My Ideas and Stories About PAPUA

Making the rich and beautiful resources in Papua become the social economic strength for Papuan has become the long home works. Many people believe that the early start to find the answer is by understanding how Papua looks like, their communities and their special strength. And it can be realize by directly in touch with them. This blogs provides you chance to touch and gets insight ideas, trends and stories about Papua.
  • Stories About Beautiful Papua

    Every Single Place In Papua Have Its Stories To Be Shared To Build Other People Understanding About This Island

  • The Last Frotier Primary Forests

    With 42 Million ha of forests, Papua play crucial rules in Indonensia forests development targets.

  • Women and Natural Resources

    Forests or land right are not only about Man. So understanding the roles women and the impact of forests changes to women are also crucial

  • Our Traditional Value

    Papuan Community Have Been Living for Centuries with Their Knowledge and Wisdom in Managing Natural Resources and Practice Best Conservation

  • For Papuan Generation

    Every Works We Do Now Must Be Dedicated To The Future Papuan Generation

  • Dependency to Forests Resources

    Practicing Good Forests Governance in Papus About Understing the Right of Indigenous People and Their Dependency to Natural Resources

  • All Are Wonderful

    You Will Get Good Scene That You May Not Able Somewhere Else - Only In PAPUA

  • Bitter Nut Is Papuan Favorit Gums

    Bitter Nut or In Papua We Call 'Pinang' Is The Local Gum You Can See In Every Corner of the Cities. Papuan People Love To Chewing It. Sometime People Consider It As Contact Material When You Travel to The Village

  • Papuan Traditional Conservation Practices

    For Centuries, Papuan Has Practicing Local Wisdom to Sustainaible Use of Natural Resources. They Have Traditional Education System to Teaching Them How To Interact With Human, Spiritual Power and Understanding The Words Of Nature

Kamis, 25 Mei 2017

Ketika UU Kehutanan Dinilai "Menjegal" Pelaksanaan UU Otonomi Khusus Papua


6 Tahun Perjuangan Membangun Kesetaraan

Sudah hampir 6 Tahun pasca di tetapkan oleh Gubernur Provinsi Papua, nasib 5 Koperasi IUPHHK-MHA Model di Provinsi Papua yang disusun dengan semangat tata kelola hutan lokal dalam kerangka Otonomi Khusus Papua (UU No 21 Tahun 2001) masih tidak jelas karena digantung dengan "pengemisan" tak berujung ke Kementerian Kehutanan RI untuk mendapatkan Norma Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan Adat di Provinsi Papua. Ironi tentunya ketika masyarakat adat Papua yang secara de facto adalah pemilik tanah adat dan dengan niat baik ingin mengelola hutan dengan prinsip-prinsip yang benar dan legal dihambat tanpa jastifikasi yang jelas dari kementerian kehutanan. Disaat bersama Negara dengan lancarnya memfasilitasi konsesi-konsesi kehutanan skala besar milik para "kapitalis" memanfaatkan sumber daya hutan di Papua dalam luasan yang besar. Pengembangan Perdasus 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua secara jelas menegaskan apa yang negara mimpikan untuk membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Provinsi Papua bahkan sudah berpikir lebih dulu untuk mewujudkan amanat UU 41/1999 BAB IX dan BAB X Tentang Peran Serta Masyarakat dalam Kehutanan di Indonesia. Tentu belajar dari bagaimana membangun tata kelola hutan yang baik, terkontrol dan bermanfaat semua perangkat legal sampai ke level teknis pelaksaan pengelolaan dibangun di sediakan oleh Papua sebelumnya rancangan mengenai konsep-konsep PERHUTANAN SOSIAL muncul di Kementerian Kehutanan.

