Penetapan PERMENHUT P.43 Tahun 2014 tentang tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak dan Perdirjen BUK Nomor P.5 Tahun 2014 telah membuka ruang legal pengelolaan hutan oleh Masyarakat Adat di Papua. Boleh dikatakan satu kaki sudah berada dalam pengakuan legal tata usaha kayu untuk ijin masyarakat adat yang keluarkan oleh Gubernur dengan dasar PERDASUS Papua no 21 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan.
Sejak ditetapkannya PERDASUS 21 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur sebagai pelaksanaanya, (lihat posting sebelumnya: http://tapakbatas.blogspot.com/2014/08/urgensi-penerapan-svlk-terhadap.html) masyarakat di 14 koperasi model belum bisa melakukan aktifitas produksi sebab kayu-kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan dengan dasar ijin gubernur Papua ini dianggap ilegal karena tata usaha kayu yang secara aturan mengacu pada UU 41/1999 tentang Kehutanan tidak mengakui skema IUPHHK-MHA dan IUIPHHK-MHA sebagai bagian dari skema pengelolaan hutan oleh masyarakat di Indonesia. Pada saat bersamaan di tingkat nasional Kementerian kehutanan mengeluarkan 3 Peraturan Menteri Kehutanan yang memberikan ruang legal kepada masyarakat dalam konteks 'desa administratif' untuk mengelola sumber daya hutannya. Perangkat legal tersebut adalah Permenhut 37/2007 Tentang Hutan Kemasyarakatan (Hkm), Permenhutn 49/2008 Tentang Hutan Desa (HD) dan Permenhut 26/2009 Tentang Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Ironisnya adalah pemerintah nasional dan Pemerintah Provinsi seakan membangun sebuah persaingan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat, dimana satu skema lainnya dibatasi untuk tidak diakui tetapi skema yang lainnya pun tidak dilihat secara serius.
Amanat PERDASUS Papua No 21/2008 adalah memberikan ruang kelola dan kesempatan bagi masyarakat adat Papua untuk dapat mengelola sumber daya hutannya secara profesional dan lestari dan pada saat bersamaan memberikan nilai manfaat dan nilai tambah yang besar bagi kesejarhteraan masyarakat adat di Papua. Peraturan ini sekaligus didesign untuk menjawab tantangan pengelolaan hutan di Papua yang kecenderungan dikuasai oleh pemodal besar dan menempatkan masyarakat sebagai object yang dibatasi hak dan ruang kelola-nya melalui pembayaran kompensasi.
Diskusi, komunikasi, konsultasi dan koordinasi terus dilakukan pemerintah Papua sejak 2010 untuk mendapatkan legalitas kayu yang dikelola oleh masyarakat adat Papua dengan dasar PERDASUS 21/2008 ini. Diskusi ini pun melibatkan banyak pihak mulai dari tingkat nasional s/d lokal termasuk para praktisi-praktisi kehutanana di Daerah. Tercatat sekitar 3 kementerian (Kehutanan, Dalam Negeri dan Ekonomi Perdagangan) dilibatkan dalam diskusi yang tidak juga menemukan titik terang sampai saat dimana Kementerian mendiskusikan pemantapan PHPL dan SVLK di Indonesia. Flash back kembali selama separuh tahun 2014 ini, tercatat ada sekitar 5 kali diskusi baik di tingkat nasional dan provinsi untuk membahas pengakuan legal skama IUPHHK-MHA di Papua:
- Tanggal 4 dan 5 Maret 2014, konsultasi regional SVLK di Bali. Dimana salah satu penekanan disitu bahwa SVLK akan dianggap cacat untuk dimplementasikan di Indonesia apabila tidak mengakui skema pengelolaan hutan yang diatur dalam PERDASUS 21/2008 di Papua. Rekomendasinya adalah melakukan kajian dan diskusi lebih dalam di Papua untuk disampaikan dalam diskusi nasional tanggal 19 Maret di Jakarta.
