My Ideas and Stories About PAPUA

Making the rich and beautiful resources in Papua become the social economic strength for Papuan has become the long home works. Many people believe that the early start to find the answer is by understanding how Papua looks like, their communities and their special strength. And it can be realize by directly in touch with them. This blogs provides you chance to touch and gets insight ideas, trends and stories about Papua.
  • Stories About Beautiful Papua

    Every Single Place In Papua Have Its Stories To Be Shared To Build Other People Understanding About This Island

  • The Last Frotier Primary Forests

    With 42 Million ha of forests, Papua play crucial rules in Indonensia forests development targets.

  • Women and Natural Resources

    Forests or land right are not only about Man. So understanding the roles women and the impact of forests changes to women are also crucial

  • Our Traditional Value

    Papuan Community Have Been Living for Centuries with Their Knowledge and Wisdom in Managing Natural Resources and Practice Best Conservation

  • For Papuan Generation

    Every Works We Do Now Must Be Dedicated To The Future Papuan Generation

  • Dependency to Forests Resources

    Practicing Good Forests Governance in Papus About Understing the Right of Indigenous People and Their Dependency to Natural Resources

  • All Are Wonderful

    You Will Get Good Scene That You May Not Able Somewhere Else - Only In PAPUA

  • Bitter Nut Is Papuan Favorit Gums

    Bitter Nut or In Papua We Call 'Pinang' Is The Local Gum You Can See In Every Corner of the Cities. Papuan People Love To Chewing It. Sometime People Consider It As Contact Material When You Travel to The Village

  • Papuan Traditional Conservation Practices

    For Centuries, Papuan Has Practicing Local Wisdom to Sustainaible Use of Natural Resources. They Have Traditional Education System to Teaching Them How To Interact With Human, Spiritual Power and Understanding The Words Of Nature

Jumat, 12 Juni 2009

Kemampuan Masyarakat Dalam Mengelola Sumber Daya Hutan



Sumber daya hutan merupakan aset besar bagi masyarakat sekitar hutan. Begitu pula dengan masyarakat sekitar hutan yang berada di Kabupaten Kaimana. Masyarakat di Kaimana telah mampu mengelola hutan sejak lama. Umumnya mereka mengambil kayu untuk membangun rumah dan mengumpulkan kayu bakar sebagai sumber energi. Selain hasil hutan kayu, masyarakat di Kaimana juga melimpah hasil hutan bukan kayu seperti pala dan cengkeh untuk rempah-rempah, jamur untuk obat dan lain-lain.

Masyarakat asli di beberapa kampung di Kaimana sudah secara mandiri mampu mengelola hasil hutan kayu dan hasil hutan non-kayu di tempatnya. Kemampuan ini diperoleh secara ”autodidak” atau tanpa pendidikan atau pelatihan sekalipun. Kemampuan ini merupakan hal penting yang harus diketahui untuk mengukur seberapa besar masyarakat mampu mengelola sumber daya hutan mereka.

Dilihat dari kondisi yang ada sekarang, diketahui bahwa sytem pengelolaah sumber daya hutan oleh masyarakat masih berifat sendiri-sendiri. Di beberapa tempat telah digalakan kelompok usaha kampung, namun pada kenyataannya tidak berjalan secara efektif. Selain hasil hutan yang dikelola sendiri-sendiri adapula yang mengelola secara bersama-sama, atau bergerak pada level keluarga atau marga. Namun sangat disayangkan karena orientasi keberlanjutan dan pengembangan usaha tidak menjadi prioritas. Umumnya orientasi yang mendasari pikiran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan mereka adalah kebutuhan akan uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan untuk memenuhi kepuasan ekonomi.

Sejauh ini secara mandiri masyarakat telah mampu memanfaatkan hasil hutan yang ada untuk menjamin keberlangsungan hidupnya. Berdasarkan hasil kegiatan analisis kemiskinan, secara nyata diperoleh fakta bahwa lebih dari 40% sumber pendapatan uang tunai masyarakat berasal dari sumber daya hutan. Untuk pertanian umumnya bersifat subsisten atau hanya untuk menjamin kebutuhan pangen rumah tangga setiap hari. Sehingga dari uraian diatas hutan memberikan arti penting bagi keberlanjutan ekonomi keluarga masyarakat di kampung-kampung di Kaimana.