Lihat juga: http://tapakbatas.blogspot.co.id/2014/08/urgensi-penerapan-svlk-terhadap.html

Namun apa boleh dikata, memiliki kekhususan pengaturan Hutan Papua yang juga diperoleh Papua setelah perjungan panjang menuntut kesetaraan belum juga bisa berjalan sebagai mimpi para orang Papua yang sudah dikirim pulang ke rumah bapa di Sorga. "Sang Kakak" UU 41/1999 Tentang Kehutanan nampaknya masih belum legowo melihat "Sang Adik" UU 21/2001 yang baru lahir 2 tahun kemudian untuk lebih kuat dan berjalan sekalipun secara legal yuridis "Sang Adik" sudah menunjukan bahwa dia sudah siap untuk mandiri dan ingin berbuat sesuatu untuk mengharumkan nama NKRI. Pertanyaan panjang pun muncul, bagaimana Negara terutama para forester di Kementerian Kehutanan RI melihat Papua? Apa sech yang menghambat kepala mereka untuk mengakui bahwa salah satu cara mewujudnyatakan "Kebhinekaan Tunggal Ika" yang dibangun pendiri bangsa Indonesia adalah dengan memberikan kesempatan dan mendukung Papua dengan kekhususanya menjalankan amanat pembangunan kehutanan Indonesia untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera? Apa yang sebenarnya di takutkan oleh Institusi Kehutanan Tertinggi di NKRI dan Para tokoh di Jakarta ketika orang Papua mununjukan kemampuannya merancang sampai mengelola hutan dengan baik? Apakah kemudian mereka masih tetap ingin "mengkoservasikan" rasa sakit hati dan ketidakadilan yang lama muncul dan menjadi latar belakang munculnya Otsus di Papua? Hmmmmm....... Hanya mereka di Gedung Manggala Wanabhakti dan TUHAN YANG MAHA ESA yang tau.


Berbagai Kajian teknis, sosial, legal dan antropologis mendukung bagaimana PERDASUS 21/2008 Tentang Pengelolaan Hutan Lestari di Provinsi Papua sangatlah layak dan tepat untuk diimplementasikan di Papua dengan kuatnya klaim hak tanah yang diatasnya Hutan dan segala isi-nya tumbuh. Bahkan kajian di tahun 2012 dan 2013 yang dilakukan untuk melihat kesesuaian VLK nasional dengan verifier teknis implementasi Otsus Papua sangatlah sesuai dan tidak bertentangan yang menurut pakar produksi hasil hutan tidak ada alasan selain putusan politis kepentingan tertentu untuk menghambat PERDASUS ini untuk dijalankan. Diskusi dan diskusi dilakukan, lobi tingkat tinggi pun ditempuh apa daya harapan dan semangat itu belum juga terwujud karena NSPK yang dirancang sebagai jembatan 'tali kasih' antara OTSUS PAPUA dengan UU Kehutanan tidak juga tersambung, bahkan semakin parah rusaknya seiringnya tidak di indahkannya usulan Papua untuk mendapatkan PermenLHK Khusus tentang NSPK Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua.

Apakah Hutan Adat Menjadi Jembatan baru Pengganti NSPK?

Disaat para rimbawan di Papua sedang menunggu kapan KLHK akan menjawab permintaannya, perkembangan konsep dan regulasi terkait perhutanan sosial yang didalamnya juga kemudian muncul konsep MHA yang mirip dengan bagaimana Papua telah merancang dan menyiapkan kerangka pengelolaannya. PermenLHK 32/2015 Tentang Hutan Hak yang kemudian di paketkan dalam PermenLHK 83/2016 Tentang Perhutanan Sosial muncul merangkum semua konsep dan kerangka pikir dan perjuangan nasional masyarakat untuk memiliki dasar hukum kuat dalam pengelolaan sumber daya hutan diwilayahnya. PermenLHK 32/2015 Tentang Hutan Hak didalam penjabaran kurang lebih merefleksikan kerangka pikir dari Perdasus 21/2008 dan Perdasus 23/2008 di Provinsi Papua yang keduannya berbicara tentang pengkuan hak adat dan kerangka legal pengelolaan sumber daya hutan dan tanah berbasis hak masyarakat adat. Namun apakah pemerintah Provinsi Papua dan Masyarakat Adatnya akan siap menerima payung hukum baru ini yang lebih menintikberatkan pada cakupan nasionalnya tentang Hutan Hak dan Hutan Adat? Ataukah tetep melihat bahwa cara Papua adalah berbeda dan konsep yang sudah didisaign didalam Perdasus 21/2008 adalah yang pas dan tepat bagi Papua?

