Secara geografis, kampung
esania terletak antara 02o 28’ LS sampai diselatan 03o
38’ LS, dan 133o 21’ sampai 133o 36’ BT[1].
Secara administartif Kampung Esania terletak di Distrik Buruway Kabupaten
Kaimana. Kampung esania berbatasan langsung dengan kampung Ubia, Distrik
Kambrau disebelah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Yarona, Distrik
Buruway dan Laut Arafuru. Sebelah barat berbatasan dengan Kampung Hia dan Tairi
Distrik Buruway, serta sebelah timur berbatasan dengan Teluk Kambrau. Wilayah
kampung Esania, terbagi kedalam 2 dusun besar yaitu Dusun Esania dan Dusun
Kuna, yang didalamnya ada wilayah adat berdasarkan marga besar diantaranya:
wilayah adat Marga Naroba, wilayah adat marga Natraka, wilayah adat Marga Goga,
wilayah adat marga Aboda, wilayah adat Marga Kurdow dan wilayah adat Marga
Badu. Dari peta Master Plan Pembangunan Kehutanan Kabupaten Kaimana wilayah
kampung esania masuk dalam kawasan hutan produksi tetap, hutan produksi
terbatasan dan hutan produksi konversi. Tipe hutan di wilayah esania sebagian
besar di dominasi oleh hutan dataran rendah kering dan hutan rawa serta hutan
mangrove yang tumbuh subur dipinggir sungia-sungai besar. Dalam peta tutupan
lahan yang dibuat oleh tim lapangan berdasakan hasil kunjungan ke wilayah
Kampung Esania diperoleh gambaran tutupan kawasan hutan dan lahan adalah
sebagian tegakan eukaliptus dengan tanah berpasir di sekitar kampung, hutan
dataran rendah kering, kasawan hutan sekunder (log over area), hutan rawa dan
rawa sagu.
Gambar 1. Letak Kampung Esania di Distrik Buruway, Kabupaten Kaimana[2]
II. Penduduk dan
Penghidupannya
Jumlah penduduk kampung
Esania sekitar 325 jiwa, dengan 61 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat
yang tinggal di kampung Esania merupakan pendusuk asli yang memiliki wilayah
kekuasaan ada di Esania. Dan dari pembagian suku di Kaimana, wilayah dan
masyarakat Esania merupakan bagian dari Suku besa Madewana. Masyarakat di
wilayah ini mengenal sistem marga yang menunjukan garis keluarga berdasarkan
perkawinan patrilinear (Marga diturunkan dari Marga Ayah). Selain penduduk
asli, ada juga beberapa penduduk yang datang dari luar dan menetap untuk
sementara waktu karena tututan profesi (Guru, Mantri, Pendeta dan Pedagang).
Secara adat, marga-marga (family name/clan)
yang barada diwilayah Kampung esania adalah Marga Naroba, Natraka, Goga, Aboda,
Kurdow, Badu, Batina, Nanggewa dan Toge. Semua marga ini memiliki wilayah adat
di Kampung Esania. Terutama untuk 6 marga besar pertama merupakan marga yang
asli kampung Esania. Hampir semua masyarakat kampung Esania beragama Kristen
Protestan. Mereka cukup ramah dan hidup dengan aturan agama dan adat yang dipegang
kuat.
Sebagian besar dari
masyarakat kampung Esania menggantukan hidupnya dari ekstraksi sumber daya
hutan yang mereka miliki. Dimana aktifitas-aktifitas itu adalah berkebun
tradisional, mencari ikan dan memanfaatkan kayu. Disamping memanfaatkan
sumber daya alam yang mereka miliki, ada pula yang berprofesi sebagai aparat
desa. Dalam beberapa tahun terakhir selain memanfaatkan hasil alam, sebagian
masyarakat lebih banyak meluangkan waktu di Kampung untuk mengerjakan
proyek-proyek pembangunan di Kampung dari Pemerintah. Hasil yang mereka jual ke
Kota umumnya adalah kayu gergajian, namun hanya laki-laki yang memiliki akses
paling besar terhadap sumber daya hutan kayu ini. Para wanita umumnya hanya
bekerja dirumah untuk mengurusi keperluan harian keluarga dan berkebun, namun
tidak jarang sebagian dari mereka ikut membantu pekerjaan yang dilakukan oleh
lelaki.
Untuk ekstraksi sumber daya hutan, sumber
pendapatan uang tunai masyarakat di esania umumnya berasal dari pengambilan
kayu untuk dijual ke kota dalam bentuk kayu gergajian dan membuat perahu.