Dari hasil pengamatan dan diskusi dengan masyarakat, secara kasar dapat diketahui bahwa secara teknis pemanfaatan hasil hutan, masyarakat telah memiliki kemampuan. Masyarakat sudah mampu mengekstrak sumber daya hutan baik hasil hutan kayu maupun non-kayu. Sebagai contoh di kampung Esania Distrik Buruway. Untuk perahu besar atau long boat setiap tahun masyarakat mampu menghasilkan minimal 2 buah perahu yang dijual dengan harga berkisar antara 10 – 50 juta rupiah. Selain itu setiap bulannya masyarakat kampung Esania juga mampu mensuplay kayu gergajian ke kota Kaimana. Rata-rata setiap bulan masyarakat mampu mensuplay 5 m3 kayu gergajian ke Kota Kaimana, biasanya disesuaikan dengan pesanan. Cuma sayangnya kemampuan teknis ini tidak diimbangan dengan kemampuan manajemen yang baik dalam usaha berkelanjutan dan perkembangan usaha.

Ketika kami mencoba untuk bertanya ”seberapa banyak kemampuan masyarakat untuk mensuplay kayu ke kota kaimana?” masyarakat menjawab ”Kami siap mensuplay kayu olahan ke kaimana dalam jumlah yang banyak apabila ada pesanan yang banyak”. Dari jawaban atas pertanyaan tersebut diatas, diketahui bahwa secara teknis pemanfaatan hasil hutan, masyarakat sudah mampu secara mandiri melakukannya. Tetapi ketika ditanya ”Bagaimana perhitungan dalam penentuan harga jual?” Masyarakat sering kebingungan menentukan bahkan ada beberapa yang sering berpatokan pada harga kayu yang sudah ditentukan oleh pembeli. Selain itu ada juga proses tawar menawar harga jual kayu antara masyarakt dengan pembeli. Kasus ini menunjukan bahwa dari segi manajerial terutama dalam perhitungan untung-rugi (benefit-cost) bukan menjadi hal yang krusial bagi masyarakat. Kasus ini kembali pada orientasi bahwa ”yang penting saya dapat uang tunai dan bisa berbelanja kebutuhan rumah tangga dan memenuhi kepuasan ekonomi”

1. Kemampuan Memanfaatkan Hasil Hutan Kayu.
Sumber daya hutan kayu merupakan kekayaan terbesar yang menjadi primadona di beberapa kampung di Kaimana. Potensi yang cukup menjanjikan ini mendorong banyak investor yang sudah dan akan masuk untuk mengekstrak hasil hutan ini. Sebut saja 2 kampung yang menjadi contoh kegiatan analisis kemiskinan, yaitu kampung Kensi dan kampung Guriasa. Kampung ini memiliki hak tanah adat atas areal HPH/IUPHHK yang sedang beroperasi didaerah sekitarnya. Catatan menarik kami peroleh yaitu bahwa kampung Guriasa meskipun letaknya yang jauh secara aksesibitas dari kota Kaimana, namun kampung ini merupakan kampuang yang dapat di kategorikan sejahtera, karena hampir sebagian besar masyarakatnya mendapat penerimaan uang tunai dan bentuk lain
dalam jumlah yang besar dari perusahaan yang beroperasi disini.

Potensi kayu di daerah ini cukup besar yaitu sekitar 31 m3/ha untuk pohon layak tebang. Dari hasil laporan realisasi tebangan tahunan dari beberapa HPH di Kaimana diperoleh informasi bahwa rata-rata panen tahunan kayu-kayu komersil di Kaimana mencapai lebih dari 10,000 m3.

Selain dimanfaatkan/dieksloitasi oleh perusahaan logging besar, kayu juga dipanen oleh masyarakat dan dijual dalam bentuk kayu gergajian atau kayu olahan. Jenis-jenis kayu yang sering dimanfaatkan atau dipanen oleh masyarakat adalah seperti pada daftar di bawah ini.

Daftar nama kayu yang di ambil oleh masyarakat

No Nama Daerah /Nama Dagang /Nama Ilmiah
1 Kayu Besi /Merbau /Intsia bijuga
2 Kayu Matoa /Matoa /Pometia pinata
3 Kayu Susu /Pulai /Alstonia scholaris
4 Kayu Kuning /Cendana /Santalum album
5 Kayu Linggua /Angsana /Pterocarpus sp
6 Kayu Pala /Pala /Myritica fragrans
7 Kayu Bunga /Raja Bunga /Adenanthera spp
8 Kayu Kunang2
9 Dammar /Agatis /Agatis sp
10 Gufasa /Gopasa /Vitex spp.
11 Sukun Hutan /Terap /Artocarpus spp
12 Bintangur /Bintangur /Calophyllum spp
13 Durian hutan /Durian /Durio spp
14 Kayu Ketapang /Ketapang /Terminalia sp
15 Kedondong Hutan /Kedondong Hutan/Spondias spp
16 Benuang /Benuang /Octomeles sumatrana Miq
17 Kayu Minyak
18 Kayu Bawang /Kulim /Scorodocarpus borneensis
19 Kayu Bugis /Bugis /Koordersiodendron pinnatum
20 Kayu Putih /Eucaliptus /Eucalyptus spp