Mungkin bisa dibilang ini bukan lagi persoalan teknis dan subtansi yuridis dari regulasi yang sudah diatur, tetapi lebih ke perjuangan ideologi dan psikologis dari bagaimana pemerintah menghormati kekhususan yang sudah diberikan dan membantu wilayah-wilayah seperti Papua dan Aceh mendapatkan perlakuan yang sama seperti Jogjakarta yang bertitle "Daerah Istimewa" dengan perhormatan terhadap sultan dan tata krama-nya.

Terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa hadirnya Hutan Adat adalah jembatan yang harus dipakai di Papua karena konteks normatif yang baru pada level penegasan 'status' dan penjabarannya ke tingkatan 'pengelolaan berdasarkan fungsi'. Pada titik ini, kementerian Kehutanan harusnya mengakui dan mendukung Papua yang sudah lebih maju mempersiapkan kerangka legal tidak hanya pada 'status' tetap norma, standar, prosedur dan kriteria teknis unguk 'pengelolaan berbasis fungsi' sebagaimana Amanat UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Sekitar 8 Pergub Teknis yang telah dikeluarkan di Papua merupakan alat kontrol dan verifier tentang bagaimana skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat adat di Papua ini akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip legalitas dan keberlanjutan pengelolaan hutan di Indonesia. Dibandingkan dengan Hutan Adat yang penjabaran detail pelaksanaan implementasi pengelolaan berbasis fungsi masih terus diperdebatkan dan didiskusikan di tingkat nasional. Kecenderungan yang ada sekarang adalah tentang kembali ke gaya lama untuk tetap memberlakukan masyarakat adat secara nasional untuk mengikuti norma-norma dan aturan teknis pengelolaan hutan berbasis fungsi yang sudah dikembangkan oleh Negara. Hutan Adat sendiri belum tegas memberikan pembagian urusan antara pusat dan daerah pada tata pengelolaan sehingga masih banyak yang bertanya kerangka pengelolaan hutan yang didesain oleh KLHK untuk hutan adat sendiri dimana fungsi hutan tetap melekat di dalamnya.

Baca juga: http://tapakbatas.blogspot.co.id/2014/08/pintu-terbuka-untuk-perjuangan-panjang.html

Menjaga dan Menjalankan Amanah Cita-Cita Pembangunan Kehutanan Indonesia 

Buku yang dicetak IPB Forci Development Tahun 2013 "Kembali ke Jalan Lurus; Kritik Penggunaan Ilmu dan Praktek Kehutanan" dengan Editor Prof Hariadi Kartodihardjo bisa menjadi rujukan untuk menemukan jawaban bagaimana kesalahan dan pembengkokan jalan arah pembangunan kehutanan Indonesia yang didalamnya persoalan-persoalan seperti yang Papua alami bisa terpelihara sampai sekarang. Pengkonstruksian aspek sosial, hukum dan ekologis dari hutan yang tidak tuntas dan cenderung state centris menjadi prakara bara yang berkembang menjadi tembok kesalahan menerapkan nasionalisme kehutanan dalam konteks kebhinekaan. Mirna Safitry sebagai non rimbawan yang adalah salah satu kontributor dalam buku ini melalui tulisanya "Keniscayaan Transdipilinaritas Dalam Socio-Legal, Terhadap Hutan, Hukum dan Masyarakat" mengangkat 10 premis mayor dalam menegaskan pentingnya perubahan paradigma dan kerangka pembangunan kehutanan di Indonesia. Point 3 dari premis ini menyebutkan bahwa pengelolaan hutan menunjukan keragaman yang bersumber dari basis normatif yang berbeda-beda. Selanjutnya premis No 7 kembali menegaskan bahwa hukum dan kebijakan harus menjadi alat membagi dan mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat, karena itu hukum dan kebijakan kehutanan harus bersifat responsif terhadap situasi empiris hutan dan masyarakatnya. Ditulisan-tulisan selanjutnya pengkerangkaan kelemahan pembangunan kehutanan Indonesia juga di jabarkan. Tulisan ini membawa saya sampai pada pemikiran bahwa persoalan yang dihadapi Papua adalah bagian dari konstruksi pikiran yang keliru antara politic ekonomi kehutanan, scientific forestry dan interpretasi hukum social kebhinekaan dalam praktek pengelolaan hutan di Indonesia.