Sedangkan hasil kebun, hasil ikan/udang dari sungai, hasil buruan, dan hasil
lain yang dikumpulkan dari hutan umumnya hanya untuk konsumsi harian keluarga,
dan/atau apabila ada kelebihan biasanya dibagikan ke keluarga yang lain. Hasil
perkebunan berupa pala juga turut menyumbang pendatapan tunai bagi masyarakat
namun tidak terlalu signifikan seperti hasil kayu atau pendapatan dari proyek
pemerintah.
Terdapat beberapa
fasilitas penunjang di kampung Esania, seperti sebuah jembatan kayu kecil
(sekarang kondisinya rusak) untuk tempat parkir perahu atau long boat sebagai sarana transportasi
laut utama. Ada sebuah bangunan sekolah dasar (SD) dengan 6 ruang kelas dengan
3 tenaga Guru, ada puskesmas pembantu (PUSTU) dan seorang petugas kesehatan (mantri),
Balai dan kantor kampung, 2 bangunan Gereja (GKI dan GPI), serta jalan setapak
yang dibangun rapi menggunakan beton. Hampir sebagian besar rumah penduduk di
Kampung Esania merupakan rumah permanen layak huni dengan tembok beton
(campuran batu, semen dan pasir). Dimana sebagian besar bahan-bahan bangunan
berupa semen, seng, dan paku merupakan bantuan dari Pemerintah melalui
program-program bantuan sosial dan pembangunan kampung yang ada. Namun ada juga
beberapa masyarakat yang sudah mampu membeli sendiri dengan pendapatan tunai
yang mereka peroleh dari berbagai aktifitas penghidupnnya. Untuk air bersih,
terdapat 6 sumber air utama bagi masyarakat untuk mandi, air minum, dan
mencuci. Sumber air ini berupa kolam mata air tanah dan pancuran. Jaraknya
tidak jauh dari kampung sehingga tidak terlalu membutuhkan energi yang besar
untuk mengangkut air atau mengangkut hasil cucian. Untuk membantu tercukupinya
kebutuhan air bersih di kampug Esania ini, pemerintah melalui program PNPM-Mandiri
memberikan bantuan satu buah profil tank bagi setiap rumah untuk menampung air
sewaktu hujan. Selain sarana air bersih, telah dibangun pula beberapa kamar
kecil untuk toilet masyarakat. Untuk mendukung penerangan dikampung, telah di
pasang jaringan listrik dari rumah ke rumah serta ada sebuah mesin diesel lampu
Yanmart berkapasitas besar
yang mambantu untuk mensuplai energy listrik yang dimanfaatkan masyarakat untuk
penerangan dimalam hari. Jaringan listrik dan mesin diesel lampu ini merupakan
bantuan pemerintah daerah. Selain sebuah mesin ini, sebagian masyarakat di
kampung juga memiliki mesin lampu mereka sendiri untuk kebutuhan rumah tangga
masing-masing. Aktifitas perekonomian juga kelihatan hidup, masyarakar telah
lama mengenal kegiatan jual beli. Di kampung ada 3 buah kios yang menyediakan kebutuhan
pokok, rokok serta peralatan lain. Selain itu pedagang ini juga sering kali
bertindak sebagai pembeli beberapa hasil bumi masyarakat
IV. Sumberdaya Alam dan
Pengelolaannya oleh Masyarakat
Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa semua wilayah di kampung Esania telah terbagi berdasarkan
kepemilikannya secara adat, dan pembagian dan batas alam secara adat diakui
bersama oleh semua marga adat di kampung Esania. Setiap masyarakat umumnya
mengusahakan lahan dan memanfaatkan hasil alam dari wilayah adat mereka. Namun
terdapat pula lahan yang dikatakan oleh masyarakat sebagai “wilayah makan
bersama” wilayah ini secara kekeluargaan kampung merupakan wilayah yang boleh
diakses oleh semua masyarakat di kampung untuk mendapatkan hasil alam.
1.
Hutan
Hutan merupakan sumber daya alam penting bagi
penghidupan masyarakat Kampung Esania, hutan menyediakan makanan, obat-obatan,
perhiasan, bahan bangunan untuk rumah serta merupakan faktor produksi penting
dalam menjamin pendapatan tunai masyarakat. Masyarakat juga mengakui hutan
sebagai identitas diri dan budaya mereka. Hutan diwilayah esania ini sudah
terbagi menurut wilayah marga atau pertuanan, dan pengakuan secara adat ini
telah lama ada dan diakui bersama. Hasil-hasil hutan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat di kampung Esania antara lain: kayu, hewan buruan, sayuran,
buah-buahan hutan, pala hutan, madu, rotan dan getah dammar. Untuk sumber
pendapatan tunai dari hutan, umumnya mereka memanfaatkan hasil hutan kayu sebagai
sumber pendapatan utama. Kayu umumnya diolah dalam bentuk kayu gergajian yang
siap diantar ke kota. Dan kadang kala juga kayu besar diubah menjadi perahu dan
dijual. Intensitas-nya pun tidak terlalu sering, tergantung pesanan. Untuk
hasil hutan kayu umumnya hanya diakses oleh beberapa tokoh kampung yang
memiliki akses terhadap pasar secara baik di kota. Beberapa jenis kayu yang
dimanfaatkan masyarakat dan bernilai jual tinggi disajikan pada tabel 1 dibawah.
