Pengantar
Pengelolaan hutan secara berkelanjutan merupakan target yang diharapkan dalam paradigma kehutanan klasik. Keberlajutan yang dimaksud adalah keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan social. Konsep-konsep ini selanjutnya dikembangkan dalam berbagai mekanisme atau skema pengelolaan sumber daya hutan termasuk peningkatan kualitas hidup masyarakat didalamnya. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir saja sudah banyak skema-skema pengelolaan hutan yang ditawarkan sebagai langkah-langkah yang dinilai baik untuk diimplementasikan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan dan lingkungan serta dianggap mampu mendorong pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakat didalamnya.
Konsep-konsep
pengelolaan hutan ini pada dasarnya diarahkan
dengan tujuan pembangunan Ekonomi dan kehutanan secara berkelanjutan serta
mengurangi kemiskinan pada masyarakat terutama masyarakat yang hidup dan
bergantung pada sumber daya hutan. Semua mekanisme pengelolaan hutan ini
diimplementasikan oleh Negara secara nasional di seluruh wilayah Indonesia.
Pengaruh penerapan mekanisme-mekanisme ini pada hakekatnya
berpengaruh langsung pada tatanan penghidupan masyarakat dan keberlanjutan
pengelolaan landscape didalamnnya.
Hampir semua bersepakat bahwa ada banyak
ketimpangan-ketimpangan yang sampai sekarang meninggalkan kegagalan-kegagalan
pembangunan kehutanan yang belum diperbaiki. Namun dengan kondisi seperti ini,
masih tetap muncul skema-skema pembangunan kehutanan baru yang tetap ditawarkan
dengan dalil pengelolaan dan perlindungan hutan serta peningkatan kualitas
hidup masyarakat. Pengaruh pembangunan ini secara nyata sangat mempengaruhi
tatanan nilai sosial dan nilai pemikiran baru yang terus berkembang di benak
masyarakat Indonesia. Ada yang menilai baik dan ada pula yang memberikan
penilaian yang buruk.
Tanah
Papua merupakan salah satu wilayah dari Negara Indonesia ini yang ikut
merasakan baik buruknya implementasi berbagai mekanisme-mekanisme pembangunan
kehutanan. Namun masalah fundamental yaitu peningkatan kualitas hidup
masyarakat dan kemandirian secara ekonomi belum terjawab di Papua. Berbagai
program-program pembangunan ini terus berdatangan dengan berbagai pengaruh yang
ditinggalkan pada wilayah dan masyarakat adat. Skema yang paling terkenal dan
sampai sekarang menjadi pro dan kontrak baik di Internal masyarakat Papua dan
para intelektual baik dalam dan luar negeri adalah Otonomi Khusus Papua. Salah
satu pengaruh yang ada dalam penerapan berbagai konsep pembangunan ini yaitu
introduksi nilai sosial baru dalam kehidupan masyarakat. Pembangunan masyarakat
menjadi moto besar orientasi pembangunan di Tanah Papua, namun harus diakui
bahwa pembangunan ini memberikan pengaruh lain yang sangat signifikan terhadap
tatanan penghidupan yang telah tertata rapi dulunya di Papua.
REDD sebagai sebuah usulan skema baru pembangunan kehutanan yang lebih diarahkan pada pengurangan laju deforestasi dan degradasi apabila diimplementasrika di Papua tentunya akan memberikan pengaruh tersendiri bagi penghidupan masyarakat di Papua. Pangaruh disini bisa bersifat baik dan bisa pula bersifat buruk, hal yang paling mendasar adalah kemampuan mengontrol setiap informasi dan ikut menjaga perubahan yang lebih stabil dengan nilai manfaat yang besar kepada masyarakat.