Kayu-kayu ini umunya bernilai komersial yang cukup tinggi. Sebagai contoh : kayu Merbau (Instia bijuga) yang menjadi kayu primadona Papua yang sampai saat ini masih terus dijarah dan diangkut ke luar negeri untuk keperluan bahan baku industri flooring.

Dari segi masyarakat secara sederhana telah memanfatkan kayu untuk keperluan pembangunan di kampung, seperti pembangunan rumah-rumah penduduk, sekolah, dan sarana umum lain di kampung. Selain untuk konsumsi dalam kampung sebagian masyarakat juga telah menjual sebagian kayu ke kota Kaimana untuk keperluan pembangunan di Kaimana. Namun umumnya masyarakat menjaual kepada para penadah kayu kota Kaimana. Dan jumlah kayu yang dijual ke Kaimana juga dalam jumlah yang terbatas tergantung kapasitas perahu dalam mengangkut kayu ke kota.

Secara teknis, masyarakat telah mampu memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu.
Dari hasil kegiatan di ketahui bahwa masyarakat kampung Esania memiliki kemampuan dalam mengelola hasil hutan kayu. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakt di Kampung Esania, diketahui bahwa rata-rata 1 keluarga yang memiliki operator chainsaw mampu menebang lebih dari 5 m3 kayu olahan dalam 1 bulan. Bahkan apabila ada pesanan yang lebih dari 5 m3 masyarakt mampu untuk mensuplay/memenuhi pesanan itu. Aksesibilitas yang cukup mudah dan lebih murah dibandingkan kampung contoh lain menjadi faktor pendorong potensial dalam pemanfaatan sumber daya hutan kayu. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, masyarakt kampung Esania sudah banyak mensuplay kayu olahan untuk konsumsi pembangunan dalam kota Kaimana.

Di kampung Kensi, berdasarkan hasil analisis kemiskinan, diperoleh hasil bahwa hanya 3 laki-laki dewasa yang mampu mengoperasikan chain-saw. Hampir sebagian besar sumber pendapatan tunai masyarakat kensi berasal kegiatan mengumpulkan, memanen dan mengolah dari hasil hutan bukan kayu seerti gaharu, minyak lawang, kulit masohi pala, dan lain-lain. Secara teknis 3 laki-laki dewasa di kampung Kensi ini mampu menebang kayu. Hal ini dilihat adri konsumsi kayu dalam kampung untuk perumahan. Selain untuk konsumsi dalam kampung mereka juga mensuplay kayu olahan ke kampung-kampung di sekitar kampung Kensi yang membutuhkan. Dengan alasan aksesibitas yang cukup sulit dan alasan biaya akomodasi yang cukup tinggi, sehingga mereka tidak menjadi suplier kayu gergajian untuk kota Kaimana.

Keahlian khusus yang dimiliki kebanyakan laki-laki dewasa di Kampung Kensi adalah inventarisasi hutan. Karena hampir sebagian besar laki-laki dewasa merupakan bekas tenaga surveyor untuk perusahaan yang pernah beroperasi disini.

Untuk kampung Guriasa, hampir semua laki-laki diusia produktif (>19 tahun) mampu mengoperasikan chain-saw. Hal ini dibuktikan dengan data kepemilikan barang-barang masyarakat. Hampir 80 % dari jumlah kepala keluarga di kampung ini memiliki chain-saw. Kampung ini merupakan sebagian dari beberapa kampung di Kaimana yang masyarakatnya memiliki pendapatan diatas rata-rata. Kehadiran 2 perusahan kayu diwilayah adatnya mendorong perubahan ekonomi yang besar dalam kehidupan masyarakat. Sebagian dari Chain-saw yang ada di kampung ini merupakan bantuan dari perusahaan, tetapi hampir sebagian besar chain-saw yang ada dibeli oleh masyarakat sendiri.

