My Ideas and Stories About PAPUA

Making the rich and beautiful resources in Papua become the social economic strength for Papuan has become the long home works. Many people believe that the early start to find the answer is by understanding how Papua looks like, their communities and their special strength. And it can be realize by directly in touch with them. This blogs provides you chance to touch and gets insight ideas, trends and stories about Papua.
  • Stories About Beautiful Papua

    Every Single Place In Papua Have Its Stories To Be Shared To Build Other People Understanding About This Island

  • The Last Frotier Primary Forests

    With 42 Million ha of forests, Papua play crucial rules in Indonensia forests development targets.

  • Women and Natural Resources

    Forests or land right are not only about Man. So understanding the roles women and the impact of forests changes to women are also crucial

  • Our Traditional Value

    Papuan Community Have Been Living for Centuries with Their Knowledge and Wisdom in Managing Natural Resources and Practice Best Conservation

  • For Papuan Generation

    Every Works We Do Now Must Be Dedicated To The Future Papuan Generation

  • Dependency to Forests Resources

    Practicing Good Forests Governance in Papus About Understing the Right of Indigenous People and Their Dependency to Natural Resources

  • All Are Wonderful

    You Will Get Good Scene That You May Not Able Somewhere Else - Only In PAPUA

  • Bitter Nut Is Papuan Favorit Gums

    Bitter Nut or In Papua We Call 'Pinang' Is The Local Gum You Can See In Every Corner of the Cities. Papuan People Love To Chewing It. Sometime People Consider It As Contact Material When You Travel to The Village

  • Papuan Traditional Conservation Practices

    For Centuries, Papuan Has Practicing Local Wisdom to Sustainaible Use of Natural Resources. They Have Traditional Education System to Teaching Them How To Interact With Human, Spiritual Power and Understanding The Words Of Nature

Kamis, 06 Mei 2010

Mengenal Tutupan dan Potensi Hutan di Kampung Esania, Kaimana


Tipe-tipe hutan di Esania 

Dataran rendah kering (tanah berpasir): wilayah ini didonminasi oleh pohon-pohon eukaliptus, yang diduga oleh masyarakat sebagai Melaleuca kajuputih (Penghasil minyak kayu putih). Dari hasil estimasi luah hutan ini sekitar 10 ha, dan berada disekitar kampung. Tutupan vegetasi di hutan ini sangat jarang dengan dipenuhi liana, tumbuhan perdu, dan pohon-pohon kecil. Dari identifikasi, pohon-pohon eukaliptus ini berdiameter berkisar antara 10 – 30 cm.

Dataran rendah kering (tanah liat) : tipe hutan ini berada pada ketinggian 9 – 30 m.dpl. Sebaran hutan ini cukup merata di hampir seluruh wilayah esania, dan mendominasi hampir 50% wilayah esania. Didominasi oleh jenis jambu-jambuan, pala hutan, dammar-damar dan jenis-jenis pohon bergetah (ex: cempedak). Di hutan ini juga mudah ditemukan kayu merbau, marsawa, matoa, bunga, minyak, Jenis-jenis dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran lain. Untuk kayu-kayu komersil dan dalam kategori siap tebang, penyebarannya juga sangat merata dan dekat-dekat. Jarak rata-rata antara satu pohon komersil dengan yang lain adalah ± 30 m. Serta kayu-kayu ini memiliki diameter yang cukup potensial (d > 1 meter).

Hutan rawa basah (tanah becek, dengan dipenuhi tumpukan serasah): dari hasil kegaitan, didapatkan informasi bahwa hutan ini cukup merata diseluruh wilayah esania. Kondisi wilayah yang datar dengan curah hujan yang cukup tinggi, mendukung terbentuknya hutan ini. Hutan ini hampir mendominasi 30 % wilayah hutan Esania, dan didominasi oleh pandan-pandan dan rotan. Pada hutan ini mulai dengan mudah ditemukan jenis-jenis kayu rawa seperti kayu hitam, bintangur dan pala hutan dengan diameter > dari 1 meter. Pada hutan ini juga mudah ditemukan pohon-pohon dari jenis dipterocarpaceae. Tanah dihutan ini sangat potensial, dan menurut estimasi saya ini merupakan wilayah yang sangat sesuai untuk pengembangan perkebunan sawit.

Hutan mangrove: selain hutan tanah darat seperti yang disebutkan diatas, terdapat juga hutan mangrove yang mendominasi garis sungai esania, jenis-jenis komersial seperti Rhisophora, Bruguera, dan Avicenia, sangat mudah ditemukan di wilayah ini. Bakau diwilayah ini berfungsi sebagai zona penyangga serta protector terhadap abarasi tanah darat oleh karena aliran sungai. Potensi kayu mangrove juga cukup besar, dan memang sangat potensial apabila dikembangkan untuk industry arang bakau skala kecil/menengah. Selain berfungsi sebagai penyangga dan protector terhadap abrasi, mangrove-mangrove di wilayah ini juga berfungsi tempat tinggal keanekaragaman hayati yang tinggal di wilayah ini, terutama: ikan, buaya, burung, dan kelelawar.

