Tematik Peta
|
Pendekatan dan Target Capaian
|
Contoh
|
Pemetaan wilayah adat skala luas
|
Pendekatan pemetaan skala luas selama ini dipilih untuk menghasilkan peta batas luar suku dengan luasan yang besar dan terdiri dari beberapa kampong atau kelompok unit komunitas tertentu berdasarkan kondisi specific setiap komunitas. Output akhir dari proses pemetaan skala luas antara lain:
·
Peta teknis batas luar suku kesepakatan
·
informasi
social/profile suku
·
konsolidasi komunitas suku/sub suku
|
Di Wilayah Sorong
Raya, pendekatan Pemetaan Skala Luas dalam catatan Samdhana
Institute baru pertama
di implementasikan di Sub Suku Moi Kelim.
Facilitator: LMA Malamoi, AMAN, Samdhana Institute dan JKPP
|
Pemetaan Wilayah
Adat Marga atau Sub Marga
(Keret dan Mata Rumah)
|
Pendekatan pemetaan detail yang didalamnya ada kajian geneologisertasecara
detail dan teliti menggali informasi tentang hak-hak marga atau sub marga tertentu. Pemetaan ini dipilih seiring dengan kebutuhan untuk menata ruang masyarakat untuk pengelolaan sumberdaya alam atau untuk kebutuhan resolusi konflik antar komunitas.
|
Peta Marga Kladit
dan Marga Sremere di Kampung Sira dan Manggoholo, Sorong Selatan yang
kemudian digunakan sebagai peta
referensi untuk
pengusulan Hutan DESA
Facilitator:
Bentara – Papua dan Greenpeace Indonesia
|
PemetaanTempat-tempat
penting masyarakat adat
|
Sebagaimana namanya, pemetaan tempat penting difokuskan pada identifikasi, pendataan dan pemetaan ruang-ruang penting milik komunitas seperti ruang budaya, ruang ekonomi dan ruang ekologi.
Dimana ruang-ruang tujuan-tujuan perlindungan dan pengamanan terhadap ruang-ruang tersebut menjadi focus dalam penerapan pendekatan ini.
|
Contoh peta-peta tempat penting masyarakat di sepanjang Sausapor, Kwor, Abun sampai Saubeba
Facilitator: WWF –
Indonesia Region Sahul. Kantor Sausapor.
|
Pemetaan Batas Kampung Adat
|
Pemetaan wilayah adat satu kampung yang mana fokus pada keseluruhan
wilayah adat marga-marga yang secara adat hidup didalam satu kampung
tersebut. Umumnya pemetaan wilayah adat kampung digunakan untuk tujuan
perencanaan partisipatif pembangunan kampung, tujuan-tujuan penataan ruang
administrasi kampung dan usulan-usulan pengelolaan potensi kampung yang dasar
legal aturannya mensyaratkan lampiran peta administrasi kampung.
Informasi-informasi yang disajikan didalam peta ini mencakup:
·
Batas wilayah adat yang sekaligus diakui sebagai batas
administrasi kampung tersebut.
·
Tutupan wilayah kampung.
·
Geolokasi tempat-tempat penting milik masyarakat adat
di kampung.
·
Informasi titik kampung dan fasilitasi sosial di
kampung.
·
Posisi kampung dalam wilayah administrasi distrksi dan
kabupaten.
|
Contoh: peta kampung Esania Distrik
Buruway Kabupaten Kaimana.
Fasilitator: PERDU, Samdhana dan JKPP
|
Pemetaan Indikatif
Batas Wilayah Adat Suku dan Sub Suku
|
Pemetaan indikatif wilayah masyarakat adat mengandung pengertian kesatuan
rangkaian kegiatan pemetaan sosial dan teknis yang dilakukan secara cepat,
cakupan luas dan menyeluruhan tanpa detail fasilitasi teknis dan sosial yang
padat untuk menyajikan data dasar tentang wilayah adat dan informasi sosial
didalamnya. Pemetaan indikative wilayah adat
dilaksanakan dengan tujuan menampilkan informasi dasar secara cepat tentang
suatu komunitas adat dan wilayahnya untuk selanjutnya digunakan untuk
fasilitasi detail pemetaan lanjutan. Pendekatan pemetaan wilayah indikatif
wilayah adat masyarakat yang dilakukan secara benar dan baik akan
menghasilkan beberapa data sosial dan data teknis sebagai berikut:
·
Distribusi
suku, sub suku dan/atau marga didalam satu wilayah tertentu dan pola hubungan
diantara mereka.
·
Distribusi
kampung menurut suku, sub suku dan/atau marga tertentu.
·
Garis
indikatif batas ruang hak suku, sub suku dan/atau marga tertentu.
·
Informasi
sosial lain seperti pendidikan adat, kesenian adat dan pernak-pernik kekayaan
intelektual adat yang menjadi simbol penciri dari komunitas adat tertentu.
|
Contoh: Peta
Indikative wilayah adat Suku Abun dan Miyah di Kabupaten Tambrauw.