Pastinya kita tidak juga harus kemudian menyerah dengan keadaan yang hanya mengatakan "kasihan para rimbawan Papua yang sudah cape urus NSPK" tetapi harusnya mengembalikan konstruksi berpikir dalam upaya membangun keharmonisan kekeluargaan antara UU Kehutanan (41/1999) dengan UU Otonomi Khusus Papua (21/2001) untuk mewujudkan manfaat besar kehadiran institusi negara yang mengurusi kehutanan di Tanah Papua.

Jumat, 12 Mei 2017

"Daun Gatal" A Powerful Natural Leaf for Tired

It was the long tired trip in November 2009 to explored the Kensi villages hill and learn about how community in this village managing their non forests timber product. About 2 hill and 1 valley we went with Mr. Hengky Yafata the chief of Kensi to gets the pohon lawang "Melaleuca" and Masohi "Criptocarpa, sp" the two main product community in this village was confirmed has contributed to their cash income. Yeah, the rough way crossing rock and small river made our big tired appear when we reached the villages. We were definitely then thinking on something that we can consume or uses to helps cure our big tired. So 'Daun Gatal" or in english we can say itchy leaf is one of the recommended medicine we had and its also recommended by the community to have this leaf massage our body our having a long tried trip or works. Finally after taking a bath and shaking Daun Gatal in our body the chemical reaction that fell like be massaging has provoked our eyes and body to laying down in the bed with relax and fluent blood flood. We were hypnotized by this leaf and slept in the deep.

For me 'Daun Gatal" has familiar since i had interact with this leaf since i was child. Almost of the people in my tribe always using this leaf for their natural medicine. My father even almost every day used this leaf to keep his body relaxing and recover from long tired days of works. Same with my tribe community in Kensi also known this leaf and has used for century as their herbal medicine. Hengky explained to us the function and used of this leaf when he took us to the forests that this plant are growing. Not only for man, the leaf can also be used by the woman. Beside for tired, I know that the leaf is also powerful for our muscle problems or injury. Daun gatal is widely growing in Papua Natural forests, and its also a fast growing species with only simple technical if you want to plant it in your gardens. For sure it need shades.

Why is "Daun Gatal" or ecology scientist call it Laportea decumana, Wedd have this therapist uses and has widely and for generation used Papua Indigenous Papuan for their local medicine? What are the chemical contain that this leaf has so it makes our body relax? Several chemical extraction researched explain this facts. On of the recent study was conducted by Eva Simaremare, pharmacy student at Chendrawasih University confirmed the chemical content of this leave that consist of onoridin, tryptophan, histidine, alkaloid, flavonoid, Acid formiat and authraguinones . Formiat acid is hidden on it little spiny that then injected to human skin when we shake for messaging, the chemical reaction of this injection is the opening of skin pores and then stimulate blood reaction and muscle stretching. This is why relax feeling and recovery of our body as experienced in Kensi.

Daun Gatal, Medicine to cure your tire, Photo: Andrew Ingles, 2009
Even though the uses and medical function of the leaf has been confirmed by the scientist about "Daun Gatal" power but it not yet well extracted for medical products that massively produced. Until today most of the green daun gatal are only selling in local markets by Papuan. Almost in all traditional markets in Papua mainly Biak, Jayapura, Manokwari, Sorong, Kaimana and Fakfak we can easily found this leave. The price is also cheap between 5000-10,000 rupiah per bundles containing more that 15 leafs. Prospect of Daun Gatal as alternative natural medicine needs to be developed and facilitated by the government and other relevant actors to brings this traditional Papuan products as herbal option and at the same time support increase the economic income of IPs community.

 

Kamis, 11 Mei 2017

Ekonomi Papua: Durian Fak-fak "Aset Pembangunan Ekonomi Masyarakat Adat Fakfak"


Suhu udara yang panas, asap kendaraan yang keluar dan jual hiruk pikuk orang di depan jalan utama Basuki Rachmat Sorong tidak mempengaruhi keinginan Pak Saiful dan anaknya untuk menikmati durian yang dijual oleh beberapa penjual asal Sulawesi. "Tidak peduli panas, yang penting bisa makan durian fakfak ini" kata Pak Saiful ketika saya sapa ringan dengan mengatakan "wah.. panas makan durian bisa tambah panas tu Pak" memulai pembicaraan kami.  Disamping Pak Saiful duduk Om Burhan yang katanya dari Palopo sebagai jual durian ini. "Ini durian dari fakfak, orang yang banyak yang suka di Sorong. Satu buah harganya 50,000 rupiah. Kita ambil tiap minggu karena di Fak-fak lagi musim banyak" katanya. Pikir saya: Wah mahal juga ya? 1 buah 50,000 pikir saya padahal difakfak harganya bisa sangat murah tentunya. Selain Burhan ada juga sekitar 5 penjual lainnya yang berjejeran dijalan ini sampai dekat Masjid Raya Kota sorong menjual durian yang dikirim dari Fak-fak.

