dikenal dengan nama IUPHHK-MHA (Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat) ini sejak pelatihan ini digagas sudah dikeluarkan 7 ijin konsesi oleh Gubernur Papua termasuk didalamnya Koperasi Yera Asai dan Koperasi Papuma di Kabupaten Kepulauan Yapen.
Dalam diskusi persiapan training camp, Pak Marthen Kayoi selaku pengarah kegiatan menegaskan bahwa "penyiapan orang-orang kunci untuk mampu melakukan tata kelola, menyusun perencanaan sampai pengaturan produksi hasil hutan kayu menjadi kebutuhan saat ini. Karena dinas kehutanan sudah memfasilitasi perijinan, akan memberikan bantuan alat dan kemudian modal awal untuk operasional mereka". Lebih lanjut dalam pengkerangkaan kegiatan Lindon Pangkaly selaku senior menambahkan "penguatan kelembagaan koperasi dan tata usaha bisnis kayu yang akan dilakukan oleh masyarakat sehingga pembobotan materi diskusi harus bisa diperpadat pada bagian tersebut". Merangkum kesemuan perhatian ini, tim Telapak dibawah koordinasi Pak Ambrosius Ruwindrijarto atau lebih akrab Mas Ruwi mengemas paket training ini dalam beberapa wilayah pengetahuan dan ketrampilan berikut yang dinilai relefan dengan kebutuhan pengembangan kerja-kerja koperasi IUPHHK-MHA di Papua:
- Kerangka hukum dan kebijakan: pemahaman dan pengembangan strategi berdasarkan pada situasi terkini hukum dan kebijakan di Papua. Terutama dalam hubungannya dengan Instrument Otsus dan UU Kehutanan seperti: Perdasus, Pergub, SK Kepala Dinas Kehutanan, Pengembangan KPH, Penetapan RTRWP, Peraturan menyangkut kelembagaan masyarakat adat, aturan tata usaha kayu dan aturan-aturan lain yang terkait dengan pengembangan pemanfaatan hasil hutan kayu dan pembangunan ijin industri kayu rakyat.
- Pengorganisasi dan pengembangan kewirausahaan masyarakat: pendidikan atau training pada bagian ini di tegaskan pada pengembangan pemahaman dan kemampuan pembangunan kapasitas dalam hal pengorganisasian komunitas, lansekap sosial - budaya, kewirausahaan dan koperasi masyarakat adat.
- Kehutanan dan Indistri Kayu Rakyat. Bagian ini perlu diangkat khusus pada pengembangan kepasitas dan pengetahuan semua tanggung jawab teknis terkait community logging mulai dari perencanaan, pemetaan dan penyiapan areal kerja, inventarisasi potensi, penghitungan produksi sampai dengan produksi dan pemasaran hasil. Serta lebih lanjut memahami pembangunan industri perkayuan dan sertifikasi pengelolaan hasih hutan kayu.
Dalam sambutan pembukaannya ya Mas Ruwi mengatakan bahwa "kegiatan ini dirancang untuk terus membantu perluasan cerita sukses tentang bagaimana masyarakat mengelola sumber daya hutannya dengan Baik. Telapak adalah salah satu lembaga yang sejauh ini secara serius menggarap urusan community logging sehingga tetap terus terpanggil untuk berbagi ilmu dan pengalaman kepada semua masyarakat". Sambutan ini sekaligus membuka acara kegiatan bersama dengan kepala Distrik Windesi yang hadir dalam kegiatan ini. Mas Ruwi kemudian melanjutkan dengan memberikan gambaran dan cerita singkat bagaimana selama ini comlog dibangun serta tantangan yang dihadapi serta bagaimana kerja-kerja seperti NGO telapak dan Samdhana mengambil peran. Sebagai mantan Direktur Samdhana dan sekarang masih aktif sebagai board di Samdhana, Mas Ruwi juga sekaligus memperkenalkan dan menceritakan siapa itu Samdhana dan bagaimana Samdhana itu bekerja. Dua koperasi yang mana aktor kunci terlibat yaitu itu KWLM (koperasi Wana Lestari Menoreh) dan KHJL (Koperasi Jaya Hutan Lestari) adalah contoh bagaimana inisiatif community logging yang dibangun bersama dengan masyarakat secara mampu bersaing dengan konsesi kehutanan lain dan menunjukan performa pengelolaan hutan lestari. Bagaimana tidak KHJL misalnya Pada tahun 2005 - 2011 telah mendapatkan sertifikasi FSC atas kemampung menata usaha hasil hutan kayu dari total 33 units yang dikelola lebih dari 1000 anggota koperasinya.
