Usulan untuk mendapatkan legalitas pengelolaan hutan di
Kaimana telah difaslitasi dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan sejak tahun
2008 dan pengusulan sudah dilakukan dengan mengirimkan surat usulan SK Bupati No 5220-71/866 Tahun 2011dengan
lampiran-lampiran kebutuhan dokumen verifikasi ke kementerian kehutanan. Pengusulan
yang sudah dilakukan per bulan oktober 2011 telah dijawab dengan dikeluarkannya
SK Menhut No.228/Menhut-II/2014 tentang
penetapan areal kerja hutan desa Esania dengan luas: 11,005 ha. Hutan
Desa Esania menjadi hutan desa pertama di Papua Barat. Perkembangan yang ada di
kampung dan tingkat daerah memberikan tantangan besar bagaimana program ini
perlu dikawal secara baik untuk membangun model baik dalam bagaimana konsep
pengelolaan hutanberbasis ruang adat terintegrasi dengan pengaturan fungsi dan
peruntukan hutan oleh Negara. Selain itu, hutan pengelolaan hutan desa di
Esania diharapkan didorong sebagai model bagaimana legalitas pengelolaan hutan
yang dipegang oleh masyarakat adat Papua bisa dikelola dengan prinsip-prinsip
pengelolaan hutan lestari di Papua.
Namun penetapan ini masih menyisakan tantangan besar dalam konteks pengelolaan nantinya karena dari hanya sekitar 35% areal yang ditetapkan dari yang diusulkan 26,205,80 ha. Secara adat wilayah yang ditetapkan berdasarkan peta penetapan hanya mengcover sekitar 3 marga adat dari 6 marga besar yang memiliki hak ulayat adat di Esania dan sejauh ini ikut terlibat dalam proses panjang pengusulan sampai dengan persiapan teknis dilapangan.
Merespon dikeluarkannya SK Penetapan Areal Kerja Hutan Desa Esania ini, diskusi para pihak di inisiasi oleh Samdhana Insitute dan Dinas Kehutanan Provinsi Papua tanggal 05 Agustus di Manokwari. Diskusi secara langsung menghadirkan Direktur Bina PERHUTANAN Sosial di Direktorat Jendral BP-DAS dan PS Kemenhut Pak Wiratno. Pada diskusi ini hadir pula Kepala Kampung Esania Bapak Elias Toge. Secara langsung beliau meminta Pak Wiratno agar SK yang sudah dikeluarkan oleh Menhut dibawa ke kampung untuk diserahkan secara langsung ke masyarakat dan dijelaskan luasan yang diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada. Pak Kepala Kampung menekankan bahwa kemungkinan akan ada persoalan yang muncul dikampung yang menghambat program ini kedepan karena tidak semua marga yang ada di Esania wilayahnya masuk dalam areal kerja hutan desa yang ditetapkan. Diskusi yang berkembang selama setengah hari tersebut menghasilkan rekomendasi agar usulan luas wilayah yang sudah ditetepkan dilihat kembali dengen mempertimbangan konteks hak dan rekonsilisi di tingkat masyarakat. Diskusi juga diarahkan pada peran semua pihak untuk mendukung implementasi hutan desa Esania pasca penetapan areal kerja oleh menhut ini.
Rencana tindaklanjut adalah:
- pada tingkat kampung: Komunikasi dan koordinasi serta konsolidasi perlu dibangun kembali di masyarakat untuk mendapatkan update dari proses hutan desa di tingkat nasional ini. Selain itu mempersiapkan diskusi-diskusi untuk kembali memahami hutan desa dan apa yang harus mereka lakukan kedepan.
- Pada tingkat kabupaten: update progress ke Pak Bupati dan persiapan untuk pengusulan HPHD. Dinas kehutanan Kabupaten perlu mempersiapkan kerangka kerja dan rencana intervensi di Esania untuk tahun depan. Menyiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.
- Pada tingkat Provinsi: mempersiapakn proses untuk percepatan penetapan HPHP pasca penetapan areal kerja. Berkoordinasi dengan masyarakat, dinas kehutanan kaimana, masyarakat dan Fasilitator untuk mempersiapkan kebutuhan2 dokumen untuk didiskusikan kembali dengan Kemenhut soal areal yang ditetapkan oleh MENHUT.
- Pada tingkat nasional; melihat kembali usulan yang sudah ditetapkan dan menjajaki kemungkinan untuk menetapkan 26,205. 80 ha sebagaimana usulan awal. Atau sekurang-kurangnya semua wilayah marga adat di Kampung masuk dalam areal hutan desa yang ditetap.
0 komentar:
Posting Komentar