My Ideas and Stories About PAPUA

Making the rich and beautiful resources in Papua become the social economic strength for Papuan has become the long home works. Many people believe that the early start to find the answer is by understanding how Papua looks like, their communities and their special strength. And it can be realize by directly in touch with them. This blogs provides you chance to touch and gets insight ideas, trends and stories about Papua.
  • Stories About Beautiful Papua

    Every Single Place In Papua Have Its Stories To Be Shared To Build Other People Understanding About This Island

  • The Last Frotier Primary Forests

    With 42 Million ha of forests, Papua play crucial rules in Indonensia forests development targets.

  • Women and Natural Resources

    Forests or land right are not only about Man. So understanding the roles women and the impact of forests changes to women are also crucial

  • Our Traditional Value

    Papuan Community Have Been Living for Centuries with Their Knowledge and Wisdom in Managing Natural Resources and Practice Best Conservation

  • For Papuan Generation

    Every Works We Do Now Must Be Dedicated To The Future Papuan Generation

  • Dependency to Forests Resources

    Practicing Good Forests Governance in Papus About Understing the Right of Indigenous People and Their Dependency to Natural Resources

  • All Are Wonderful

    You Will Get Good Scene That You May Not Able Somewhere Else - Only In PAPUA

  • Bitter Nut Is Papuan Favorit Gums

    Bitter Nut or In Papua We Call 'Pinang' Is The Local Gum You Can See In Every Corner of the Cities. Papuan People Love To Chewing It. Sometime People Consider It As Contact Material When You Travel to The Village

  • Papuan Traditional Conservation Practices

    For Centuries, Papuan Has Practicing Local Wisdom to Sustainaible Use of Natural Resources. They Have Traditional Education System to Teaching Them How To Interact With Human, Spiritual Power and Understanding The Words Of Nature

Selasa, 21 April 2015

Menanti Penetapan NSPK IUPHHK-MHA Papua oleh Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Sudah memasuki bulan ke 9 draft final PERMENHUT NSPK IUPHHK di Papua berada di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan menunggu untuk ditetapkan sebagai PERMENHUT. Penetapan ini sangat penting dan urgent untuk memberikan jaminan legal pengelolaan hutan oleh masyarakat adat di Papua. Skema IUPHHK-MHA sendiri digagas untuk menertibkan tingginya kegiatan penebangan hutan tanpa kontrol yang marak terjadi di Provinsi dan telah banyak merugikan negara sampai ratusan miliar rupiah setiap tahunnya. Skema ini juga dibanung untuk sekaligus memastikan aliran manfaat yang besar kepada masyarakat adat dan Pemerintah. Praktek-praktek pemanfaatan kayu gaya lama cenderung menjebak dan menyeret masyarakat berurusan dengan hukum, dari aspek ekonomi negara dirugikan milliaran rupiah tiap tahunnya karena keluar-nya kayu tanpa penetapan biaya dengan aliran manfaat yang jelas kepada negara.



Persoalan mandek-nya IUPHHK-MHA apabila ditelusuri dan dicermati boleh dibilang hanya perkara sederhana, dimana tata usaha kayu IUPHHK-MHA di Papua tidak diakui karena nomenklatur skema pengelolaan hutan yang digunakan tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam UU-41/1999 tentang kehutanan. Sungguh ironis bukan? UU 41/1999 cenderung membangun dinasti sendiri dan seakan menutup jalan bagi produk hukum setingkat UU No 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus di Tanah Papua sulit di implementasikan.

Sungguh sangatlah kelihatan bahwa pertimbangan politis kepentingan dan kewenangan pengelolaan sumber daya alam masih menjadi alasan kuat bagi pemerintah Pusat yang dalam hal ini Kemeterian Kehutanan untuk terus menunda penetapan NSPK IUPHHK-MHA yang merupakan jembatan harmonisasi antara UU no 41 Tahun 1999 dengan UU No 21 Tahun 2001. Seharusnya pemerintah pusat melihat secara strategis nilai penting dari jembatan ini untuk membangun kembali kepercayaan rakyat Papua tentang kepedulian NKRI memberikan ruang legal bagi orang asli Papua untuk mengelola dan menikmati hasil dari tanah mereka sendiri.

Nah... Mari merenung sejenak dan bertanya, kira-kira sampai kapan NSPK IUPHHK-MHA ini terus di delay proses penetapannya di kemenhut? Dan langkah apa yang mungkin belum di ambil para pihak di Papua yang mendorong isu ini? Negara sebagai rumah dan orang tua bagi rakyat yang merupakan anak-nya harusnya memberikan kesempatan dan bukan memberikan ketidakpastian. Jawaban dan langkah tegas dari Ibu Menteri Kehutanan sangatlah ditunggu untuk mempertegas langkah nyata program preseden Jokowi dari sektor kehutan dan juga komitmen politis Pak Jokowi untuk tetap memberikan ruang yang luas bagi orang asli Papua untuk membangun dan mendapatkan manfaat yang besar di atas tanah-nya sendiri.




Jumat, 03 April 2015

Lesson Learn: Mendorong Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Dengan Skema Hutan Desa di Esania, Kaimana - Papua Barat

Ringkasan,

Belum adanya sebuah model baik bagaimana masyarakat adat Papua mengelola sumber daya hutannya secara legal, terstruktur, terogranisir dalam lembaga bisnis yang baik dan mengadopsi prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari di Indonesia sudah harus dijawab dengan serius. Pertanyaannya adalah apa skema yang pas untuk Papua? 