Hasil Inventarisasi

Kegiatan ini berhasil mendapatkan 20 plot ukur yang letaknya tersebar diseluruh wilayah esanian. Fokus area yang di inventarisasi adalah daerah sejauh 2 km dari garis sungai, dengan pertimbangan areal-areal ini akan kemungkinan mudah untuk dimanfaatkan dengan alasan pengangkutan kayu ke tempat penimbunan.

Dari kegiatan ini diperoleh gambaran bahwa hampir seluruh wilayah kampung esania yang berhutan, memiliki sebagaran kayu komersial yang merata dengan diameter yang tinggi yang cukup besar (diameter mencapai lebih dari 1 m). Kayu komersial jenis merbau mudah sekali ditemukan karena penyebarannya yang cukup merata diseluruh wilayah. Untuk kayu-kayu komersial lain dari jenis meranti dan kayu indah juga sangat mudah ditemukan. Sehingga untuk usaha kayu. Potensi hutan esania sangat mendukung untuk pengelolaan kayu yang mantap.

Plot yang dibuat adalah plot lingkaran dengan jari-jari (r) = 17,8 m. Dan dalam pencatatannya yang dicatat adalah jumlah, jenis, diameter dan tinggi pohon. Untuk potensi yang diperoleh secara kasar dapat di hitung adalah untuk jenis kayu komersial lebih dari 40 m3/ha. Hasil lapangan selanjutnya akan diolah untuk mendapatkan nilai potensi kayu yang lebih akurat.

Untuk kayu-kayu bekas tebangan, sebarannya tidak mereta dan jumalahnya pun terbatas. Dari hasil kegiatan inventarisasi ini, ditemukan hanya sekitar 10 batang kayu komersil, dan bahwa sebagian besar kayu-kayu ini telah dimanfaatkan dan yang tersisa adalah bagian-bagian kayu yang menurut logger sudah tidak menguntungkan. Hanya ada beberapa yang masih utuh, namun kondisinya semakin buruk karena diserang rayap, serangga atau hama kayu. Selain itu untuk jenis kayu Merbau (besi) yang tersisa adalah bagian pangkal yang keras, yang apabila dipaksakan untuk di belah kemungkinan membutuhkan biaya perawatan dan perbaikan bar chain-saw yang besar.

Temuan lain 

Selain potensi kayu yang besar, terdapat juga potensi hasil hutan bukan kayu lain memiliki nilai ekonomi yang besar untuk mendukung perekonomian masyarakat yaitu rotan. Rotan sangat mudah ditemuakan di daerah Esania ini, terutama pada daerah rawa basah. Sebarannya pun cukup merata mulai dari pinggir sungai kecil sampai jarak 3 km kedalam hutan. Rotan di esania, cukup beragam mulai dari yang berdiameter kecil sampai yang berdiameter besar. Potensinya pun cukup besar.

Dari hasil identifikasi dan observasi di kampung, tidak banyak dari masyarakat di Esania yang memanfaatkan rotan, mereka pada umumnya hanya memanfaatkan kulit kayu dari hutan untuk membuat tomang. Hal ini cukup mendukung, karena rotan yang berada dalam wilyah adat Esania, sangat lestari, hampir sebagian besar belum terjamah.

Penebang Liar

Di wilayah esania ada penebang liar yang beroperasi dengan ijin kelola yang tidak jelas. Menurut keterangan masyarakat mereka adalah para logger dari makasar atau sering disebut dengan “orang bugis”. Selama kegiatan inventarisasi terutama pada wilayah yang dekat dengan aral penebangan, dapat dengan mudah didengar suara chain-saw, serta pada beberapa titik, juga mudah ditemukan beberapa limbah kayu bekas tebang. Umumnya mereka tidak memperhatikan rendemen dari kayu yang ditebang, pada dasarnya jumlah kubikasi yang ditargetkan. Kayu-kayu ini akan dimuat dengan kapal yang akan masuk ke sungai apabila jumlah kayu yang siap diangkut sudah banyak. Menurut keterengan masyarakat, mereka memiliki kontrak lisan dengan masyarakat dikampung, jadi perhitungan bayaran-nya adalah Rp. 5,000,000/sekali angkut oleh kapal. Dugaan saya kayu-kayu ini akan diangkut keluar kota kaimana.

