"Menjaga kebersihan dan kepedulian terhadap lingkungan selalu mudah dimasukan menjadi slogan dalam gaung megah-nya program pembangunan, tetapi tidak mudah untuk di implementasikan ternyata. Kira-kira kapan kita akan betul-betul sadar akan pentingnya menjaga lingkungan yang bersih?"
Sore itu hujan tidak terlalu deras, mendung kabut dan jalanan agak padat di Kota Manokwari - Papua Barat dengan hiruk pikuk lalu lalang kendaraan. Perjalanan saya dari Amban yang tadinya akan menuju Cafe Calais di Jalan Borobudur pun kemudian berubahan menjadi sebuah perjalanan photo sore. Kali ini object yang menjadi perhatian saya adalah 'sampah'. Sampah dalam tulisan ini mengandung pengertian adalah material sisa dari manusia yang berbentuk padat umumnya didonimasi oleh limbah rumah tangga, bahan plastik dan material sisa berwujud padat lainnya. Yang material-material ini yang terus mengganggu indahnya kota Manokwari dan juga menggangu perjalanan saya hari ini. Saya pun memutuskan untuk terus melakukan perjalanan menuju pasar sanggeng yang setiap minggu-nya saya pun membuang sampah rumah tangga kami - itupun karena disitu ada bak sampah milik pemerintah yang kata-nya selalu rutin diantar ke TPA (tempat pembuangan akhir).
Singkat kata, singkat cerita, dalam photo session sore ini, saya mengabadikan potret-potret sedih kota Manokwari yang alam dan keindahannya betul-betul dikotori oleh masyarakatnya sendiri. Jejeran sampah yang saya potret mulai dari jalan Makalo-Amban, Makalo - Sanggeng sampai dengan Pasar Wosi dan Pantai di Pasar wosi merupakan potret lingkungan yang kotor akibat ketidakpedulian kita terhadap nilai keindahan dan kesehatan lingkungan yang kita tinggali. Ya.... Lihat saja photo pertama ini yang merupakan potrets yang saya ambil di Sungai kecil yang melintas dari dalam SMP N 3 menuju Borobudur, bagaimana tumpukan sampah botoh, sampah rumah tangga dan sampah-sampah padat lainnya sudah mencemari sungai dan menutup arus aliran airnya.
Gambar 1. Tumpukan sampah di Kali Kecil dekat jl. Borobudur Manokwari.
Menariknya sebagian besar dari penduduk disekitar sungai ini masih menggantungkan kebutuhan air bersih untuk masak, mencuci dan mandi dari sumur-sumur bor/galian yang sudah bisa kita bayangkan kira-kira gimana kualitas airnya apabila aliran permukaannya sudah kotor seperti ini?
Saya pun melanjukan perjalanan saya menuju Pasar Sanggeng. Ya, yang saya sini salah satu lokasi yang selalu menjadi tempat buangan akhir, karena ada bak sampah disitu. Saya pun sejak akhir tahun 2014 selalu membuang sampai di tempat ini. Sebelumnya jujur saya pun buang sampah-nya di bak-bak umum bahkan pernah dengan sangat merasa berdosa harus membuangnya ke Jalan malam-malam. Ya, itu harus dilakukan dari pada sampah menumpuk dirumah makin membuat saya dan keluarga terganggu kesehatanya.
Sanggeng juga adalah pasar yang menjual sayuran segar, ikan dan kebutuhan pokok lainnya untuk penduduk kota manokwari. Bersama dengan pasar wosi, keberadaannya sangat memegang kendali utama perekonomian masyarakat lokal di Manokwari. Tetapi nampaknya pengaruh-nya secara ekonomi tersebut juga membuat tempat ini menjadi lumbung pembuangan sampah. Lihat saja gambar 2 dibawah ini, Tampilan selokan besar disamping pasar sanggeng yang harus-nya bersih karena saluran buangan air menuju laut, tetapi sekarang pemandangan kumuh dan kotor-nya sangat menggagu dan sangat mengganggu mud berbelanja sayuran segera yang dijual mama-mama di pasar sanggeng, Uniknya sepanjang saluran ini berjejer ratusan bangunan megah yang kalau dilihat saluran pembuangannya juga menuju ke selokan ini. Coba lihat gambar 3 dibawah.
Gambar 2, Tumpukan sampah di saluran sungai-selokan samping Pasar Sanggeng
Gambar 3. Saluran air di samping pasar Sanggeng. Tampilan satu bak sampah yang di Pasar Sanggeng
Sedih bukan? Ketidakpedulian yang disengaja, entah apa yang sebenarnya dipikirkan orang pemerintah bersama warga tentang sampah, Sudah jelas-jelas ini persoalan serius, tetapi masih tetap diabaikan. Pasar, jalan, saluran air dan laut yang seharusnya menjadi tempat-tempat penting bagi publik berubah menjadi tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dan dibiarkan menjadi kotoran dan sumber penyakit.Laut sudah pasti menjadi perhatian saya yang lain. Mulai dari penampakan pantai pasar Wosi sampai dampaknya ke Pantai Pasir Putih yang setiap minggu-nya menjadi pilihan utama masyarakat manokwari untuk berlibur, rekreasi, bercengkrama dengan keluaga melepas penat-nya kesibukan pekerjaan. Laut yang juga mensupply protein bagi kita pun ikut tercemar berbagai bentuk sampah yang dibuang. Lihat saja gambar 4 dan 5 dibawah. Gambar 4 adalah potret kotor pantai di pasar Wosi, sedangkan gambar 5 adalah potret pilu pantai pasir putih yang selalu menerima dampak dari kotor dan buruknya rasa empati terhadap lingkungan dengan membuang sampah disembarang tempat.
Gambar 4. Pantai pasar wosi yang indah sebelumnya, berubah menjadi gudang sampah yang kemudian dibawa obak ke laut dan mengotori laut.
Gambar 5. Serakan sampah di pantai pasir putih yang dibawa ombak dari pembuangan di kota.
Kira-kira bagaimana Manokwari bisa keluar dari persoalan ini? Bagaiman agar tugu Adipura yang baru saja selesai pembangunannya didepan Kantor Kejaksaan Tinggi Manokwari - Polda Papua Barat itu bisa benar-benar layak berdiri sebagai wujud penghargaan terhadap upaya manokwari menjaga kebersihan kota-nya? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap urusan sampah ini? Bagaimana warga juga bisa berkontribusi dalam menjaga kebersihan kota Manokwari? Apa saja sich kendala-kendala sehingga pengelolaan sampah tidak bagus-bagus juga? Mau sampai kapan sech persoalan-persoalan ini dibiarkan? Haruskah sampai ditemukan kasus besar dan masal akibat sampah baru kita sadar dan menyesalinya? Saya kira pertanyaan-pertanyaan ini bersama dengan pertanyaan lain yang mungkin muncul dikepala2 kita adalah pertanyaan penting yang harus dijawab untuk membangun Manokwari menjadi kota sehat melengkapi gaung-nya sebagai Kota Injil,
manokwari darurat sampah.. kurangnya kesadaran serta kurngnya ketegasan dri pemerintah untuk larangan membuang sampah smbrgn ..
BalasHapus