Dari hasil kegiatan diperoleh fakta bahwa tiap bulannya tiap operator hanya boleh mensuplay kira-kira 1 m3 kayu gergajian. Menurut masyarkat bahwa ada larang dari pihak tertentu untuk memanfaatkan lebih dari itu, padahal mereka menuturkan bahwa mereka mampu mensuplay lebih dari itu. Dengan perkiraan diatas bahwa masyarakat mampu mensuplay 1 m3 dan dari 30 operator chain-saw hanya 25 operator aktif, maka tiap bulannya masyarakat kampung guriasan mampu mensuplay 25 m3 kayu gergajian. Pemanfaatan hasil hutan kayu di Kampung ini menjadi primodona. Kehadiran penada kayu di kampung ini turut memacu masyarakat untuk terus menebang dan menjual kayu gergajian demi kebutuhan akan uang.

Catatan:
Secara umum untuk ketiga kampung ini sistem pengaturan hasil masih bersifat tanpa perencanan terstruktur. Prinsip yang berkembang dalam pemanfaatan hasil hutan kayu adalah “siapa yang mampu mengekstrak hasil hutan kayu, silahkan untuk memanfaatkan. Namun pemanfaatan harus dilakukan pada wilayah hak adapt masing-masing keluarga atau marga”.

Menurut masyarakt kegiatan pemanenan cukup memakan waktu lama. Mulai dari penebangan sampai pemuatan dan penjualan ke penadah memerlukan waktu ± 1 minggu untuk satu pohon dengan diameter > 50 cm. Sama seperti masalah pengaturan hasil, tidak ada perencanaan tersistem dalam kegiatan pemanenan.

2. Kemampuan mengekstrak Sumber Daya Hutan Non Kayu
Selain sumber daya hutan kayu yang melimpah, Kabupaten Kaimana juga memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu yang cukup menjanjikan. Banyak produk-produk hutan bukan kayu yang menjadi primadona masyarakat dan bernilai komersial cukup tinggi seperti : Gaharu dan Minyak Lawang. Gaharu sendiri banyak dicari oleh pengusaha-pengusaha besar, karena memiliki nilai pasar yang cukup tinggi. Masyarakat di kampung-kampung sekitar Kaimana sebagian menggantungkan hidupnya pada hasil hutan bukan kayu.

Salah satu kampung dari kegiatan analisis kemiskinan yang memiliki potensi hasil hutan bukan kayu cukup besar adalah kampung Kampung Kensi. Meskipun pembangunan dan bantuan sosial sudah berjalan sejak lama, namun sebagian masyarakat kampung Kensi dalam kondisi dengan pola hidup berburu, meramu dan mengumpulkan hasil hutan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sekitar 50 % dari sumber pendapatan tunai masyarakat kensi berasal dari hutan. Dan dilihat dari proporsi hasil hutan, hasil hutan bukan kayu seperti gaharu, minyak lawang, kulit masohi dan pala memberikan pengaruh paling besar bagi kehidupan ekonomi warga Kensi.

Untuk kampung lain Esania dan Guriasa, sumber hasil hutan bukan kayu yang potensial adalah pala. Rata-rata setiap keluarga memiliki pala. Pala umumnya di panen 2 kali setiap tahun, sehingga menurut beberapa warga pala tidak berpengaruh banyak pada penghidupan masyarakat dalam satu tahun.

Hasil hutan minyak lawang di Kampung Kensi cukup potensial, namun tempat untuk memperoleh hasil yang potensial ini harus dicapai dengan berjalan kaki selama ± 3 hari. Proses pengolahan minyak lawang ini selanjutnya akan akan memakan waktu ± 1 bulan. Selama satu bulan ini biasanya masyarakat mampu mendapatkan 10 – 15 botol minyak lawang siap jual. Dan biasanya satu botol dijual dengan harga Rp. 50,000 di kecamatan Arguni dan Rp. 75,000 di Kaimana kota. Hampir sebagian besar masyarakat Kensi mengolah kulit lawang menjadi minyak secara musiman dan menunggu sampai pohon kembali produktif adalah 2 kali setahun per pohon.