Tahun 2008 mengacu pada amanat UU no 21 tentang Otonomi Khusus Papua, pemerintah provinsi Papua melalui Dinas Kehutanan dan Konservasi menggagas dan mengembangkan PERDASUS No. 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkalanjutan di Papua DOWNLOAD. Kebijakan ini didesain dengan mengadopsi karakter komunitas di Papua yang kuat dengan klaim adatnya. Namun sayang seiring dengan pemekaran Provinsi Papua menjadi 2 provinsi, PERDASUS ini juga kemudian hanya bisa berlaku untuk Provinsi Papua dan tidak untuk Papua Barat. Menariknya pada tahun yang sama Kementerian Kehutanan mengeluarkan Permenhut 49 Tahun 2008 Tentang Hutan Desa DOWNLOAD yang juga memberikan ruang kepada masyarakat kampung/desa untuk mengelola dan memanfaatkan hutan alam primer yang ada diwilayah mereka. Kebijakan ini kemudian berlaku secara nasional termasuk di Provinsi Papua Barat. 

Ruang legal PERMENHUT 49/2008 tentang Hutan Desa ini kemudian dinilai memberikan peluang bagi masyarakat kampung di Papua Barat untuk mendapatkan legalitas pengelolaan hutannya. 2010 adalah awal diskusi tentang Hutan Desa dibangun di Papua Barat, dan menyepakati Kampung Esania, Kaimana Provinsi Papua Barat sebagai model. Pemilihan kampung ini sebagai model karena proses fasilitasi yang sedang berjalan dibawah supervisi Perkumpulan PERDU dan dukungan The Samdhana Institute. Pra kondisi sosial, teknis dan legal kemudian dilakukan untuk mendapatkan legalitas pengelolaan hutan dan mempersiapkan pengelolaan berbasis masyarakat adat. 

Lantas apa saja yang sudah dilakukan? Bagaimana proses fasililitasi dilakukan? Hasil-hasil apa saja yang sudah dicapai? Tantangan dan pelajaran apa yang didapat selama proses persiapan ini? Tulisan ini secara padat menyajikan catatan perjalanan dan pelajaran dari proses fasiltiasi yang dibangun di Esania. Harapan kami, tulisan ini bisa memberikan informasi penting tentang apa yang sudah dibangun di Esania, untuk selanjutnya menjadi pelajaran bagi wilayah-wilayah lain di Papua Barat yang akan, sedang atau sudah menindaklanjuti inisiatif hutan desa ini. 

Masih ada satu bagian yang akan dikembangkan terkait dengan analisis kelayakan implementasi hutan desa di Papua Barat. Pastinya tulisan ini dibutuhkan untuk melihat apakah Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria  teknis, sosial dan legal yang diamanatkan dalam PERMENHUT 49 Tahun 2008 bisa diimplementasikan di Papua Barat atau tidak. 

Semoga tulisan ini bermanfaat. Kritik, saran, masukan dan koreksi terhadap tulisan ini sangat diappreasi? 


Judul: Mendorong Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Adat di Papua Barat. 
Penulis: Yunus Yumte 
Paper  : 2013


DOWNLOAD

Bahan Diskusi Awal; Apa Tantangan Pembangunan KPH di Papua ?

Ringkasan

Kebijakan desentaralisasi pengelolaan sumber hutan melalui skema KPH menjadi prioritas program kementerian Kehutanan RI. Inisiatif ini sendiri sebenarnya sebuah skema lama yang coba dimodifikasi dengan beberapa isu teknis, sosial dan politis untuk menjawab permasalahan terkini pengelolaan hutan di tingkat tapak yang cukup kompleks. Harapan dan beban besar pun ditaruh di pundak KPH. KPH diharapkan mampu menjadi solusi pengelolaan hutan berkelanjutan dan bermanfaat sekaligus jembatan bagi kepentingan pusat dan daerah. KPH juga secara langsung ditantang untuk meningkatkan nilai manfaat hutan bagi semua aktor kehutanan di daerah dan memastikan bahwa pemerintah akan mendapatkan manfaat besar dari sumber daya hutan yang ada. 

Euforia desentralisasi pengelolaan hutan ini kemudian disambut baik oleh hampir semua provinsi berhutan di Indonesia, termasuk di Papua. Diskusi rancang bangun KPH pun dilakukan sejak tahun 2006 dengan target 76 KPH yang akan mengelola hampir 25 juta ha hutan produksid dan hutan lindung di Papua. 76 KPH ini secara spatial terdistribusi merata di semua landscape Daerah Aliran Sungai di Papua. Tentu tantangan besar menanti semua aktor untuk menjawab konsep yang sudah dibangun ini apakah akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. 

Tulisan ini dibangun untuk menyajikan informasi tentang konsep pembangunan KPH di Papua, Rencana dan perkembangan implementasinya, tantangan yang dihadapi dan langkah-langkah strategis yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh KPH dan para pihak yang ikut mendukungnya. Tulisan ini saya kembangkan berdasarkan pengalaman Samdhana Institute mendukung persiapan implementasi KPHL Biak Numfor. Harapan saya tulisan ini bisa menjadi sebuah referensi berharga untuk KPH di Papua dan juga ditempat lain yang kompleksitas permasalahannya mirip dengan Papua. Kritik, saran, koreksi dan masukan sangat diharapkan untuk penyempurnaan tulisan ini?


Judul: Membangun KPH di Tanah Papua
Penulis : Yunus Yumte 

Kamis, 02 April 2015

Booklet Lapangan: Alat Bantu Komunikasi Pemetaan Wilayah Adat di Papua

Ringkasan

Salah satu tantangan untuk memastikan para pihak menjadi sadar tentang pentingnya pekerjaan pemetaan wilayah adat di Papua adalah dengan menyediakan banyak media komunikasi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman-pengalaman baik di lapangan. Media komunikasi yang baik pastinya secara rinci memberikan informasi tentang kenapa pemetaan wilayah adat penting dilakukan di Papua atau apa manfaat pemetaan wilayah adat ? Bagaimana proses pemetaan? Siapa saja yang harus terlibat? Hal-hal apa saya yang harus dipersiapkan? Sampai dengan apa yang bisa dilakukan setelah satu komunitas adat memiliki peta?