Fasilitator: AKA
WUON, WWF, PEMDA Tambrauw dan Samdhana Institute
|
Semua pendekatan dan hasil yang diperoleh dari pemetaan-pemetaan ini tentu diharapkan menjadi titik maju dalam membantu masyarakat adat mengamankan secara legal hak dan asset adatnya serta memiliki rencana dan aktifitas pengelolaan yang berkelanjutan. Beberapa contoh peta wilayah adat sebagaimana di sebutkan diatas coba disajikan sebagai beriku ditambahkan dengan bagaimana peta-peta tersebut kemudian digunakan untuk kebutuhan pengamanan hak atas wilayah dan pengembangan lebih jauh untuk pengelolaan sumber daya alam didalamnya.
a. Peta Wilayah Adat Sub Suku Moi Kelim di Kabupaten dan Kota Sorong, Papua Barat
Dimulai dari tahun 2013 hingga selesai di tahun 2014, peta Moi Kelim yang didalamnya terdapat 372 Marga dan lebih dari 80 kampung berhasil terpetak dengan luas mencapai 432,139.3 ha. Wilayah adat Moi Kelim membentang dari Kampung Mega Kabupaten Sorong di sebelah timur sampai dengan Kampung Matawolot di sebelah barat. Dan Batas laut daerah Raja Ampat di sebelah utara dan di sebalah selatan ujungnya di Sungai Klabra di Distrik Klabar. Pekerjaan pemetaan wilayah adat sub Suku Moi Kelim di Sorong Secara keseluruhan menggunakan pendekatan pemetaan Skala Luas (large scale mapping) yang diperkenalkan oleh Mac Chapin melalui ilmu besarnya di “Native Land”. Keseluruhan proses pemetaan dilaksanakan oleh Lembaga Masyarakat Adat Malamoi dengan Dukungan dari The Samdhana Institue, AMAN, JKPP dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong. Produk peta hasil pemetaan skala luas batas wilayah adat Moi Kelim Sorong disajikan pada gambar berikut:
b. Pemetaan Batas Wilayah Adat Marga Krimadi di Kabupaten Sorong Selatan
Selama periode September 2013 – 2016 kegiatan pemetaan batas Wilayah adat Marga dilakukan di Kampung Sira, Manggroholo dan Mlaswath, Distrik Saifi Kabupaten Sorong Selatan. Beberapa marga sudah memiliki peta Wilayah adatya mencakup: Kladit, Sremere, Krimadi, Kaliele, Kemesrar dan Woloin Difasilitasi oleh Benara Papua. Keseluruhan Wilayah adat marga ini adalah bagian dari kelompok komunitas Knasaimos yang luas Wilayah adatnya mencapai 86,000 ha.
2 wilayah marga diataranya yaitu Kladit dan Sremere di Kampung Sira dan Manggroholo telah menjadi pilot lokasi pembangunan HUTAN DESA di Papua Barat yaitu: Hutan Desa Sira dan Manggroholo yang luasnya mencapai 3,800 ha. Penetapan areal kerja sudah di tetapkan oleh Menteri kehutanan di Bulan Oktober tahun 2014 dan kemudian SK Gubernur untuk Ijin pengelolaannya sudah juga dikeluarkan pada Bulan Agustus Tahun 2016 yang lalu
c. Peta Wilayah Adat Batas Kampung Adat di Kampung Esania dan Yarona, Kaimana
Peta Wilayah Adat Kampung Yarona dan Peta Wilayah Adat Kampung Esania di Distrik Buruwy Kaimana menjadi contoh bagaimana peta kampung adat itu dilakukan. Secara total masing-masing memiliki luasan 14,000 ha untuk Kampung Yarona dan 26,205 ha untuk Kampung Esania. Peta Kampung adat didasarkan pada peta hak Wilayah adat dari marga-marga yang ada didalam kampung tersebut. Salah satu dari Wilayah ini pada Bulan maret 2014 yang lalu sudah ditetapkan sebagai lokasi hutan Desa dengan luasan 11.005 ha.
d. Peta Indikatif Wilayah Adat Suku Miyah dan Abun Kabupaten Tambrauw
Selama 2015 dalam rangka mendukung finalisasi Raperda Pengkuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Tambrauw, dirancang kegiatan kajian cepat dan pemetaan indikatif oleh PEMDA Kab Tambrauw bersama dengan mitra pendukungnya yaitu WWF, Samdhana Institute, Yayasan Paradisea dan AKA WUON. Kegiatan yang dilakukan adalah pemetaan indikatif batas dan informasi social dari Suku Miyah dan Suku Abun di Kabupaten Tambrauw. Berdasarkan hasil pemetaan tersebut didapatkan bahwa luas kedua suku tersebut secara indikatif adalah: 404,352 ha Wilayah Adat Suku Abun dan 259,250 ha Wilayah Adat Suku Miyah. Didalamnya tergambarkan juga informasi dasar tentang marga, tempat penting dan hubungan antar masyarakat yang mengikat soal hak atas tanah.
e. Peta Sebaran Tempat Penting Masyarakat Adat Abun di Pesisir Pantai Peneluran Penyu Belimbing, Kabupaten Tambrauw
Sebaran tempat penting masyarakat adat Suku Abun di beberapa kampung sepanjang Pantai peneluran penyu Belimbing di Kabupaten Tambrauw telah dipetakan oleh WWF Papua Bersama dengan Fasilitator lokalnya dan masyarakat menyusun perencanaan pengelolaan kawasan peneluran. Peta yang disajikan menampilakn informasi dalam beberapa pendekatan mulai dari polygon, titik dan garis untuk menegasikan tempat penting yang dimaksud. Pada tahun 2015 bersamaan dengan kegiatan pemetaan indikatif yang didorong oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tambrauw dilakukan kembali beberapa pengumpulan data wilayah tempat penting dari masyarakat adat di Suku Miyah dan Suku Abun.