Pohon lawang yang dimanfaatkan diperoleh di alam liar. Dan masyarakat akan mengekstraknya di tempat yang cukup jauh dari kampung. Namun sekarang secara tradisional masyarakat sudah mencoba untuk menanam pohon lawang di sekitar kampung.
Untuk gaharu, masyarakat Kensi bisa menghabiskan waktu antara 2 – 3 bulan untuk berkeliling hutan mengumpulkan gaharu. Masyarakat akan kembali ke Kampung setelah memperoleh hasil yang cukup banyak dalam jumlah beberapa kg. Gaharu bisanya dijual ke penadah yang datang ke kampung dengan kisaran harga antara Rp.500,000 – 700,000. Terkadang masyarakat harus menjual dengan harga jauh dibawah harga normal.
Pencarian dan pengumpulan gaharu di hutan biasanya merupakan inisiatif pribadi atau keluarga.

Gaharu belum banyak diusahakan/dikelola dengan teknik silvikultur tertentu oleh masyarakat. Selama ini hasil yang diperoleh masing-masing sangat bergantung pada alam. Masyarakat masih sepenuhnya mengumpulkan hasil ini dari apa yang disediakan oleh alam. Frekuensi pengambilan hasil hutan ini tidak menentu. Umumnya masyarakat menyempatkan maktu 2 kali dalam setahun untuk masuk berkeliling hutan untuk mencari dan mengumpulkan gaharu.

Lembaga Pengelola Sumber Daya Hutan Di Tingkat Kampung

Sumber daya hutan merupakan berkah yang tak ternialai harganya bagi semua aktor biologis disekitarnya. Salah satu sumber daya alam yang begitu potensial dan merupakan tumpuan bagi keberlangsungan hidup suatu insan biologis adalah hutan. Hutan merupakan rumah dan sekaligus bank yang mensuplay kebutuhan hidup mendasar dari aktor biologis yang ada didalamnya termasuk manusia (masyarakat).

Selama ini perhatian khusus terhadap nilai pentingnya keberadaan hutan bagi masyarakat sangat kurang. Hutan selalu identik dengan bank-hidup yang mampu memberikan keuntungan dan kepuasan ekonomi diantaranya dalam bentuk uang tunai. Hal ini sangat mencolok dalam perubahan pola kehidupan masyarakat sekitar hutan. Contoh kasus dibeberapa masyarakat Kampung sekitar Kabupaten Kaimana. Masyarakat di sebagian besar kampung di Kaimana ini hidup bergantung pada hasil alam (hutan dan perairan). Berdasarkan hasil analisis proporsi pendapatan dari penghidupan setahun rumah tangga di beberapa kampung di Kaimana. Diketahui bahwa sekitar 50 % sumber penghidupannya berasal dari hasil hutan. Hutan memberikan kontribusi besar baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rumah tangga atau sumber penghasilan dalam bentuk uang tunai. Masyarakat secara teknis sudah mampu untuk memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan kayu maupun hasil hutan bukan kayu.

Kondisi ekonomi yang terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu mendorong laju perubahan pola hidup masyarakat yang semakin cepat pula. Kebutuhan akan uang manjadi faktor pendorong krusial dalam pemanfaatan sumber daya huta. Namun sangat disayangkan bahwa perubahan-perubahan diatas tidak diseimbangkan dengan kemampuan manajemen hasil dan manajemen usaha rumah tangga yang baik.

Menurut Eva Wolenberg (1999), penggunaan hasil hutan perlu mempertimbangkan kondisi dampak ekologi, finansial dan sosial. Pemeliharaan dan pemanfaatan hasil hutan merupakan penyesuaian terhadap situasi demikian dalam kerangka 3 pola hubungan antara usaha hasil hutan dengan pasar, kemudian hutan dengan ekonomi masyarakat kampung.

Istilah usaha yang bercetak tebal pada gambar sebelumnya mengandung pengertian interpretasi secara luas tentang aktifitas pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu yang direncanakan dengan maksud menyediakan keuntungan ekonomi, baik berupa uang tunai atau dalam bentuk yang lain.
Oleh karena hutan merupakan sumber daya krusial sehingga dalam pemanfaatan dan penggunaannya dibutuhkan suatu system manajemen yang mantap. System manajemen ini diperlukan suatu perencanaan yang matang sebelum menjalankan usaha kehutanan. Pemantapan sistem manajemen mencakup pembentukan lembaga pengelola hasil hutan, serta rencana manajemen selanjutnya.