Tulisan ini secara ringkas menyajikan sebuah media komunikasi yang dikemas secara ringkas dan padat berdasarkan pengalaman panjang Samdhana Institute memfasilitasi pekerjaan pemetaan wilayah adat di Papua. Karena yang menjadi target audiens adalah para pihak di Papua, sehingga tulisan ini kemudian dikembangkan dengan menggunakan dialeg khas Papua, tentu dengan harapan tulisan ini secara langsung juga membantu masyarakat adat di kampung untuk memahami esensi penting dari pemetaan dan hasilnya berupa peta wilayah adat. Kritik, saran, masukan dan koreksi yang konstuktif sangat dibutuhkan untuk pemantapan media komunikasi ini.

Tulisan dibagi dalam 3 booklet sebagaimana detailnya dibawah. Saya juga menyajikan link untuk bisa mengungguh ketiga booklet tersebut:
  • Booklet 1. Alat Bantu Komunikasi Pemetaan Wilayah Adat DOWNLOAD 
  • Booklet 2. Persiapan sebelum ke lapangan  DOWNLOAD 
  • Booklet 3. Mau apa setelah pemetaan?  DOWNLOAD 
Penulis: Yunus Yumte
Papee  : 2013



Semoga tulisan ini bermanfaat

Ancaman: Introduksi Nilai Sosial Baru Seiring Dengan Persiapan Implementasi REDD+ di Papua

Dari padatnya kegiatan hari ini kembali ke rumah bersantai dengan Jus Sirsak dan biskuit, tiba-tiba terpikirkan untuk mengembangkan tulisan ini. Beranjak dari renungan pada mandeknya kegiatan dalam kerangka REDD+ di Indonesia seiring dengan dibubarkannya BP-REDD, rangkaian kegiatan fasilitasi masyarakat berlabel 'pengoraganisasi dan penguatan kapaitas', pengelolaan hutan yang sampai dengan kerangka manfaat yang harus diterima masyarkat dan sejenak memikirkan bahwa tanpa sadar sudah banyak dan besar sumber daya yang sudah dikeluarkan untuk mendukung pekerjaan di kampung. Renungan ini kemudian nyangkut pada 2 pertanyaan berikut: (1) apakah yang masyarakat nilai dari kegiatan-kita yang  difasilitasi pemerintah, swasta, NGO/CSO, lembaga gereja atau institusi lain adalah pelajaran penting untuk merubah hidupnya kearah lebih baik ataukah (2) mungkin semua kita yang kita lakukan, semua logistik yang kita bawa, gaya hidup kita adalah hal-hal yang lebih sering dinilai masyarakat yang secara tidak sadar menanamkan nilai sosial baru dalam masyarakat? Bisa jadi keselurah kegiatan yang menurut kita baik, bisa berubah menjadi ancara terutama pada perubahan gaya hidup dan nilai sosial di masyarakat. Keseluruhan ide dibawah bisa dibantah atau diperdebatkan berdasarkan pengalaman masing-masing fasilitator lapangan.



Pengantar

Pengelolaan hutan secara berkelanjutan merupakan target yang diharapkan dalam paradigma kehutanan klasik. Keberlajutan yang dimaksud adalah keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan social. Konsep-konsep ini selanjutnya dikembangkan dalam berbagai mekanisme atau skema pengelolaan sumber daya hutan termasuk peningkatan kualitas hidup masyarakat didalamnya. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir saja sudah banyak skema-skema pengelolaan hutan yang ditawarkan sebagai langkah-langkah yang dinilai baik untuk diimplementasikan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan dan lingkungan serta dianggap mampu mendorong pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakat didalamnya.

Konsep-konsep pengelolaan hutan ini pada dasarnya diarahkan dengan tujuan pembangunan Ekonomi dan kehutanan secara berkelanjutan serta mengurangi kemiskinan pada masyarakat terutama masyarakat yang hidup dan bergantung pada sumber daya hutan. Semua mekanisme pengelolaan hutan ini diimplementasikan oleh Negara secara nasional di seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh penerapan mekanisme-mekanisme ini pada hakekatnya berpengaruh langsung pada tatanan penghidupan masyarakat dan keberlanjutan pengelolaan landscape didalamnnya.

Hampir semua bersepakat bahwa ada banyak ketimpangan-ketimpangan yang sampai sekarang meninggalkan kegagalan-kegagalan pembangunan kehutanan yang belum diperbaiki. Namun dengan kondisi seperti ini, masih tetap muncul skema-skema pembangunan kehutanan baru yang tetap ditawarkan dengan dalil pengelolaan dan perlindungan hutan serta peningkatan kualitas hidup masyarakat. Pengaruh pembangunan ini secara nyata sangat mempengaruhi tatanan nilai sosial dan nilai pemikiran baru yang terus berkembang di benak masyarakat Indonesia. Ada yang menilai baik dan ada pula yang memberikan penilaian yang buruk.


Tanah Papua merupakan salah satu wilayah dari Negara Indonesia ini yang ikut merasakan baik buruknya implementasi berbagai mekanisme-mekanisme pembangunan kehutanan. Namun masalah fundamental yaitu peningkatan kualitas hidup masyarakat dan kemandirian secara ekonomi belum terjawab di Papua. Berbagai program-program pembangunan ini terus berdatangan dengan berbagai pengaruh yang ditinggalkan pada wilayah dan masyarakat adat. Skema yang paling terkenal dan sampai sekarang menjadi pro dan kontrak baik di Internal masyarakat Papua dan para intelektual baik dalam dan luar negeri adalah Otonomi Khusus Papua. Salah satu pengaruh yang ada dalam penerapan berbagai konsep pembangunan ini yaitu introduksi nilai sosial baru dalam kehidupan masyarakat. Pembangunan masyarakat menjadi moto besar orientasi pembangunan di Tanah Papua, namun harus diakui bahwa pembangunan ini memberikan pengaruh lain yang sangat signifikan terhadap tatanan penghidupan yang telah tertata rapi dulunya di Papua.