Pilihan untuk melakukan transaksi antar kabupaten atau provinsi menurut saya sangatlah layak di diambil oleh orang Fak-fak karena potensi duriannya yang sangat besar dan jumlah pembeli yang ada di fakfak tidak sebanding dengan jumlah produksi duriannya. Fak-fak Kota Durian mungkin bisa jadi sebutan lain yang bisa kita sematkan ke Kabupaten Fak-fak selain daripada julukannya sekarang sebagai kota Pala. Ya pemberian nama itu tentu sah diberikan untuk potensi duriannya yang sangat besar. Setiap tahun pada saat puncak musim durian, jumlah durian yang membanjiri kota sangatlah besar. Truck, angkutan umum bahkan kendaraan pribadi yang turun dari kampung-kampung pasti memuat durian untuk dijual di pasar. Hampir setiap sudut kota bahkan di pinggir jalan orang menjual durian. Pasar Tambaruni adalah salah satu titik sentral masyarakat menjual duriannya. Nilai jual durian pun bisa dihargai sampai 1,000 rupiah per buah pada puncak musimnya karena bisa dilihat tumpukan durian dengan penjual yang banyak bahkan pada beberapa titik jumlah penjual bisa lebih banyak dari pembeli. Karena potensinya yang sangat besar ini, pada awal Tahun 2016 yang lalu bahkan Bupati mewacanakan akan membangun menara dari buah durian dan meminta MURI hadir untuk mencatat-nya dalam Musium Rekor Indonesia.

Bongkar muatan durian dari dalam Angkutan umum yang baru turun dari salah satu kampung di Fakfak


Mengupas lebih jauh tentang durian Fakfak saya masih tetap mengingat beberapa nama yang selalu kami banggakan di Faf-fak seperti Durian Mentega dan Kerak Bum. Durian Mentega adalah jenis durian khas dari Fakfak yang selalu menjadi primadona disetiap musimnya. Terkadang sulit membedakan mana durian mentega dan mana yang bukan durian mentega karena penampakannya yang sama. Tetapi berdasarkan pengalaman sewaktu masih di Fak-fak kami pasti hafal terutama dari penjual, pemilik atau kampung yang selalu menjual durian jenis ini saja. Kasus-nya tentu berbeda seperti yang saya temukan di Sorong, dimana Sorong, durian selalu dicampur tidak dijual berdasarkan kekhususan jenis mentega tersebut. Mungkin karena tampilan warnanya seperti mentega dan rasananya yang sangat lezat, manis dan legit sehingga durian ini dinamakan durian mentega. Saya teringat satu dusun Durian yang letaknya tidak jauh dari rumah orang saya di Fak-fak milik "Kakek La Saleh" beberapa pohon durian mentega sudah kami hafal dan selalu kami kesitu untuk mencari buah yang jatuh. Sedangkan durian 'Kerak Bum' adalah sebutan bagi durian yang ukurannya sangat besar seperti bola basket. Istilah ini menurut cerita di berikan karena hantaman buah durian yang bisa mematahkan dahan pohon dan bunyinya yang besar ketika menyentuh tanah. Setiap musim durian tiba, durian Mentega selalu menjadi incaran utama penikmat durian di Fakfak. 

Jumlah pohon dan hasil buahnya yang sangat besar tentu menjadi kekuatan ekonomi masyarakat adat di Fakfak yang merupakan pemilik pohon/dusun durian tersebut. Pada tahun 2014 ketika terakhir kali saya kembali ke Fakfak bahkan ada kerabat dekat saya dari Kampung Nembukteb yang penerimaan bersih dari menjual durian bisa mencapai 5 juta rupiah. Padahal banyak buah yang tidak semuanya diambil dari Dusunya karena kapasitas angkutan yang terbatas untuk ke kota. Nembukteb hanya satu dari sekian banyak kampung di Fakfak yang memliki durian. Menurut pemerintah daerah, luas dusun durian yang becampur dengan dusun pala, cengkeh, coklat dan buah-buah lainnya mencapai 12,000 ha serta lebih dari 3000 kepala keluarga memiliki aset adat tersebut. 