Pelaksana Skema Pembangunan
Kahutanan di Papua
Sebuah
pertanyaan menarik perlu dilontakan untuk membatasi jendela berpikir kita terkait
aktor/implementator pembangunan yaitu siapakah pelaksana skema-skema
pembangunan kehutanan di Tanah Papua selama ini? Setiap skema pembangunan baru
di Papua yang ditawarkan dalam rangka menjawab permasalahan pembangunan
tentunya tidak akan berjalan tanpa peran berbagai pihak. Pihak disini tidak
didefinisikan pada batasan pemerintah (Government)
saja, namun lembaga non-pemerintah local/nasional/international (NGO), Lembaga Agama dan sector swasta (Privtae Sector). Umumnya keempat pihak
ini merupakan actor utama dalam pembangunan di Tanah Papua termasuk isu
pembangunan masyarakat. Peran pihak-pihak ini cukup beragam sesuai dengan
fungsinnya yang kesemuannya bertujuan dalam rangka mempersiapkan dan mengimplementasikan konsep-konsep pembangunan
ini secara adil dan benar. Dalam kurun 10 tahun terakhir di Tanah Papua ada
skema Otonomi Khusus yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Tanah Papua
sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat Papua. Dimana mereka menunutut adanya
kemerataan dan kesetaraan pembangunan. Semua pihak-pihak sangat berperan aktif
dalam mendukung pembangunan yang memberikan perubahan seperti yang diharapkan
dalam amanat OTSUS-Papua. Akhir-akhir ini baru mulai muncul ide untuk
menempatkan masyarakat selain sebagai objek juga sebagai pelaksana pembangunan.
Peran setiap aktor pembangunan ini dari tahun ke
tahun terus meberikan perubahan-perubahan pada pembangunan fisik dan
pembangunan manusia di Papua. Pemerintah dipandang sebagai aktor utama dalam
merencanakan, melaksanakan dan mengawal setiap proses pembangunan di daerah dalam
kurun waktu 5 tahun terakhir mulai mengaung skema REDD yang sedang dibahas dan
belum pasti implementasinya, ketiga aktor diatas tidak tinggal diam untuk
melakukan langkah dukungan maupun penolakan implementasi skema ini. Tanah Papua
sendiri menjadi salah satu nominator yang diusulkan sebagai salah satu site
untuk mengimplementasikan skema REDD ini di Indonesia. Dengan pengakuan bahwa
sumber daya alam yang kaya dan mengalami keterancaman oleh aktifitas investasi
besar serta kekayaan hutan yang merupakan paru-paru bagi dunia dalam rangka
menjaga kestabilan iklim bumi tanah Papua mulai dipandang sebagai salah satu
wilayah yang perlu diproteksi. Semua aktor-aktor pembangunan mulai mengambil
perannya. Pemerintah, NGO atau Pihak Swasta tidak tinggal diam, mereka secara
aktif mengambil perannya masing-masing dimana telah banyak negosiasi, dan tahap
persiapan dalam rangka mengahadapi isu ini di tanah papua yang mulai dan sedang
di laksanakan. Mereka secara aktif merangcang program-program kerja dengan sebuah
target bahwa skema REDD ini akan berjalan baik ketika diimplementasikan nanti.
Actor
pembangunan ini secara aktif melakukan identifikasi terhadap masalah-masalah
yang perlu segera dibenahi, mengidentifikasi ancaman dan peluang implementasi
skema REDD ini di Papua. Melakukan kajian-kajian kelayakan dan
pengukuran-pengukuran lain yang
dibutuhkan dalam rangka mendukung kelengkapan data dan informasi sebagai sebuah
prasyarat dalam skema REDD ini. Pemerintah daerah secara aktif membentuk tim
kerja yang bersama mempromosikan potensi hutan tanah Papua dan keterancamannya.
NGO-NGO secara aktif menyuarakan isu kepastian hak-hak atas tanah dan wilayah
yang akan menjadi objek dalam mengimplementasikan skema REDD ini. Pihak swasta
baik yang diluar maupun yang di dalam negeri secara terbukan menyatakan
kesiapannya untuk mendanai implementasi progam ini.