Isu perubahan iklim yang dihubung-hubungkan dengan pengelolaan hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus bagi Dunia. Sebagian besar ahli lingkungan dan iklim sepakat bahwa kegiatan penebangan hutan dan pembukaan lahan merupakan aktifitas-aktifitas yang ikut mempengaruhi buruknya iklim di Bumi. Dengan latar belakang keterkaitan yang kuat antara hutan dan perubahan iklim sehingga pada COP 13 di bali Desember 2007 muncul ide bahwa pengurangan emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi lahan merupakan langkah penting dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim terhadap penghidupan dibumi. Skema ini kemudian di kenal istilah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation). Skema REDD ini terus berkembang dan menjadi salah satu plihan pembangunan kehutanan termasuk di Indonesia. Indonesia terlibat penuh dalam negosiasi dan pembahasan skema REDD ini di tingkat dunia. Dan Indonesia juga termasuk dalam beberapan Negara berkembang di Dunia dengan hutan yang masih bagus yang masuk dalam wilayah rekomendasi penerapan skema REDD. 

REDD sebagai sebuah usulan skema baru pembangunan kehutanan yang lebih diarahkan pada pengurangan laju deforestasi dan degradasi apabila diimplementasrika di Papua tentunya akan memberikan pengaruh tersendiri bagi penghidupan masyarakat di Papua. Pangaruh disini bisa bersifat baik dan bisa pula bersifat buruk, hal yang paling mendasar adalah kemampuan mengontrol setiap informasi dan ikut menjaga perubahan yang lebih stabil dengan nilai manfaat yang besar kepada masyarakat.


Pelaksana Skema Pembangunan Kahutanan di Papua

Sebuah pertanyaan menarik perlu dilontakan untuk membatasi jendela berpikir kita terkait aktor/implementator pembangunan yaitu siapakah pelaksana skema-skema pembangunan kehutanan di Tanah Papua selama ini? Setiap skema pembangunan baru di Papua yang ditawarkan dalam rangka menjawab permasalahan pembangunan tentunya tidak akan berjalan tanpa peran berbagai pihak. Pihak disini tidak didefinisikan pada batasan pemerintah (Government) saja, namun lembaga non-pemerintah local/nasional/international (NGO), Lembaga Agama dan sector swasta (Privtae Sector). Umumnya keempat pihak ini merupakan actor utama dalam pembangunan di Tanah Papua termasuk isu pembangunan masyarakat. Peran pihak-pihak ini cukup beragam sesuai dengan fungsinnya yang kesemuannya bertujuan dalam rangka mempersiapkan dan  mengimplementasikan konsep-konsep pembangunan ini secara adil dan benar. Dalam kurun 10 tahun terakhir di Tanah Papua ada skema Otonomi Khusus yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Tanah Papua sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat Papua. Dimana mereka menunutut adanya kemerataan dan kesetaraan pembangunan. Semua pihak-pihak sangat berperan aktif dalam mendukung pembangunan yang memberikan perubahan seperti yang diharapkan dalam amanat OTSUS-Papua. Akhir-akhir ini baru mulai muncul ide untuk menempatkan masyarakat selain sebagai objek juga sebagai pelaksana pembangunan.

Peran setiap aktor pembangunan ini dari tahun ke tahun terus meberikan perubahan-perubahan pada pembangunan fisik dan pembangunan manusia di Papua. Pemerintah dipandang sebagai aktor utama dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawal setiap proses pembangunan di daerah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir mulai mengaung skema REDD yang sedang dibahas dan belum pasti implementasinya, ketiga aktor diatas tidak tinggal diam untuk melakukan langkah dukungan maupun penolakan implementasi skema ini. Tanah Papua sendiri menjadi salah satu nominator yang diusulkan sebagai salah satu site untuk mengimplementasikan skema REDD ini di Indonesia. Dengan pengakuan bahwa sumber daya alam yang kaya dan mengalami keterancaman oleh aktifitas investasi besar serta kekayaan hutan yang merupakan paru-paru bagi dunia dalam rangka menjaga kestabilan iklim bumi tanah Papua mulai dipandang sebagai salah satu wilayah yang perlu diproteksi. Semua aktor-aktor pembangunan mulai mengambil perannya. Pemerintah, NGO atau Pihak Swasta tidak tinggal diam, mereka secara aktif mengambil perannya masing-masing dimana telah banyak negosiasi, dan tahap persiapan dalam rangka mengahadapi isu ini di tanah papua yang mulai dan sedang di laksanakan. Mereka secara aktif merangcang program-program kerja dengan sebuah target bahwa skema REDD ini akan berjalan baik ketika diimplementasikan nanti.

Actor pembangunan ini secara aktif melakukan identifikasi terhadap masalah-masalah yang perlu segera dibenahi, mengidentifikasi ancaman dan peluang implementasi skema REDD ini di Papua. Melakukan kajian-kajian kelayakan dan pengukuran-pengukuran  lain yang dibutuhkan dalam rangka mendukung kelengkapan data dan informasi sebagai sebuah prasyarat dalam skema REDD ini. Pemerintah daerah secara aktif membentuk tim kerja yang bersama mempromosikan potensi hutan tanah Papua dan keterancamannya. NGO-NGO secara aktif menyuarakan isu kepastian hak-hak atas tanah dan wilayah yang akan menjadi objek dalam mengimplementasikan skema REDD ini. Pihak swasta baik yang diluar maupun yang di dalam negeri secara terbukan menyatakan kesiapannya untuk mendanai implementasi progam ini.