Gambar.1 Pola interaksi antara hutan, usaha, dan masyarakat

Dalam satu bentang alam yang kompleks, interaksi antara komponen-komponen kehidupan sangat beragam pula, sebagai contoh: interaksi antara manusia dengan hutan. Interaksi ini terjadi secara terus menerus hutan merupakan berkat tersendiri bagi manusia yang hidup disekitarnya. Oleh sebab itu dalam pengelolaannya, dibutuhkan suatu perencanaan manajerial yang baik. Rencana ini selanjutnya akan menjadi acuan atau kerangka pikiran umum dalam melaksanakan program kegiatan selanjutnya.
Masyarakat merupakan oknum yang akan memanfaatkan sumber daya hutan secara terus-menerus dari waktu ke waktu. Masyarakat dari waktu ke waku di setiap level kehidupan tidak pernah luput dari kegiatan pemanfaatan sumber daya hutan.hutan sangat berpenaruh besar pada masyarakat yang tinggal dan menggantungkan hidupnya pada sumber daya hutan. Sebagai salah satu contoh masyarakat Papua atau secara khusus sebagian masyarakat yang hidup di kampung-kampung di Kaimana. Masyarakat didaerah ini merupakan aktor utama dalam pemanfaatan hasil hutan. Masyarakat telah beranjak untuk mengelola hutan dengan sederetan aturan-aturan dasar yang mereka anggap sebagai acuan dalam memanfaatkan hasil hutan. Atura-aturan ini terus tumbuh, dan memberikan warna baru dalam setiap aktifitas pemanfaatan hasil hutan.

Masyarakat ini telah belajar dan mampu memanfaatkan hasil hutan dengan berbagai orientasi yang berkembang dalam pikiran mereka.
Ada sebuah harapan bahwa aturan-aturan yang ada bisa menjadi acuan atau kerangka pemanfaatan keberlanjutan yang baik. Pemanfaatan berkelanjutan mengandung pengertian yang luas, yaitu diantaranya keberlanjutan usaha, kelestarian lingkungan dan ketahanan sosial. 3 aspek keberlanjutan tersebut menjadi kunci acuan pemanfaatan sumber daya hutan.

Berangkat dari harapan diatas sebelumnya maka pembentukan lembaga yang akan memanfaatkan hasil hutan merupakan lankah awal. Lembaga ini merupakan sebuah badan usaha yang didalanya berlaku atura-aturan manajemen. Badan usaha ini bisa berbentuk usaha perseorang (keluarga) atau kelompok tertentu. Keanggotaan badan usaha ini diatur dengan serangkaian aturan dasar dari usaha ini.

Dari hasil kegiatan diperoleh informasi bahwa ada harapan dari masyarakat membangun suatu lembaga pemanfaatan hasil hutan yang mampu menjadi tempat penampung kemampuan dan kebutuhan masyarakat dalam hal pemanfaatan hasil hutan. Adapun beberepa pihak yang dianggap penting untuk bersama-sama masyarakat membentuk usaha ini adalah: - LSM (NGO), - PEMDA (Pemerintah Daerah), dan Pihak Swasta. Dimana pihak swasta selanjutnya akan berperan sebagai aktor yang bisa meyakinkan masyarakat terkait pemanfaatan hasil selanjutnya. LSM (NGO) membantu dan mendampingi dalam memberikan pikiran-pikiran pemanfaatan suber daya hutan secara berkelanjutan dan sebagai fasilitator/media antara masyarakat, pihak swasta dan pemerintah. Pemerintah berperan sebagai sumber dana penggerak, kontrol dan evaluasi keberlangsungan usaha serta berperan dalam penetapan hak-hak hukum dan adminstrasi dari badan usaha. (gambar. )




Gambar 2. Pemantapan sistem manajeman pengelolaan sumber daya hutan.

Setelah ada lembaga dengan serangkaian aturan yang beralaku, tahapan selanjutnya merupakan kerja masyarakat dan NGO bermitra dengan pemerintah daerah. Pekerjaan disini menyangkut pemantapan sistem manajemen usaha. Pemantapan sistem manajemen usaha ini dimasksudkan untuk mengatur setiap aspek strategis dari badan usaha secara terencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Usaha pemantapan sistem manajemen ini mencakup:
a) Pemantapan sistem manajemen pemanfaatan hasil
b) Pemantapan sistem manajemen organisasi usaha
c) Pemantapan sistem manajemen pemasaran
Strategi-strategi pemantapan diatas merupakan rangkaian sederhana dalam menata lembaga usaha yang telah didirikan bersama. Dimana ketiga strategi diatas diharapkan menjadi kunci dalam pengaturan pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan. Ketiga strategi ini secara sederhana merupakan tiang utama dalam keberlanjutan usaha pemanfaatan hasil hutan.