Peran
NGO Bagi Pembangunan di Tanah Papua
Pembangunan di Papua yang dinilai
membutuhkan banyak perhatian dan intervensi dari beragam pihak menjadi dorongan
tersendiri bagi semua actor pembangunan untuk ikut ingin membantu dalam menjamin
pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas
pembangunan dan hidup masyarakat yang lebih baik. Selain pemerintah Daerah yang
secara mendasar melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, juga aktif membantu lembaga-lembaga bukan pemerintah yang merasa terpanggil dan
tertarik dengan beberapa isu pembangunan penting di Tanah Papua. Harus diakui
bahwa keterbatasan yang dimiliki Tanah Papua terutama sumber daya manusianya
dalam mengelola apa yang dimiliki termasuk bagaimana secara aktif bekerja
menjawab isu-isu dan masalah-masalah penting di tanah ini belum bisa mencukupi.
Sehingga perhatian dan bantuan dari pihak lain dari luar tanah ini dianggap
penting untuk mendukung target pembangunan berkelanjutan.
Isu
lingkungan, pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan kepastian jaminan
hak dasar masyarakat serta peningkatan kualitas hidup masyarakat di Tanah Papua
merupakan sebuah pintu masuk yang lebar bagi berbagai komunitas NGO untuk ikut
mengambil peran dalam pembangunan di Tanah Papua. Meskipun secara umum dari
mereka memiliki batas waktu dalam melakukan sebuah kegiatan dengan target
tertentu. Program kerja yang dilaksanakan pun bervariasi termasuk objek yang
menjadi perhatian setiap lembaga. Hasil kerja NGO-NGO ini secara langsung maupun
tidak langsung memberikan perubahan-perubahan pada objek yang menjadi
concern-nya. Misalnya sebuah NGO konservasi melakukan kajian pada
wilayah-wilayah dengan nilai konservasi tinggi, secara langsung memberikan
rekomendasi pada bagaimana perlindungaan wilayah-wilayah tersebut dengan
meminta masyarakat untuk ikut menjaganya, namun dengan menjaga sumber daya ini,
secara langsung ruang akses masyarakat untuk memanfaatkan hasil didalamnya akan
menjadi berubah termasuk pemahaman terhadap tata nilai dari kawasan bernilai
konservasi tinggi tersebut.
Sampai
sekarang NGO-NGO di Papua, baik lokal, nasional maupun internasional bersama
pemerintah Pusat, Propinsi dan Daerah secara aktif ikut mendukung berbagai
skema pembangunan yang ada di Tanah Papua.
Untuk isu lingkungan sendiri sekitar
lebih dari 20 NGO yang secara aktif terlibat untuk menyuarakan dan
berkontribusi dalam pekerjaan didalam isu dan objek lingkungan ini.
Isu perubahan iklim dan skema REDD yang
ditawarkan sebagai sebuah pilihan untuk langkah mitigasi perubahan iklim dengan
menominasikan tanah Papua sebagai salah satu site untuk mengimplementasikan
skema ini tidak terlepas dari peran NGO. Bahkan NGO-NGO lingkungan dan
masyarakat sampai sekarang dan beberapa tahun kedepan akan secara aktif
mendukung persiapan implementasi skeme ini di Tanah Papua. Keterbatasan yang
ada di Tanah Papua dipandang sebagai sebuah ancaman apabila tidak ada kesiapan
yang baik untuk melaksanakan skema pembangunan perubahan iklim ini.
Potret Singkat Penghidupan
Masyarakat Papua
Telah
banyak sosiolog dan antropolog yang melakukan kajian dan mengungkapkan
fakta-fakta dan informasi tentang penghidupan di Tanah Papua. Termasuk
bagaimana pola hubungan ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam di
sekitar mereka. Kajian-kajian bahkan ulasan cerita singkat kegiatan ini terus
membuka jendela pengetahuan tentang penghidupan di Tanah Papua. Hampir sebagian
besar para pengkaji dan semua pihak sepakat bahwa ada hubungan yang erat antara
penghidupan masyarakat di Tanah Papua dengan sumber daya alam yang mereka
miliki. Dimana hampir semua kajian penghidupan masyarakat di Papua menyimpulkan
bahwa hutan mengambil peran penting dalam penghidupan masyarakat. Selain hutan
hasil pertanian dan perikanan (laut dan darat). Ketergantungan ini berlangsung
cukup lama bahkan sampai sekarang hutan, lahan kebun (pertanian) dan
sungai/laut merupakan bagian penting dari penghidupan masyarakat Papua.