Dalam beberapa implementasi pembangunan, masyarakat diikutsertakan sebagai implementator dan bukan sehingga bisa disimpulkan bahwa ada sekitar 4 pihak utama yang mengambil peran penting dalam pembangunan di Papua yaitu Pemerintah (Government), Lembaga bukan pemerintah (NGO), sector swasta (Private sector) dan Masyarakat (Community). 

Peran NGO Bagi Pembangunan di Tanah Papua

Pembangunan di Papua yang dinilai membutuhkan banyak perhatian dan intervensi dari beragam pihak menjadi dorongan tersendiri bagi semua actor pembangunan untuk ikut ingin membantu dalam menjamin pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas pembangunan dan hidup masyarakat yang lebih baik. Selain pemerintah Daerah yang secara mendasar melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, juga aktif membantu lembaga-lembaga bukan pemerintah yang merasa terpanggil dan tertarik dengan beberapa isu pembangunan penting di Tanah Papua. Harus diakui bahwa keterbatasan yang dimiliki Tanah Papua terutama sumber daya manusianya dalam mengelola apa yang dimiliki termasuk bagaimana secara aktif bekerja menjawab isu-isu dan masalah-masalah penting di tanah ini belum bisa mencukupi. Sehingga perhatian dan bantuan dari pihak lain dari luar tanah ini dianggap penting untuk mendukung target pembangunan berkelanjutan.

Salah satu pihak yang selama ini aktif untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di Papua adalah lembaga-lembaga non-pemerintah (NGO). Banyak NGO dengan berbagai concern secara kontinyu memberikan dukungan pelaksanaan pembangunan di Papua. Ada NGO yang lahir dan berasal dari Tanah Papua sendiri dan ada pula lembaga-lembaga luar Tanah Papua baik level Nasional maupun Internasional yang secara aktif selama ini ikut membantu pembangunan di Papua. Harus diakui dengan kondisi Tanah Papua yang kaya akan sumber daya alam dengan kekhasan kultur dan budaya menjadi surga tersendiri bagi kelompok-kelompok NGO yang selama ini bergerak pada isu lingkungan dan masyarakat.  

Isu lingkungan, pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan kepastian jaminan hak dasar masyarakat serta peningkatan kualitas hidup masyarakat di Tanah Papua merupakan sebuah pintu masuk yang lebar bagi berbagai komunitas NGO untuk ikut mengambil peran dalam pembangunan di Tanah Papua. Meskipun secara umum dari mereka memiliki batas waktu dalam melakukan sebuah kegiatan dengan target tertentu. Program kerja yang dilaksanakan pun bervariasi termasuk objek yang menjadi perhatian setiap lembaga. Hasil kerja NGO-NGO ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan perubahan-perubahan pada objek yang menjadi concern-nya. Misalnya sebuah NGO konservasi melakukan kajian pada wilayah-wilayah dengan nilai konservasi tinggi, secara langsung memberikan rekomendasi pada bagaimana perlindungaan wilayah-wilayah tersebut dengan meminta masyarakat untuk ikut menjaganya, namun dengan menjaga sumber daya ini, secara langsung ruang akses masyarakat untuk memanfaatkan hasil didalamnya akan menjadi berubah termasuk pemahaman terhadap tata nilai dari kawasan bernilai konservasi tinggi tersebut.

Signifikansi dari peran NGO-NGO di Papua membuat keberadaannya dalam lingkungan kerja di Papua menjadi bagian penting dalam pembangunan termasuk pembangunan masyarakat. Dalam 20 tahun terakhir harus diakui bahwa keikutsertaannya dalam pembangunan di Papua telah memberikan banyak perubahan. NGO-NGO yang bekerja di Papua secara langsung maupun tidak langsung ikut mengambil peran dalam pembangunan masyarakat dan perubahan beberapa tatanan nilai baru di internal masyarakat. sadar atau tidak sadar semua aktifitas dan pelengkap mendukung aktifitas memberikan nilai tersendiri yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Sampai sekarang NGO-NGO di Papua, baik lokal, nasional maupun internasional bersama pemerintah Pusat, Propinsi dan Daerah secara aktif ikut mendukung berbagai skema pembangunan yang ada di Tanah Papua. 

Untuk isu lingkungan sendiri sekitar lebih dari 20 NGO yang secara aktif terlibat untuk menyuarakan dan berkontribusi dalam pekerjaan didalam isu dan objek lingkungan ini.
Isu perubahan iklim dan skema REDD yang ditawarkan sebagai sebuah pilihan untuk langkah mitigasi perubahan iklim dengan menominasikan tanah Papua sebagai salah satu site untuk mengimplementasikan skema ini tidak terlepas dari peran NGO. Bahkan NGO-NGO lingkungan dan masyarakat sampai sekarang dan beberapa tahun kedepan akan secara aktif mendukung persiapan implementasi skeme ini di Tanah Papua. Keterbatasan yang ada di Tanah Papua dipandang sebagai sebuah ancaman apabila tidak ada kesiapan yang baik untuk melaksanakan skema pembangunan perubahan iklim ini. 


Potret Singkat Penghidupan Masyarakat Papua

Telah banyak sosiolog dan antropolog yang melakukan kajian dan mengungkapkan fakta-fakta dan informasi tentang penghidupan di Tanah Papua. Termasuk bagaimana pola hubungan ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam di sekitar mereka. Kajian-kajian bahkan ulasan cerita singkat kegiatan ini terus membuka jendela pengetahuan tentang penghidupan di Tanah Papua. Hampir sebagian besar para pengkaji dan semua pihak sepakat bahwa ada hubungan yang erat antara penghidupan masyarakat di Tanah Papua dengan sumber daya alam yang mereka miliki. Dimana hampir semua kajian penghidupan masyarakat di Papua menyimpulkan bahwa hutan mengambil peran penting dalam penghidupan masyarakat. Selain hutan hasil pertanian dan perikanan (laut dan darat). Ketergantungan ini berlangsung cukup lama bahkan sampai sekarang hutan, lahan kebun (pertanian) dan sungai/laut merupakan bagian penting dari penghidupan masyarakat Papua.