Sejauh ini Durian dari fakfak dijual keluar seperti yang saya temukan di Sorong dalam bentuk buah utuh. Mungkin karena pasar durian segar yang memang selalu dinanti. Belum banyak industri pengolahan berbahan baku durian yang muncul di kota Fakfak. Tentu pilihan untuk menjual buah utuh secara ekonomis sangat menguntungkan apabila margin keuntungannya besar. Di pasar-pasar seperti pulau jawa pun pada musimnya banyak durian yang dijual dijalan-jalan, sekalipun rasa-nya tidak selezat Durian fakfak. Bagaimana animo dan tingginya transaksi yang terjadi di Sorong harus dinilai krusial oleh pemerintah daerah dan Masyarakat adat pemilik durian untuk mengemas durian sebagai salah satu produk export dari Fakfak. Pasar-pasar di luar Papua seperti Maluku, Sulawesi (Makasar), Jawa (Surabaya, Semarang, Jogja dan Jakarta) mungki perlu dijajaki dengan membangun sebuah rantai dagang durian Fakfak. Beberapa tulisan tentang durian fakfak seperti contoh tulisan yang di muat di kompasiana oleh Daniel H.T (http://www.kompasiana.com/danielht/panen-raya-durian-di-fakfak-papua-barat_55292310f17e61d53f8b4573) bahkan di respon oleh nitizen pencinta durian dengan usulan untuk expanding pasar durian fakfak sampai ke pulai jawa. Tentu total fokus pada durian mentega dan durian kerak bum, bisa menjadi branding khusus awal memulai tata niaga kekuatan ekonomi durian Fak-Fak sama seperti bagaimana Durian Montong menjadi populer dengan branding dan kekhasan-nya. 

Selasa, 02 Mei 2017

Ekonomi Papua: Sirup Pala Fakfak Pontensi Baru Produk Herbal Papua

Saat ini promosi tentang hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan-makanan organik dan juga supplemen atau obat-obatan herbal menjadi trend pemberitaan dan iklan. Bahkan diapotik-apotik berbagai skala pilihan produk kesehatan dan obat herbal yang tersedia dari berbagai extract buah, daun, pohon, batang ataupun bagian lain marak. Satu yang cukup terkenal karena sering keluar dalam iklan di TV-TV indonesia adalah extract kulit manggis. Bahkan berbagai produk supplement atau obat herbal dari extract kulit manggis di produksi dalam jumlah masal dengan beberapa nama produk yang berbeda. Sebut saja 'garcia" http://www.manggisgarcia.com/ atau 'mastin' http://mastinkulitmanggis.com yang merupakan 2 produk unggulan dari dua produsen obat herbal di Indonesia. Selain manggis, tentu dengan mengingat kata 'jamu' dari jawa kita sudah terbawa pada bagaimana ramuan extract alam yang menjadi produk-produk kesehatan bagi manusia untuk berbagai masalah dan kebutuhan tambahan tubuh kita.

Kali ini cerita saya mengangkat extract alami buah pala dari kota fak-fak, manfaat dan potensi pengembangannya untuk manfaat industri obat-obatan dan supplement bagi kesehatan tubuh manusia. Beberapa bagian awal mungkin sebuah testimoni dari pengalaman pribadi saya. Tetapi bagian lain dari tulisan ini juga diarahkan untuk melihat bagaimana manfaat buah pala yang belum terekspose dan dikemas baik sebagai kekuatan ekonomi rakyak. Ya.... Sebenarnya agak malu, karena pasti orang bertanya "Dari mana saja sih loe? Anak fak-fak kok tidak tau sech?" Hehehe... Saya bagian dari masyarakat Fak-fak karena lahir, besar dan belajar banyak hal dari kota ini. Bahkan pala juga memberikan saya banyak manfaat dan cerita dalam hidup dimasa kecil di Kota Pala ini. Pastinya bangga jadi bagian dari fak-fak, begitu juga bangga mengangkat cerita ini untuk menjadi perhatian publik.