Gambar 3. Pembentukan lembaga pengelola sumber daya hutan

1. Pemantapan sistem manajemen pemanfaatan hasil
Aspek ini merupakan aspek krusial, karena merupakan faktor pendorong berjalannya usaha. Faktor ini mencakup beberapa hal yaitu pengaturan hasil produksi, pengaturan hasil cadangan, pengaturan hasil yang dipelihara atau dipertahankan. Pengaturan hasil produksi sendiri mengandung pengertian bahwa seberapa banyak hasil yang dapat diambil per periode waktu tertentu. Sebagai contoh misalnya untuk kayu, “berapa m3 kayu yang dapat ditebang tiap tahunnya (AAC)?” Penentuan jatah tebangan tahunan ini merupakan dasar penting dalam perencanaan pemanfaatan hasil hutan secara berkelanjutan. Penentuan jatah tebangan ini mengacu pada hasil identifikasi potensi hasil hutan kayu. Untuk pemantapan kegiatan ini diperlukan dinas kehutanan sebagai assesor dan datang untuk menetapkan dan mengesahkan semua dokument pemanfaatan hasil hutan kayu
Pengaturan hasil cadangan mengandung pengertian bahwa pohon-pohon ini atau pohon-pohon induk atau hasil-hasil yang berkualitas baik dipertahankan sebagai cadangan dalam periode waktu berikutnya. Selain itu juga sumber-sumber yang berkualitas ini dipertahankan sebagai sumber bibit untuk regenerasi. Pengaturan hasil cadangan ini merupakan bagian dari manajemen persediaan.
Pengaturan hasil yang dipertahankan atau dipelihara mengandung pengertian perencanaan terhadap pemanfaatan hasil hutan lain yang langsung. Pemeliharaan lingkungan, ekosistem dan kekayaan alam yang khas dari daerah tersebut. Selain itu manajemen
2. Pemantapan Sistem Manajemen Organisasi Usaha
Organisasi usaha memiliki fungsi yang begitu luas, sehingga pada awalnya dalam pembentukan sebuah badah usaha, diperlukan penetuan terhadap ruang lingkup (scope) kerja badan usaha. Ruang lingkup akan berbicara tentang kerangka organisasi, struktur organisasi, sitem keanggotaan serta atura-atura lain yang sifatnya mengikat dalam organisasi. Pemantapan strategi organisasi usaha dianggap penting karena merupakan factor penggerak keefektifan kerja badan usaha. Pembagian peran dalam organisasi merupakan salah satu wujud dalam usaha pemantapan sistem manajemen organisasi. Dengan organisasi yang harapan baik akan terwujud.
3. Pemantapan Sistem Pemasaran Hasil
Pemasaran selalu menjadi masalah klasik yang agak rumit dicari pemecahannya. Pengelolaan hasil yang berkelanjutan akan terwujud apabila ada pasar yang siap menampung hasil yang dimanfaatkan. Langkah awal yang baik untuk menanggulangi masalah ini adalah ketika pembentukan lembaga, diharapkan juga bisa melibatkan pihak swasta yang memiliki akses pasar yang baik. Informasi pasar akan mudah diperoleh dengan kehadiran pihak swasta ini.
Selain cara diatas, adalah baik untuk membangu sebuah jaringan komunikasi yang baik dengan akses pasar hasil. Atau dengan kata lain bermitra dengan pihak swasta lokal yang memiliki akses pasar yang baik. Perencanna sistem pemasaran hasil adalah hal penting oleh sebab itu peran NGOdan pemerintah akan sangat besra pada tahap ini dalam membantu badan usaha milik masyarakat dalam merancang strategy paasar yang dan membantu mencari akses pasar yang potensial.

Mr. Yumte

Senin, 08 Juni 2009

Penghidupan Masyarakat Adat Esania dan Sumber Daya Hutannya



Mengetahui besar kontribusi hutan bagi keberlangsungan hidup suatu masyarakat yang hidup disekitar hutan merupakan salah satu kunci dalam menelusuri program pembangunan yang sesuai untuk mereka. Kontribusi disini diartikan sebagai peran hutan terhadap segala sesuatu yang dihasilkan dan digunakan suatu masyarakat dari hutan baik berupa penghasilan dalam bentuk uang tunai, maupun penghasilan yang langsung dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Berbagai metode telah digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi hutan bagi suatu masyarakat yang hidup disekitar hutan. Pendekatan yang umum digunakan adalah pendekatan annual income (pendapatan tahunan). Perkiraan pendapatan dari masyarakat yang hidup disekitar hutan merupakan salah satu kunci dalam memahami kehidupan mereka dan pola penggunaan dari hutan. Menurut Wolenberg dan Nawir (1998), income merupakan indicator penting dari masyarakat kehidupan masyarakat sekitar hutan. Income juga dapat digunakan untuk menilai dampak dari program-program pembangunan, perkembangan pasar dan dunia usaha masyarakat.