Pola penghidupan masyarakat Papua, sebagian besar masih tradisional. Aktifitas-aktifitas seperti berburu, meramu, mengumpulkan hasil alam yang ada secara alami dan mengolah lahan untuk berkebun tradisional masih menjadi aktifitas utama bagi sebagian besar masyarakat terutama mereka yang hidup di Kampung. Esktraksi sumber daya alam masih menjadi pilihan utama bagi mereka untuk hidup. Sedikit pergeseran hanya dirasakan didaerah perkotaan dimana sebagian dari mereka ada yang menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai PNS atau pekerja-pekerja lain yang bisa di akses di kota dengan kemampuan yang mereka miliki. Pergeseran ini secara sadar harus di akui merupakan efek dari pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh actor-aktornya secara khusus memberikan dampak pada munculnya sebuah nilai baru dalam penghidupan masyarakat. Beberapa kajian menarik tentang penghidupan masyarakat dan hubungannya dengan sumber daya alam secara baik menjelaskan hubungan ini termasuk ketergantung sumber cash dan non-cash masyarakat Papua di dalam dan sekitar hutan. Fakta menunjukan orang Papua secara dominan mengambil peran dalam kegiatan ekonomi hanya pada pasar-pasar tradisional, dimana mereka umumnya hanya menjual hasil kebun dan hasil alam lain yang mereka punya/kumpulkan. Hutan, sungai dan kebun merupakan dapur dan pabrik alam yang selalu menjadi harapan utama dalam menjamin keberlanjutan kahidupan masyarakat. 

Masyarakat Papua merupakan masyarakat yang sedang hidup dalam sebuah transisi peradaban dalam waktu yang singkat dari kehidupan berburu, meramu, mengumpulkan makan dan berladang menuju sebuah penghidupan modern yang kompleks, yang tidak pernah diketahuinya sebelumnya. Hal ini sangat jelas bahwa mereka secara umum belum mampu secara cepat beradaptasi dengan berbagai konsep pembangunan dan berbagai hal baru yang dialami sekarang. Perubahan ini merupakan pengaruh dari pembangunan modernisasi yang begitu cepat pada saat yang tidak seimbang dengan pergerakan perubahan pembangunan dalam pola penghidupan ekonomi yang stabil. Gambar sebelumnya merupakan salah satu contoh hasil analisi penghidupan masyarakat yang kami temukan berdasarkan hasil penerapan Alat bantu pengaitan kemiskinan-hutan (Forest-Poverty Toolkit)[1], dimana secara scientific dan statistic menunjukan penghidupan masyarakat di Kampung Esania ini lebih dari 80% bergantung pada sumber daya alam. 

Hasil Anasilis Hubungan Antara Penghidupan Masyarakat dengan Sumber Daya Hutannya


Secara culture, masyarakat Papua merupakan kelompok masyarakat yang hidup dibawah sturktur dan aturan adat yang secara turun temurun dipegang dan dihormati. Nilai-nilai sosial dan adat telah muncul dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup mereka. Nilai-nilai adat ini sebagian diantaranya yang mengatur tata kelola sumber daya alam masyarakat dan pola hubungan komunikasi dan interaksi antara masyarakat dengan masyarakat dan dengan pihak luar. Termasuk nilai-nilai sosial yang berkembang untuk menghargai makanan-makanan khas sebagai bagian dari identititas budaya.


Sagu, ubi-ubian, sayuran hutan, hewan buruan (Babi, Rusa, Kus-Kus) ikan, udang, dan makanan lain, merupakan nilai sosial tersendiri dalam penghidupan masyarakat Papua. 

Pengaruh Pembangunan Terhadap Tata Nilai Sosial di Papua

Perubahan kearah yang lebih baik merupakan harapan dari sebuah proses pembangunan. Proses pembangunan sendiri memiliki dampak yang luas terhadap sistem dimana proses tersebut di aplikasikan. Dampak yang muncul tidak serta merta dipandang sebagai sebuah pencapaian maksimal. Bahkan perubahan yang diukur dengan kriteria dan indikator yang telah ditetapkan belum bisa secara sah dianggap sebagai sebuah ukuran mutlak dalam capaian tersebut. Pembangunan masyarakat merupakan aktifitas atau program yang sangat dinamis untuk diukur capaiannya. Dimana perubahan tatanan nilai serta teradopsinya sebuah nilai sosial baru dalam masyarakat merupakan sebuah dampak terbesar dari sebuah proses pembangunan. 

Perubahan yang muncul sebagai akibat dari pembangunan tidak hanya dilihat dalam bentuk fisik sarana-prasarana saja, tetapi secara nyata pada perubahan nilai dan pola hidup masyarakat. Tidak bisa di sangkal lagi bahwa telah terjadi banyak perubahan pada tatanan penghidupan di Papua, terutama perubahan pada masyarakat sebagai akibat dari pembangunan. Selama proses transisi peradaban ini, masyarakat Papua telah mengalami banyak sekali metamorfosis nilai sosial dan pola penghidupan. Sebagai contoh pembangunan dengan konsep ekonomi modern dengan diperkenalkan pasar sebagai tempat menukar uang dengan barang/jasa dan uang sebagai alat tukar umum, telah mendogma pikiran sebagian besar masyarakat bahwa uang merupakan arah hidup. Sehingga sebagian besar masyarakat mengubah pola pemenfaatan sumber daya alamnya dari subsisten untuk keperluan konsumsi harian keluarga ke proporsi yang lebih besar pada peningkatan pendapatan uang tunai keluarga. Sebagian bahkan menawarkan jasa dari apa yang mereka miliki untuk mendapatkan uang tunai.