............................

Siang itu, Kaka Sitorus (Istri Pak Sinaga) pemilik rumah tempat kami sementara mengontrak di Manokwari datang dan meminta sedikit sirup pala yang dibawa Bapak saya (Kakek Emmi) dari Kota Fak-fak, katanya "minta dulu sedikit sirup kalian, karena ada keluarga kami yang batuknya parah. Dia sudah berobat sampai ke Makasar, tetapi belum baik. Padahal sudah disarankan untuk meminum sirup pala dari fak-fak yang sudah terbukti mujarab". Saya pun dipandang istri saya, karena saat Kaka Sitorus data, saya sedang dalam kondisi flu dan batuk, tetapi kenapa saya tidak mengkonsumsi buah ini pikirnya. Dengan suara tegas istri saya sampai "bapa Emmi ayo ko minum segera untuk sembuh". Sudah dua hari saya diserang flu dan batuk berat bahkan berdahak. Sebagaimana orang menderita batuk, tenggorokan terasa gatal dan mudah batuk. Konsekuensinya tidurpun terganggu selama dua hari. "Okay baiknya, saya minum sekarang" kata saya. Dua sendok makan sirup buah Pala Fakfak dengan air hangat saya siapkan dan minum malam itu juga. Efek-nya luar biasa, saya langsung enak tidur malam itu dengan sedikit saja gatal di tenggorokan tidak seperti malam sebelumnya. Pagi-pagi saya langsung bangun dan minum lagi, malam juga begitu saya kembali meminumnya. Khasiat-nya sungguh terasa karena flu dan batuk saya mengalami pemulihan yang cepat.

Cerita manfaat sirup Pala Fakfak sebelum saya merasakan-nya diatas berawal dari saran Kaka Sitorus juga agar kami memberikan sirup ini secara rutin kepada putri saya yang sedang berjuang keluar dari gangguan pembengkakan kelenjar adenoid dan sistem amandel-nya. Gangguannya yang sudah dialaminya sejak bayi sampai sekarang usianya sudah 3 tahun tersebut menurut Dokter Ahli anak berkaitan dengan alergi makan dan udara kotor terutama asap yang menjadi faktor pemicu-nya. Anak-saya bahkan sudah di fonis dokter untuk harus operasi dan memotong amandel-nya karena ukurannya yang tidak normal. Khasiat sirup Pala yang diminum-nya sekalipun tidak rutin kami akui cukup membantu membawa mengurangi gangguan yang dideritanya terutama bagaimana dia berjuang untuk bernafas dengan lega selepas minum susu atau tidur dengan enak tanpa gangguan pernafasan yang extreme pada saat udara dingin. Karena selama ini efek paling tidak mengenakan untuk kita lihat adalah ketika nafas-nya tertutup akibat protein susu dan udara kotor atau udara dingin - implikasi dari alergi-nya.

..................

Kandungan Kimia Buah Pala

Mengetahui lebih jauh feeling dari testimoni yang saya angkat diatas dan bagaimana pala Fakfak atau juga disebut pala Papua (Myristica argantea) mampu memberikan manfaat herbal untuk keluhan-keluhan masalah kesehatan yang terkait dengan THT - tenggorokan, hidung dan telinga? Banyak literatur yang secara online bisa kita temukan menghighlight kandungan Myristicin yang padat, mungkin inilah kenapa nama Genus dan family dari pala adalah Myristica. Banyak literatur kedokteran yang menyebutkan bahwa myristicin adalah bagian dari zat-zat psikotropika yang bisa menyebabkan orang berhalusinasi apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak. Bahkan pengaruhnya kepada gangguan fungsi hati. Kandungan kimia lain yang terkandung di dalam pala adalah terpene hydrocarbon dan perpene derivative yang kemudian menjadi sumber penghasil minya esensial. Kandungan ini ditunjukan dari getah yang ada di pohon, daun bahkan buah pala. Mungkin inilah kenapa buah biji dan fully menjadi produk utama yang diambil dari pala karena kandungan esensial oil yang diextract menghasilkan myristicin dan terpene dipakai untuk berbagai industri kosmetik, makanan, parfum, produk-produk aroma terapik bahkan campuran dalam rokok. Tetapi zat apakah yang menyebabkan batuk saya sembuh setelah mengkonsumsi sirup pala - fakfak? Tidak banyak mendapatkan literatur yang mendukung (mungkin butuh waktu tuk baca lagi lebih banyak :-) ) tetapi satu zat kimia ini mungkin sedikit memberikan jawaban tersebut yaitu: "champhene", wikipedia.org mendeskripsikan senyawa ini dengan efek panas dan citra rasa khusus di tenggorakan yang membuat hangat. Jahe adalah salah satu tumbuhan yang juga memiliki kandungan champhene yang tinggi, oleh sebab itu jahe juga sering dibilang obat batuk karena buat hangat tenggorokan (begitu kah?).