- Tanggal 14 dan 15 Maret 2014, sebagai tindaklanjut dari Pertemuan di Bali, pertemuan internal tim Papua dengan menghadirkan pakar PHPL/SVLK Pa Jansen Tangketasik dan Pakar Hukum Kehutanan Pak Sulaiman Sembiring dilakukan di Jayapura. Pertemuan ini difasilitasi aktif oleh The Samdhana Institute dan WWF indonesia bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Papua. Bahan yang disajikan dalam (http://tapakbatas.blogspot.com/2014/08/urgensi-penerapan-svlk-terhadap.html) adalah hasil dari diskusi ini.
- Tanggal 19 Maret 2014, Konsultasi Nasional SVLK dilakukan di Hotel Ciputra. Konsultasi ini secara dalam mendikusikan semua ide-ide yang berkembang dalam diskusi regional. Tim Papua membawa hasil diskusi 14 dan 15 Maret untuk disampikan kepada semua peserta dari Direktur BPPHH Kemenhut.
- Tanggal 21 dan 22 Maret rapat lanjutan dilakukan di Kementerian Kehutanan untuk membahas semua masukan yang didapat dalam diskusi tanggal 19 Maret 2014 yang membahas revisi PP 6/2007 dimana dalam diskusi ini dari Papua mengusulkan agar MHA dimasukan dalam revisi tersebut.
- Tanggal 26 Maret, rapat dilanjutkan kembali dan membahas juga point-point legal yang akan dimasukan dalam revisi PP 6/2007 Tentang Penataan Hutan.
- Tanggal 04 April 2014, sebagai tindaklanjut dari diskusi tanggal 26 Maret Pak Jansen melakukan kunjungan ke Papua untuk bertemu para pihak di Papua untuk melakukan desk study dan analisis harmonisasi Peraturan IUPHHK-MHA. Rapat ini juga menghadirkan Biro Hukum Provinsi Papua.
- Tanggal 06 dan 07 Mei 2014, dilakukan kembali konsultasi draft Permenhut tentang SVLK, dimana peserta dari Papua juga diundang.
- Tangal 23 Mei, Rapat dilakukan di Bogor dan juga membahas NSPK MHA Papua.
- Tanggal 2 Juni 2014 dilakukan pembahasan khusus tentang NSPK IUPHHK-MHA Papua di Hotel Horison Bogor. Dimana diskusi ini terlibat aktif Dinas Kehutanan Provinsi Papua, WWF - Papua, UNIPA dan Samdhana Insitutut.
- Tanggal 16 - 18 Juni dilakukan FGD Kedua Pembahasan NSP IUPHHK-MHA Papua dan FGD Ke-4 Draft Peraturan teknis SVLK di Jakarta.
- Tanggal 27 Juni, Permenhut 43/2014 tentang PHPL dan VLK pada Pemegang Ijin dan Hutan hak ditetapkan.
- Tanggal 14 Juli 2014 Perdirjen BUK No.5/2014 tentang perutan teknis Pelaksanaan VLK/PHPL dikeluarkan.
Sebagai tindaklanjut dari dikeluarkannya PERMENHUT 43/2014 dan Perdirjen BUK No.5/2014 desk analysis dilakukan tanggal 08 Agusuts 2014 bersama dengan Ketua Koperasi Sup Mase - Biak dan Ketua Koperasi Yera-Asai, Yapen sebagai contoh dari IUPHHK-MHA yang ijin-nya sudah ada dan ditemukan dan disimpulkan bahwa VLK yang diatur dalam Permenhut 43/2014 dan PERDIRJEN BUK 5/2014 compatible dan applicable untuk diimplementasikan di Papua. Selanjutnya, untuk implementasinya IUPHHK-MHA di Papua masih menunggu Permenhut Tentang NSP-Papua yang mana didalamnnya akan memuat Pelimpahan kewenangan dari Menhut kepada Gubernur Papua dalam hal perijinan Pemanfaatan dan pengesahan rencana pengelolaan hutan IUPHHK-MHA di Papua.
0 komentar:
Posting Komentar