Pendalaman tentang perkoperasian sebagaimana dibawakan oleh Pak Khusnul dari telapak dan dilengkapi oleh Abdul Maal dan Supangat menitik beratkan pada membangun pemahaman dan pengetahuan dasar-dasar perkoperasian. Materi yang dipadatkan pada aspek sejarah, definisi dan prisip perkoresian dan aturan main didalam koperasi ini di sampaikan untuk membantu masyarakat terutama pengurus koperasi IUPHHK-MHA seperti Pak Terianus Ayomi di Kampung Asai untuk mengerti dan melihat kembali kepada kesiapan lembaga yang sudah dibangun dan sudah juga diberikan dukungan oleh pemerintah. Materi Pak Khusnul kemudian di tutup dengan melihat bagaimana tata cara perhitungan sisa hasil usaha dalam koperasi dengan contoh perhitungn usaha yang disusun sebagai simulasi bersama. Menambahkan point Pak Khusnul, Pak Abdul Maal mengangkat pengalaman bahwa "kerja-kerja comlog akan berjalan efektif apabila koperasi tertata baik dan semua anggota aktif menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagaimana tata aturan main didalam perkoperasian".
Pekerjaan Rumah Menanti di Koperasi Yera Asai dan Koperasi Papuma
Secara keseluruhan kegiatan berjalan lancar sekalipun sekalipun kita sebagai fasilitator sadar bahwa dengan waktu yang relative singkat, tentu belum mampu menjawab keseluruhan kebutuhan pembangunan pemahaman dan kemampuan masyarakat yang apabila dilihat lebih jauh semua tidak memiliki pendidikan kehutanan dan sebagian besar adalah para orang tua. Terlepas dari itu, fakta bahwa hutan di wilayah koperasi Yera Asai dengan konsesi 3800 ha masih sangat potensial dengan padatnya tegakan Merbau, Mator, Benuang dan beberapa jenis rimba campuran lainnya. Selain dari pada persoalan kemampuan, persoalan sosial mengenai batas wilayah adat, keterlibatan masyarakat dan pengaturan pengelolaan mengikuti kepentingan komunitas kelihatan menjadi PR dasar yang perlu diselesaikan. Pak Terianus Ayomi pada saat refleksi internal dengan tim Samdhana - Telapak mengatakan bahwa "sebagia besar areal kerja koperasi Yera Asai masuk pada wilayah adat orang windesi seperti Marga Abubar dan Marga Puari, sehingga harus diselesaikan dulu urusan adat dengan mereka. Diskusi harus dibangun dulu dengan tua-tua adatnya terutama bagaimana mekanisme bagi hasil nanti supaya saya tidak dituntut bayar hak ulayat adat". Tantangan lain yang dihadapi juga adalah bagaimana pendampingan yang minim dan pekerjaan teknis serta pengaturan legal yang lebih banyak langsung dikerjakan oleh pemerintah dan diserahkan kepada pengurus koperasi sehingga ada kekhawatiran bahwa sebenarnya pengurus koperasi sendiri belum memahami bagaimana kondisi rill hutannya dan bagaimana tanggung jawab legal administrasi yang harus mereka penuhi.
Sadar bahwa dukungan dari pihak luar dibutuhkan, masyarakat Asai mengusulkan agar ada pendampingan dan fasilitasi lebih dekat dari LSM seperti telapak. Rumusan tindaklanjut disusun sebagai upaya melanjutkan kerja-kerja mengisi gap legal, teknis dan sosial yang bisa menjadi penghambat kerja-kerja koperasi di Asai dan Papua.