Masyarakat Papua merupakan masyarakat yang sedang hidup dalam sebuah transisi peradaban dalam waktu yang singkat dari kehidupan berburu, meramu, mengumpulkan makan dan berladang menuju sebuah penghidupan modern yang kompleks, yang tidak pernah diketahuinya sebelumnya. Hal ini sangat jelas bahwa mereka secara umum belum mampu secara cepat beradaptasi dengan berbagai konsep pembangunan dan berbagai hal baru yang dialami sekarang. Perubahan ini merupakan pengaruh dari pembangunan modernisasi yang begitu cepat pada saat yang tidak seimbang dengan pergerakan perubahan pembangunan dalam pola penghidupan ekonomi yang stabil. Gambar sebelumnya merupakan salah satu contoh hasil analisi penghidupan masyarakat yang kami temukan berdasarkan hasil penerapan Alat bantu pengaitan kemiskinan-hutan (Forest-Poverty Toolkit)[1], dimana secara scientific dan statistic menunjukan penghidupan masyarakat di Kampung Esania ini lebih dari 80% bergantung pada sumber daya alam.
Hasil Anasilis Hubungan Antara Penghidupan Masyarakat dengan Sumber Daya Hutannya
Secara
culture, masyarakat Papua merupakan kelompok masyarakat yang hidup dibawah
sturktur dan aturan adat yang secara turun temurun dipegang dan dihormati.
Nilai-nilai sosial dan adat telah muncul dan menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari hidup mereka. Nilai-nilai adat ini sebagian diantaranya yang
mengatur tata kelola sumber daya alam masyarakat dan pola hubungan komunikasi
dan interaksi antara masyarakat dengan masyarakat dan dengan pihak luar. Termasuk
nilai-nilai sosial yang berkembang untuk menghargai makanan-makanan khas
sebagai bagian dari identititas budaya.
Sagu,
ubi-ubian, sayuran hutan, hewan buruan (Babi, Rusa, Kus-Kus) ikan, udang, dan
makanan lain, merupakan nilai sosial tersendiri dalam penghidupan masyarakat
Papua.
Pengaruh Pembangunan Terhadap Tata
Nilai Sosial di Papua
Perubahan kearah yang lebih baik merupakan
harapan dari sebuah proses pembangunan. Proses pembangunan sendiri memiliki
dampak yang luas terhadap sistem dimana proses tersebut di aplikasikan. Dampak
yang muncul tidak serta merta dipandang sebagai sebuah pencapaian maksimal.
Bahkan perubahan yang diukur dengan kriteria dan indikator yang telah
ditetapkan belum bisa secara sah dianggap sebagai sebuah ukuran mutlak dalam
capaian tersebut. Pembangunan masyarakat merupakan aktifitas atau program yang
sangat dinamis untuk diukur capaiannya. Dimana perubahan tatanan nilai serta
teradopsinya sebuah nilai sosial baru dalam masyarakat merupakan sebuah dampak
terbesar dari sebuah proses pembangunan.
Perubahan yang muncul
sebagai akibat dari pembangunan tidak hanya dilihat dalam bentuk fisik
sarana-prasarana saja, tetapi secara nyata pada perubahan nilai dan pola hidup
masyarakat. Tidak bisa di sangkal lagi bahwa telah terjadi banyak perubahan
pada tatanan penghidupan di Papua, terutama perubahan pada masyarakat sebagai
akibat dari pembangunan. Selama proses transisi peradaban ini, masyarakat Papua
telah mengalami banyak sekali metamorfosis nilai sosial dan pola penghidupan.