Beberapa perubahan lain yang mencolok adalah pada pola konsumsi masyarakat dimana ada pergeseran pada beberapa pangan lokal ke pangan impor yang belum bisa diproduksi sendiri oleh masyarakat Papua. Sebagai contoh, sagu yang selama ini menjadi pangan lokal beberapa masyarakat telah mengalami pergeseran akibat program beras murah (beras untuk rakyat miskin). Pemerintah sendiri berperan sebagai actor yang memberikan beras kepada  masyarakat sebagai pangan di kampung. Contoh lain: ditemukan fakta  bahwa sebagian  besar masyarakat lebih memilih untuk menjual Ubi dan Sagu yang merupakan sumber karbohidrat mereka selama ini hanya untuk membeli beras. Dan mereka menjual sayuran segar, ikan dan udang, dan membeli ikan kaleng mie-intant dan rokok untuk dibawa kembali ke Kampung.

Perubahan lain muncul pada pemberian nilai sosial terhadap sesuatu, sebagai contoh:  penetapan ukuran kesejahteraan keluarga di kampung dulunya untuk pandangan orang di Papua, mereka yang masuk dalam kategori kaya atau mampu adalah panglima perang yang memiliki tanah yang luas, hewan peliharaan (babi) yang banyak, atau dibeberapa tempat seperti di Wamena; mereka yang dianggap kaya adalah mereka para lelaki yang memiliki istri lebih dari 2. Namun indicator ini sudah bergeser dan terkikis, dimana untuk ukuran sekarang apabila kita bertanya siapa yang paling kaya atau sejahtera di Kampung, masyarakat secara umum menjawab meraka yang mampu pergi ke kota karena punya sara trans­­­­­­portasi modern dan mampu membelanjakan uangnnya untuk membeli perlengkapan elektronik, dll. 

Sebagian orang berpendapat bahwa dengan adanya pemerataan pembangunan di Papua, termasuk didalamnya pembangunan sarana prasarana akan mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat yang lebih baik. Peningkatan kualitas hidup ini lebih dianalogikan dengan kemampuan masyarakat mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang baik serta memiliki pendapatan rumah tangga yang stabil bahkan meningkat setiap tahunnya. Lalu terbukanya aksesibilitas dan kejelasan status wilayah dianggap sebagai sebuah kunci pembangunan yang transparan dan menghargai hak-hak masyarakat sebagai pemilik wilayah tersebut, namun faktanya bahwa transparansi ini menimbulkan sebuah dampak baru dalam masyarakat yang belum mampu secara baik mengerti manfaat dari kejelasan tersebut. Lapangan pekerjaan yang tersedia manjadi pertanyaan tersendiri bagi masyarakat. Pertanyaannya adalah siapa yang akan mampu secara mudah mendapatkan kesempatan kerja ini?

Beberapa pertanyaan kritis keluar “siapakah yang diuntungkan dari proses pembangunan di Papua yang digaungkan dengan ide pemerataan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat?” Apakah setiap actor/pelaksana pembanguan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan di Papua? Apakah hasil pembangunan menunjukan peningkatan kualitas hidup manusia Papua yang setara dengan tempat lain di Indonesia? Apakah setiap skema pembangunan yang persiapannya baik memberikan dukungan terhadap kelestarian tata nilai sosial masyarakat terutama hukum dan aturan adat yang berlaku dalam masyarakat, serta mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat yang menjadi objek pembangunan? Dan apakah pengelolaan sumber daya alam yang merupakan dapur bagi masyarakat Papua mampu memberikan manfaat yang besar bagi penghidupan masyarakat? Rentetan pertanyaan ini yang perlu menjadi perhatian tersendiri untuk melihat pengaruh dari pembangunan terhadap penghidupan masyarakat Papua.

Pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana serta beberapa bantuan-bantuan sosial yang diberikan kepada masyarakat merupakan beberapa perubahan yang secara fisik dapat dilihat oleh mata serta dapat diukur dengan nilai-nilai tertentu termasuk nilai ekonomisnya (uang). Namun perubahan kearah bagaimana masyarakat itu secara mandiri mampu untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk mendukung penghidupannya belum secara optimal kelihatan. Sebagian besar masyarakat Papua adalah konsumen terhadap setiap produk-produk pasar yang beredar. Bantuan-bantuan sosial serta beberapa progam pembangunan non-fisik yang turun ke masyarakat secara signifikan merubah tatanan nilai sosial yang telah tumbuh dan berkembang di masyarakat. Sebagian masyarakat bahkan menjadi malas dan tetap berharap akan mendapatkan bantuan yang banyak dari pemerintah. Namun harus diakui bahwa keuntungan terbesar berupa peningkatan pendapat dirasakan oleh implementator pembangunan itu sendiri. 

Pengaruh Impelmentasi Pembangunan Terhadap Penghidupan Masyarakat Papua

Secara sadar telah ditemukan fakta bahwa telah terintroduksi budaya, nilai social, dan tatanan kehidupan baru sebagai akibat dari perkembangan pembangunan sudah sangat mempengaruhi dan mengikis pola penghidupan dan pola ketergantungan terhadap sumber-sumber penghidup yang selama berabad-abad berkembang. Secara jelas dilapangan terkuak fakta bahwa sebagian besar perubahan ini terjadi karena aktifitas pembangunan ini melalui peran berbagai actor baik langsung maupun. Perubahan ini ada yang bersifat membangun namun ada yang menimbulkan pengaruh yang negative pada tatanan penghidupan masyarakat yang baru.