Sedangkan hewan buruan yang selama ini dikejar dan dimanfaatkan adalah Babi,
Rusa, Kangguru, Tikus tanah, beberapa jenis burung (Mambruk, Maleo, Merpati Hutan dll).
Tabel 1. Daftar nama kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di
Esania
No
|
Nama Daerah
|
Nama Dagang
|
Nama Latin
|
1
|
Kayu Besi
|
Merbau
|
Intsia bijuga
|
2
|
Kayu Matoa
|
Matoa
|
Pometia pinata
|
3
|
Kayu Susu
|
Pulai
|
Alstonia scholaris
|
4
|
Kayu Kuning
|
Cendana
|
|
5
|
Kayu Linggua
|
Angsana
|
Pterocarpus sp
|
6
|
Kayu Pala Hutan
|
Mendarahan
|
Myristica spp, Knema spp
|
7
|
Kayu Bunga
|
Raja Bunga
|
|
8
|
Kayu Kunang-Kunang
|
||
9
|
Dammar
|
Agatis
|
Agatis sp
|
10
|
Gufasa
|
Gopasa
|
|
11
|
Sukun Hutan
|
Terap
|
|
12
|
Bintangur
|
Bintangur
|
|
13
|
Durian hutan
|
Durian
|
|
14
|
Kayu Ketapang
|
Ketapang
|
Terminalia sp
|
15
|
Kedondong Hutan
|
Kedondong Hutan
|
|
16
|
Benuang
|
Benuang
|
|
17
|
Kayu Minyak
|
||
18
|
Kayu Bawang
|
Kulim
|
|
19
|
Kayu Bugis
|
Bugis
|
|
20
|
Kayu Putih
|
Eucaliptus
|
Eucalyptus spp
|
Hasil hutan potensial yang memberikan
pengaruh signifikan pada penghasilan masyarakat dalam bentuk uang tunai adalah
kayu. Sedangkan hutan bukan kayu dari kebun berupa pala dan kelapa. Dalam kurun
waktu 10 tahun terakhir, penebangan kayu oleh masyarakat untuk dijual ke kota
terus dilakukan. Begitu juga pala yang dalam setahun memiliki 2 kali masa
panen. Untuk teknik dasar pemanenan, masyarakat secara turun menurun sudah
mengenal dan memiliki kemampuan untuk mengelolaannya. Kolom dibawah ini
merupakan gambaran singkat kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan
kayu dan hasil hutan bukan kayu.
2.
Kebun/Berladang
Berkebun merupakan salah
satu aktifitas rutin masyarakat selama ini untuk mendukung penghidupan mereka
terutama untuk konsumsi harian keluarga terutama suplai buah-buahan, sayuran
dan umbi-umbian. Pola berkebun yang dikembangkan masyarakat masih bersifat
tradisional dan masih tetap menggunakan teknik-teknik bertani yang diturunkan
oleh dari generasi ke generasi, meskipun dalam beberapa tahun terakhir telah
ada introduksi beberapa alat-alat bertani dan bibit tanaman baru untuk
dikembangkan masyarakat. Dalam pengelolaannya masing-masing marga memanfaatkan
lahan mereka. Ada juga yang menumpang pada wilayah adat marga yang lain, namun
telah mendapatkan persetujuan sebelumnya dari pemilik wilayah, atau apabila
Ibu/Mama memiliki marga yang sama dengan pemilik hak wilayah. Umumnya wilayah
untuk berkebun ini adalah wilayah yang bertanah hitam, karena masyarakat telah
memiliki sistem pengetahuan lokal dimana mendidentifikasi tanah hitam sebagai
areal yang cocok untuk bertani karena dianggap memiliki kandungan unsur hara
atau kesuburan tanah yang baik. Umumnya setiap KK memiliki 1 areal kebun yang
ditanami tanaman pangan untuk subsisten. Selain kebun tanaman pangan ini ada
juga kebun pala (Myristica argantea)
yang umumnya jumlahnya sama dengan jumlah anak laki-laki yang dimiliki sebuah
keluarga. Lahan-lahan pekebunan pala ini umumnya tidak jauh dari kampung, dan
dalam luasan yang kecil. Hasil pala sendiri belum memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pendapat tunai masyarakat di kampung Esania, meskipun
setiap tahun dua kali musim panen. Untuk hasil-hasil kebun yang di tanaman pada
kebun atau pekarangan adalah jenis sayur-sayuran dan buah-buahan seperti
keladi/talas (Colocasia esculenta),
petatas (Ipomoea batatas L),
kasbi/singkong (Manihot esculenta.