Sebagai contoh pembangunan dengan konsep ekonomi modern dengan diperkenalkan
pasar sebagai tempat menukar uang dengan barang/jasa dan uang sebagai alat
tukar umum, telah mendogma pikiran sebagian besar masyarakat bahwa uang
merupakan arah hidup. Sehingga sebagian besar masyarakat mengubah pola
pemenfaatan sumber daya alamnya dari subsisten untuk keperluan konsumsi harian
keluarga ke proporsi yang lebih besar pada peningkatan pendapatan uang tunai
keluarga. Sebagian bahkan menawarkan jasa dari apa yang mereka miliki untuk
mendapatkan uang tunai.
Beberapa
perubahan lain yang mencolok adalah pada pola konsumsi masyarakat dimana ada
pergeseran pada beberapa pangan lokal ke pangan impor yang belum bisa
diproduksi sendiri oleh masyarakat Papua. Sebagai contoh, sagu yang selama ini
menjadi pangan lokal beberapa masyarakat telah mengalami pergeseran akibat
program beras murah (beras untuk rakyat miskin). Pemerintah sendiri berperan
sebagai actor yang memberikan beras kepada
masyarakat sebagai pangan di kampung. Contoh
lain: ditemukan fakta bahwa
sebagian besar masyarakat lebih memilih
untuk menjual Ubi dan Sagu yang merupakan sumber karbohidrat mereka selama ini
hanya untuk membeli beras. Dan mereka menjual sayuran segar, ikan dan udang,
dan membeli ikan kaleng mie-intant dan rokok untuk dibawa kembali ke Kampung.
Perubahan
lain muncul pada pemberian nilai sosial terhadap sesuatu, sebagai contoh: penetapan ukuran kesejahteraan keluarga di
kampung dulunya untuk pandangan orang di Papua, mereka yang masuk dalam
kategori kaya atau mampu adalah panglima perang yang memiliki tanah yang luas,
hewan peliharaan (babi) yang banyak, atau dibeberapa tempat seperti di Wamena;
mereka yang dianggap kaya adalah mereka para lelaki yang memiliki istri lebih
dari 2. Namun indicator ini sudah bergeser dan terkikis, dimana untuk ukuran
sekarang apabila kita bertanya siapa yang paling kaya atau sejahtera di
Kampung, masyarakat secara umum menjawab meraka yang mampu pergi ke kota karena
punya sara transportasi modern dan mampu membelanjakan uangnnya untuk
membeli perlengkapan elektronik, dll.
Sebagian
orang berpendapat bahwa dengan adanya pemerataan pembangunan di Papua,
termasuk didalamnya pembangunan sarana prasarana akan mendorong peningkatan
kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Peningkatan kualitas hidup ini lebih
dianalogikan dengan kemampuan masyarakat mendapatkan pendidikan dan kesehatan
yang baik serta memiliki pendapatan rumah tangga yang stabil bahkan meningkat
setiap tahunnya. Lalu terbukanya aksesibilitas dan kejelasan status wilayah
dianggap sebagai sebuah kunci pembangunan yang transparan dan menghargai
hak-hak masyarakat sebagai pemilik wilayah tersebut, namun faktanya bahwa
transparansi ini menimbulkan sebuah dampak baru dalam masyarakat yang belum
mampu secara baik mengerti manfaat dari kejelasan tersebut. Lapangan pekerjaan
yang tersedia manjadi pertanyaan tersendiri bagi masyarakat. Pertanyaannya adalah siapa yang akan mampu secara mudah mendapatkan kesempatan kerja ini?