Fakta menujukan bahwa masyarakat Papua telah terjebak dalam pola konsumerisme yang cukup tinggi, dengan perubahan pembangunan yang sangat cepat dan masuknya nilai-nilai social serta fakta lain yang baru sudah menggeser sedikit pola penghidupan masyarakat yang lama. Lihat gambar disamping, ini merupakan salah satu fakta nyata dimana Mie instant sudah menjadi sebuah makanan masyarakat, bahwa sayuran terkadang menjadi pilihan berikut apabila ada mie dirumah masyarakat.
Fakta lain terkait perubahan pada nilai social masyarakat yaitu adalah pada penetapan ukuran kesejahteraan keluarga di kampung dulunya untuk pandangan orang di Papua, mereka yang masuk dalam kategori kaya atau mampu adalah panglima perang yang memiliki tanah yang luas, hewan peliharaan (babi) yang banyak, atau dibeberapa tempat seperti Wamena yang kaya adalam mereka para lelaki yang memiliki istri lebih dari 2. Namun indicator ini sudah bergeser dan terkikis, dimana untuk ukuran sekarang apabila kita bertanya siapa yang paling kaya atau sejahtera di Kampung, masyarakat secara umum menjawab meraka yang mampu pergi ke kota karena punya sara trans­­­­­­portasi modern dan mampu membelanjakan uangnnya untuk membeli perlengkapan elektronik, dll. Lihat tabel berikut, ini adalah beberapa indikator, yang sekarang menjadi ukuran kesejahteraan di Kampung. Semua nilai social dan tatanan penghidupan baru ini muncul karena adanya pengaruh dari hasil pembangunan dan dari interaksi antara masyarakat dengan actor/pelaksanaan pembangunan.



Kenapa Kegiatan Persiapan REDD Selama ini Dianggap Menjadi Ancaman Terhadap Introduksi Nilai Sosial Baru Pada Masyarakat di Kampung?

Isu REDD bahkan REDD++ menjadi isu hangat yang terus dibahas oleh semua pemangku kepentingan, baik internasional, nasional, daeran bahkan sudah sampai ke masyarakat Adat. Banyak yang berkepntingan dan berusaha untuk terlibat aktif dalam setiap proses persiapan REDD ini. Begitu juga di Papua, berbagai rangkaian kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, maupun NGO sudah dilakukan diberbagai level bahkan ditingkat masyarakat, informasi tentangg REDD ini pun telah dikemas sesederhana mungkin dan disampaikan dalam bahasa yang lebih sederhana kepada masyarakat. Bahkan sudah banyak muncul statement di daerah bahkan kampung mengenai dukungan maupun penolakan terhadapa isu ini.

Namun terlepas dari itu semua, ternyata pada rangkaian kegiatan yang dilakukan ini ada nilai lain yang berkembang di masyarakat dan muncul sebuah pemikiran-pemiran baru yang lebih mengarah pada keingginan untuk sama atau memilki hal yang sama dengan para actor yang datang untuk mendukung persiapn REDD ini di kampung. Berikut sedikit fakta menarik yang ditemukan selama kegiatan lapangan dalam kurun waktu 2009 – 2013: 
  • Pola konsumsi: Tim lapangan selalu membawa supermi, beras, teh, kopi, rokok dan Ikan kaleng, bahkan air kemasan ke kampung. Dan umumnya dari masyarakat selalu hadir dan diberikan sajian ini. Pada dasarnya orientasi tim lapangan adalah semua ini untuk logistic dan bahan kontak di lapangan, namun fakta berbicara lain beberapa produk diantaranya menimbulkan ketergantungan misalnya supermi, beras, kopi, teh dan rokok masyarakat sering datang dan meminta beras ke Tim, mereka sudah tidak lagi mengolah lahan mereka untuk menanam Ubi-Ubi atau ke hutan sagu mengekstrak sagu. Sebagian dari mereka hadir dalam pertemuan-pertemua kami hanya untuk rokok dan kopi. (Lihat tabel selanjutnya) 
  • Keseringan tim lapangan menceritakan kondisi kehidupan dikota yang indah-indahnya, sehingga ini menjadi pendorong masyarakat untuk ingin merasakan suasana kota. Tidak jarang ada yang minta ikut ke kota. Serta tidak jarang cara berpakaian tim lapangan menjadi daya tarik tersendiri, sehingga ditemukan bahwa ada salah satu masyarakat yang turun ke kota hanya untuk membeli pakaian dan sepatu seperti yang dimiliki tim lapangan. 
  • Orientasi tim lapangan umumnya lebih pada pencapaian hasil kerja yang ditetapkan tidak pada aspek pendidikan kepada pada lelaki kampung untuk kurangi merokok. Bahkan rokok selalu identik dengan bahan kontak untuk membuat suasana diskusi lebih lancar. Tetapi beberapa kasus yang terjadi bahwa rokok juga dikonsumsi oleh Ibu-Ibu bahkan anak-anak kecil pun ikut merokok merokok. 
Pengelolaan hutan yang baik diharapkan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat tetapi juga manfaat sosial kepada masyarakat. Juga memastikan bahwa mereka tidak terjebak pada shock social value yang akan berdampak negative kepada mereka. Sebagian besar dari mereka dengan pendidikan dan pengetahuan yang rendah adalah yang rentan dengan pengaruh nilai baru seperti ini. REDD perlu dipandang dalam konteks sosial yang juga lebih dalam sekaligus memberikan warning kepada mekanisme pengelolaan hutan yang lain dan gaya semua aktor pembangunan menjalankan program pemberdayaannya. 

Silahkan dibantah? :-). 





 Tabel  Contoh Daftar kebutuhan logistic Tim selama kegiatan di Gaka dan Tairi