Crantz), papaya (Carica papaya),
pisang (Musa paradisiaca
L), bayam (Spinacia oleracea), cabe rawit/rica (Capsicum frutescens), serai (Andropogon
nardus Linn), sayur gedi (Hibiscus manihot L) dan coklat. Selain itu ada pula yang menanam
labu, durian (Durio zibestinus),
rambutan (Nephelium lapaceum),
kelapa (Cocos nucifera),
pinang (Areca pinanga)
dan jambu. Masyarakat umumnya bertahan disatu areal untuk berkebun selama 1
atau 2 tahun, mereka akan mempertimbangkan daya dukung lahan terutama pada
kesuburan tanah, karena umumnya mereka berpendapat bahwa setelah panen ke-2
atau ke-3 umumnya tanah sudah tidak subur lagi. Setelah lahan ini dianggap
tidak menghasilkan lagi, lahan ini akan ditinggal dalam jangka waktu yang lama,
umumnya 7 sampai 8 tahun untuk diolah kembali. Dari keterangan para wanita,
umumnya lahan-lahan yang ditinggal ini akan mejadi milik anak-anak mereka.
Biasanya setelah tanaman jangka pendek telah selesai dipanen, sebelum berpindah
ke lahan lain untuk digarap, masyarakat menanam tanaman jangka panjang seperti
pohon buah sebagai penanda hak milik.
3.
Mangrove
dan Sungai
Sungai dan hutan mangrove
yang tumbuh disekitar sungai dalam wilayah kampung Esania merupakan berkat
tersendiri bagi masyarakat di kampung Esania. Sungai menjadi jalan tranportasi
dan mobilisasi masyarakat dengan perahu, baik ke Kota atau ke kebun-kebun
mereka. Selain sebagai jalan transportasi, sungai juga menyediakan udang dan
ikan untuk konsumsi masyarakat. Selain udang dan ikan hasil lain seperti
siput/bia, belut, kepiting dan buah nipah juga sering dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sama dengan wilayah hutan dan pertanian, pemanfaatan areal sungai,
bakau/mangrove dan nipah juga memperhatikan wilayah marga, jadi umumnya yang
memanfaatkan hasil di wilayah mangrove atau nipah adalah mereka yang memiliki
hak ulayat pada wilayah tersebut. Marga lain boleh memanfaatkan setelah
mendapatkan ijin dari marga pemilik wilayah. Namum masyarakat mengakui bahwa
pertuanan marga Naroba adalah pemilik hak ulayat yang berhak untuk memberi ijin
pemanfaatan wilayah mangrove dan nipa. Pertuanan Naroba sendiri memberikan
kebebasan untuk pemanfaatan hasil sungai dan mangrove dalam jumlah yang
terbatas. Hasil kegiatan ini menunjukan bahwa, umumnya hasil yang diperoleh
dari sungai dan kawasan mangrove adalah untuk kebutuhan konsumsi keluarga. Selain
untuk konsumsi langsung, hasil-hasil ini ada pula yang langsung dijual, namum
umumnya hanya dijual di dalam kampung.
Selain hasil sungai berupa
ikan, udang dan kepiting, sungai Buruway ini juga memberikan manfaat ekologis
yang sangat besar. Mangrove dan hutan sungai yang tumbuh sepanjang sungai bukan
hanya sebagai penyangga abrasi arus sungai, tetapi juga sebagai tempat hidup
beberapa jenis burung cantik dan kelelawar. Selain kelelawar beberapa jenis
hewan merayap seperti buaya, ular dan soa-soa juga memanfaatkan keseimbangan ekosistem
sungai ini sebagai tempat mereka untuk hidup.
Gambar 2. Ekosistem sungai Buruway, di pinggir
Kampung Esania
Rekomendasi dari master plan
pembangunan pertanian Kaimana, menyarankan wilayah sungai ini dan sebagian daerah
berawa lain disekitar sungai Buruway-Esania ini sebagai tempat untuk
pengembangan komoditas perikanan tambak ikan rawa payau[3].
[2]
Sumber Peta: Dokumen Master Plan Pembangunan Kehutanan Kabupaten Kaimana
[3]
Sumber: Pemetaan dan tata batas kesepakatan kampung Esania. Peta lokasi dengan
koordinat geodesi seperti dalam peta usulan hutan Desa Esania.
0 komentar:
Posting Komentar