Beberapa
pertanyaan kritis keluar “siapakah yang diuntungkan dari proses pembangunan di
Papua yang digaungkan dengan ide pemerataan pembangunan untuk kesejahteraan
masyarakat?” Apakah setiap actor/pelaksana pembanguan memberikan pengaruh
positif terhadap pembangunan di Papua? Apakah hasil pembangunan menunjukan
peningkatan kualitas hidup manusia Papua yang setara dengan tempat lain di
Indonesia? Apakah setiap skema pembangunan yang persiapannya baik memberikan
dukungan terhadap kelestarian tata nilai sosial masyarakat terutama hukum dan
aturan adat yang berlaku dalam masyarakat, serta mendorong peningkatan kualitas
hidup masyarakat yang menjadi objek pembangunan? Dan apakah pengelolaan sumber
daya alam yang merupakan dapur bagi masyarakat Papua mampu memberikan manfaat
yang besar bagi penghidupan masyarakat? Rentetan pertanyaan ini yang perlu
menjadi perhatian tersendiri untuk melihat pengaruh dari pembangunan terhadap
penghidupan masyarakat Papua.
Pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana
serta beberapa bantuan-bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat
merupakan beberapa perubahan yang secara fisik dapat dilihat oleh mata serta
dapat diukur dengan nilai-nilai tertentu termasuk nilai ekonomisnya (uang).
Namun perubahan kearah bagaimana masyarakat itu secara mandiri mampu untuk
melakukan kegiatan ekonomi untuk mendukung penghidupannya belum secara optimal kelihatan.
Sebagian besar masyarakat Papua adalah konsumen terhadap setiap produk-produk
pasar yang beredar. Bantuan-bantuan sosial serta beberapa progam pembangunan
non-fisik yang turun ke masyarakat secara signifikan merubah tatanan nilai
sosial yang telah tumbuh dan berkembang di masyarakat. Sebagian masyarakat
bahkan menjadi malas dan tetap berharap akan mendapatkan bantuan yang banyak
dari pemerintah. Namun harus diakui bahwa keuntungan terbesar berupa
peningkatan pendapat dirasakan oleh implementator pembangunan itu sendiri.
Pengaruh Impelmentasi Pembangunan
Terhadap Penghidupan Masyarakat Papua
Secara
sadar telah ditemukan fakta bahwa telah terintroduksi budaya, nilai social, dan
tatanan kehidupan baru sebagai akibat dari perkembangan pembangunan sudah
sangat mempengaruhi dan mengikis pola penghidupan dan pola ketergantungan terhadap
sumber-sumber penghidup yang selama berabad-abad berkembang. Secara jelas
dilapangan terkuak fakta bahwa sebagian besar perubahan ini terjadi karena
aktifitas pembangunan ini melalui peran berbagai actor baik langsung maupun.
Perubahan ini ada yang bersifat membangun namun ada yang menimbulkan pengaruh
yang negative pada tatanan penghidupan masyarakat yang baru.
Fakta
menujukan bahwa masyarakat Papua telah terjebak dalam pola konsumerisme yang
cukup tinggi, dengan perubahan pembangunan yang sangat cepat dan masuknya
nilai-nilai social serta fakta lain yang baru sudah menggeser sedikit pola
penghidupan masyarakat yang lama. Lihat gambar disamping, ini merupakan salah
satu fakta nyata dimana Mie instant sudah menjadi sebuah makanan masyarakat,
bahwa sayuran terkadang menjadi pilihan berikut apabila ada mie dirumah
masyarakat.
Fakta lain terkait perubahan pada nilai social
masyarakat yaitu adalah pada penetapan ukuran kesejahteraan keluarga di kampung
dulunya untuk pandangan orang di Papua, mereka yang masuk dalam kategori kaya
atau mampu adalah panglima perang yang memiliki tanah yang luas, hewan
peliharaan (babi) yang banyak, atau dibeberapa tempat seperti Wamena yang kaya
adalam mereka para lelaki yang memiliki istri lebih dari 2. Namun indicator ini
sudah bergeser dan terkikis, dimana untuk ukuran sekarang apabila kita bertanya
siapa yang paling kaya atau sejahtera di Kampung, masyarakat secara umum
menjawab meraka yang mampu pergi ke kota karena punya sara transportasi
modern dan mampu membelanjakan uangnnya untuk membeli perlengkapan elektronik,
dll. Lihat tabel berikut, ini adalah beberapa indikator, yang sekarang menjadi
ukuran kesejahteraan di Kampung. Semua nilai social
dan tatanan penghidupan baru ini muncul karena adanya pengaruh dari hasil
pembangunan dan dari interaksi antara masyarakat dengan actor/pelaksanaan
pembangunan.