Baru Biji (nutmeg seed) dan Fuli (mice) Yang Dimanfaat Dalam Jumlah Besar

Sebagaimana semua literatur dan kajian menampilkan banyak analisis tentang biji dan bunga pala/fuli begitu juga mengapa angka perdagangan dari kedua produk pala ini lebih tinggi dan massive dibandingkan daging buah atau extrack getah dan daun palanya. Saya ingat waktu kecil bagaimana tumpukan daging buah pala yang dibiarkan membusuk dibawa pohon papua dalam jumlah yang banyak, karena hanya biji dan fuli yang diambil sebagai produk yang liquid dan cepat terjual dipasaran. Kajian lebih dalam tentang buah pala belum dilakukan dengan baik sepertinya terutama dengan beberapa pengalaman yang saya alami dengan khasiat sirup pala fak-fak terhadap gangguan batuk dan flu. "Laporan Assessment Rantai Nilai Pala dan Pendekatan Iklim Usaha" yang dilakukan oleh UNDP dan ILO pada tahun 2014 adalah satu dari sekian laporan komprehensif yang menyajikan bagaimana industri potensi, produksi dan industri pala berkembang serta prospek bisnisnya kedepan. Laporan ini mencatat total produksi biji dan fuli di fakfak mencapai 1,884 ton atau sekitar 11% dari total produksi pala Indonesia. Indonesia sendiri menjadi negara produsen dan pengekspor pala terbesar di Dunia dengan kuasa 75% pasar pala dunia.

Pada saat pemanenan, buah pala yang petik akan dibelah dan diambil biji dan fuli-nya untuk dijual, komposisi-nya cukup jomplang karena sekitar 83,3% dari buah pala adalah daging buah, sedangkan disisanya 3,2 % fuli, 3,9 % tempurung dan 9.6% biji. Artinya apabila tidak dimanfaatkan keseluruhan maka ada 83% limbah buah pala yang dibiarkan dan tidak dimanfaatkan. Sejauh ini daging buah dimanfaatkan tetapi tidak dalam jumlah masih, dilihat dari produk dan rantai analisis pasar yang buat oleh UNDP dan ILO estimasinya hanya sekitar 5% total buah yang dipanen yang kemudian dioptimalkan menjadi beberapa produk olahan khas pala seperti sirup dan manisan yang selalu menjadi pilihan oleh-oleh dari fakfak. Kandungannya yang cukup kaya selain dengan zat-zat kimia psicotopic atau hallugonic yang mencakup protein, selulosa, asam dan mineral menjadi kunci kenapa banyak produk olahan yang bisa dikembangkan dari tanaman ini bahkan sebagaimana Prof Yohanis Pontoh - Ahli teknologi pangan sebutkan bahwa ada 36 komponen produk olahan buah pala yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah dari buah pala (dikutip dari: http://pala-fakfak.blogspot.co.id/ ) .

Belum ada informasi khusus tentang pengembangan extract daging buah pala untuk obat. Tetapi dengan khasiat sirup pala melegakan tenggorakan gatal, batuk dan flu, mungkin bisa direkomendasikan dan dipromosikan sirup olahan buah pala dari fak-fak sebagai pilihan alternatif herbal pengobatan masalah THT. Pengembangan secara massive untuk mengoptimalkan buah-buah daging buah yang selama ini sudah dioptimalkan mungkin bisa menjadi pilihan ekonomi baru bagi komunitas adat di fakfak yang dalam laporan ILO dan UNDP 2014 disebutkan ada 2300 KK yang menguasai dan memanfaatkan 6,078 ha hutan pala di kota fakfak.