Satu metode yang sudah digunakan dalam melihat besarnya kontrbusi hutan bagi masyarakat dan dapat digunakan untuk menelusuri masalah-masalah kehutanan yang dialami masyarakat adalah dengan Alat Bantu Analisi Kemiskinan. Metode ini mampu mengetahui besar konttribusi hutan disetiap level ekonomi rumah tangga dan sekaligus megetahui pendapat dari gender yang berbeda dari kudua level ekonomi rumah tangga tersebut. Selain itu responden juga diajak untuk berpikir bersama tentang solusi dari masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan pengelolaan hutan.

The Samdhana Institute bersama Perkumpulan Perdu dengan dukungan dana dari IUCN sedang melaksanakan program ‘livelihoods and landscapes strategy (LLS)’ di Jasirah Bomberai, Papua Barat. Tujuan umum dari kerjasama tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jasirah Bomberai serta mendorong pengelolaan sumber daya alam secara bekelanjutan. Adapun salah satu strategi untuk mencapai tujuan umum diatas adalah dengan mendukung pengambilan keputusan oleh pihak Pemda yang berpihak pada pengelolaan berkelanjutan dan memperhitungkan kepenting masyarakat. Untuk mencapai tujuan dan strategi diatas maka serangkai kegiatan dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang karakteristik masyarakat untuk menemukan pola terbaik dalam pembangunan.

Dan salah satu kegiatan dari rangkaian itu adalah proses analisis kemiskinan ini. Dengan harapan melalui kegiatan ini akan diperoleh informasi yang berhubungan dengan karakteristik kehidupan rumah tangga dari masyarakat yang hidup disekitar hutan. Serta diperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah-masalah penggunaan lahan dan hutan yang dialami masyarakat.

Tittle: Profor - IUCN Penerapan Alat Bantu Forest Povety Toolkit
           di Kampung Esania - Distrik Buruway - Kab Kaimana
Author : IUCN - PEMALI - PERDU
Editor  : Yunus Yumte
Year    : 2009


DOWNLOAD

Rabu, 03 Juni 2009

Dalam 1 Menit, Hutan Seluas 5 Kali Lapangan Bola Rusak

JAKARTA, KOMPAS.com — Perusakan hutan di Indonesia begitu parah dan memprihatinkan. Ini meningkatkan pemanasan global yang sedang kita khawatirkan saat ini, selain faktor energi dan transportasi.

"Deforestasi di Indonesia menyumbang 75 persen gas rumah kaca," kata Joko Arif, Juru Bicara Kampanye Bidang Kehutanan Greenpeace di Jakarta, Selasa (26/5).

Menurut data yang dirilis Food Agricultural Organization tahun 2007, laju perusakan hutan 1,8 juta hektar per tahun. Dalam 1 menit perusakan hutan terjadi seluas 5 kali luas lapangan sepak bola. Dengan kata lain, dalam sejam hutan seluas 300 lapangan sepak bola rusak.

Untuk itu, Joko mendesak agar dilakukan moratorium deforestasi dan mengurangi bahan bakar batu bara. "Batu bara merupakan bahan bakar fosil terkotor, yang menyumbang gas rumah kaca, seperti CO2, NO2, CH4," tutur Joko.

Sebenarnya, ada banyak energi alternatif yang disebut energi bersih untuk mengganti bahan bakar fosil yang tidak ramah lingkungan. "Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, punya energi sinar matahari sepanjang tahun, energi angin di Indonesia timur, dan mikrohidro di daerah yang punya sungai," tutur Joko.

Jika pemerintah tidak menyikapi isu ini, kita tinggal menunggu bencana yang mengerikan. "Pada tahun 2025 Bandara Soekarno Hatta tidak bisa digunakan karena tergenang air, dengan catatan tidak ada usaha yang dilakukan pemerintah untuk perbaiki lingkungan," pungkas Joko.

ONE
Akses http://m.kompas.com di mana saja melalui ponsel, Blackberry, iPhone, atau Windows Mobile Phone Anda