Kenapa Kegiatan Persiapan REDD Selama ini Dianggap Menjadi Ancaman Terhadap Introduksi Nilai Sosial Baru Pada Masyarakat di Kampung?
Isu
REDD bahkan REDD++ menjadi isu hangat yang terus dibahas oleh semua pemangku
kepentingan, baik internasional, nasional, daeran bahkan sudah sampai ke
masyarakat Adat. Banyak yang berkepntingan dan berusaha untuk terlibat aktif
dalam setiap proses persiapan REDD ini. Begitu juga di Papua, berbagai
rangkaian kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, maupun NGO sudah
dilakukan diberbagai level bahkan ditingkat masyarakat, informasi tentangg REDD
ini pun telah dikemas sesederhana mungkin dan disampaikan dalam bahasa yang
lebih sederhana kepada masyarakat. Bahkan sudah banyak muncul statement di
daerah bahkan kampung mengenai dukungan maupun penolakan terhadapa isu ini.
- Pola konsumsi: Tim lapangan selalu membawa supermi, beras, teh, kopi, rokok dan Ikan kaleng, bahkan air kemasan ke kampung. Dan umumnya dari masyarakat selalu hadir dan diberikan sajian ini. Pada dasarnya orientasi tim lapangan adalah semua ini untuk logistic dan bahan kontak di lapangan, namun fakta berbicara lain beberapa produk diantaranya menimbulkan ketergantungan misalnya supermi, beras, kopi, teh dan rokok masyarakat sering datang dan meminta beras ke Tim, mereka sudah tidak lagi mengolah lahan mereka untuk menanam Ubi-Ubi atau ke hutan sagu mengekstrak sagu. Sebagian dari mereka hadir dalam pertemuan-pertemua kami hanya untuk rokok dan kopi. (Lihat tabel selanjutnya)
- Keseringan tim lapangan menceritakan kondisi kehidupan dikota yang indah-indahnya, sehingga ini menjadi pendorong masyarakat untuk ingin merasakan suasana kota. Tidak jarang ada yang minta ikut ke kota. Serta tidak jarang cara berpakaian tim lapangan menjadi daya tarik tersendiri, sehingga ditemukan bahwa ada salah satu masyarakat yang turun ke kota hanya untuk membeli pakaian dan sepatu seperti yang dimiliki tim lapangan.
- Orientasi tim lapangan umumnya lebih pada pencapaian hasil kerja yang ditetapkan tidak pada aspek pendidikan kepada pada lelaki kampung untuk kurangi merokok. Bahkan rokok selalu identik dengan bahan kontak untuk membuat suasana diskusi lebih lancar. Tetapi beberapa kasus yang terjadi bahwa rokok juga dikonsumsi oleh Ibu-Ibu bahkan anak-anak kecil pun ikut merokok merokok.
Pengelolaan hutan yang baik diharapkan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat tetapi juga manfaat sosial kepada masyarakat. Juga memastikan bahwa mereka tidak terjebak pada shock social value yang akan berdampak negative kepada mereka. Sebagian besar dari mereka dengan pendidikan dan pengetahuan yang rendah adalah yang rentan dengan pengaruh nilai baru seperti ini. REDD perlu dipandang dalam konteks sosial yang juga lebih dalam sekaligus memberikan warning kepada mekanisme pengelolaan hutan yang lain dan gaya semua aktor pembangunan menjalankan program pemberdayaannya.
Silahkan dibantah? :-).
0 komentar:
Posting Komentar