Sabtu, 01 Mei 2010

Deskripsi Kampung Esania Distrik Buruway, Kabupaten Kaimana-Provinsi Papua Barat

I. Gambaran Umum

Secara geografis, kampung esania terletak antara 02o 28’ LS sampai diselatan 03o 38’ LS, dan 133o 21’ sampai 133o 36’ BT[1]. Secara administartif Kampung Esania terletak di Distrik Buruway Kabupaten Kaimana. Kampung esania berbatasan langsung dengan kampung Ubia, Distrik Kambrau disebelah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kampung Yarona, Distrik Buruway dan Laut Arafuru. Sebelah barat berbatasan dengan Kampung Hia dan Tairi Distrik Buruway, serta sebelah timur berbatasan dengan Teluk Kambrau. Wilayah kampung Esania, terbagi kedalam 2 dusun besar yaitu Dusun Esania dan Dusun Kuna, yang didalamnya ada wilayah adat berdasarkan marga besar diantaranya: wilayah adat Marga Naroba, wilayah adat marga Natraka, wilayah adat Marga Goga, wilayah adat marga Aboda, wilayah adat Marga Kurdow dan wilayah adat Marga Badu. Dari peta Master Plan Pembangunan Kehutanan Kabupaten Kaimana wilayah kampung esania masuk dalam kawasan hutan produksi tetap, hutan produksi terbatasan dan hutan produksi konversi. Tipe hutan di wilayah esania sebagian besar di dominasi oleh hutan dataran rendah kering dan hutan rawa serta hutan mangrove yang tumbuh subur dipinggir sungia-sungai besar. Dalam peta tutupan lahan yang dibuat oleh tim lapangan berdasakan hasil kunjungan ke wilayah Kampung Esania diperoleh gambaran tutupan kawasan hutan dan lahan adalah sebagian tegakan eukaliptus dengan tanah berpasir di sekitar kampung, hutan dataran rendah kering, kasawan hutan sekunder (log over area), hutan rawa dan rawa sagu.



Gambar 1. Letak Kampung Esania di Distrik Buruway, Kabupaten Kaimana[2]

II. Penduduk dan Penghidupannya

Jumlah penduduk kampung Esania sekitar 325 jiwa, dengan 61 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di kampung Esania merupakan pendusuk asli yang memiliki wilayah kekuasaan ada di Esania. Dan dari pembagian suku di Kaimana, wilayah dan masyarakat Esania merupakan bagian dari Suku besa Madewana. Masyarakat di wilayah ini mengenal sistem marga yang menunjukan garis keluarga berdasarkan perkawinan patrilinear (Marga diturunkan dari Marga Ayah). Selain penduduk asli, ada juga beberapa penduduk yang datang dari luar dan menetap untuk sementara waktu karena tututan profesi (Guru, Mantri, Pendeta dan Pedagang). Secara adat, marga-marga (family name/clan) yang barada diwilayah Kampung esania adalah Marga Naroba, Natraka, Goga, Aboda, Kurdow, Badu, Batina, Nanggewa dan Toge. Semua marga ini memiliki wilayah adat di Kampung Esania. Terutama untuk 6 marga besar pertama merupakan marga yang asli kampung Esania. Hampir semua masyarakat kampung Esania beragama Kristen Protestan. Mereka cukup ramah dan hidup dengan aturan agama dan adat yang dipegang kuat.
Sebagian besar dari masyarakat kampung Esania menggantukan hidupnya dari ekstraksi sumber daya hutan yang mereka miliki. Dimana aktifitas-aktifitas itu adalah berkebun tradisional, mencari ikan dan  memanfaatkan kayu. Disamping memanfaatkan sumber daya alam yang mereka miliki, ada pula yang berprofesi sebagai aparat desa. Dalam beberapa tahun terakhir selain memanfaatkan hasil alam, sebagian masyarakat lebih banyak meluangkan waktu di Kampung untuk mengerjakan proyek-proyek pembangunan di Kampung dari Pemerintah. Hasil yang mereka jual ke Kota umumnya adalah kayu gergajian, namun hanya laki-laki yang memiliki akses paling besar terhadap sumber daya hutan kayu ini. Para wanita umumnya hanya bekerja dirumah untuk mengurusi keperluan harian keluarga dan berkebun, namun tidak jarang sebagian dari mereka ikut membantu pekerjaan yang dilakukan oleh lelaki.
Untuk ekstraksi sumber daya hutan, sumber pendapatan uang tunai masyarakat di esania umumnya berasal dari pengambilan kayu untuk dijual ke kota dalam bentuk kayu gergajian dan membuat perahu. Sedangkan hasil kebun, hasil ikan/udang dari sungai, hasil buruan, dan hasil lain yang dikumpulkan dari hutan umumnya hanya untuk konsumsi harian keluarga, dan/atau apabila ada kelebihan biasanya dibagikan ke keluarga yang lain. Hasil perkebunan berupa pala juga turut menyumbang pendatapan tunai bagi masyarakat namun tidak terlalu signifikan seperti hasil kayu atau pendapatan dari proyek pemerintah.


III.  Sarana dan Prasarana Pendukung

Terdapat beberapa fasilitas penunjang di kampung Esania, seperti sebuah jembatan kayu kecil (sekarang kondisinya rusak) untuk tempat parkir perahu atau long boat sebagai sarana transportasi laut utama. Ada sebuah bangunan sekolah dasar (SD) dengan 6 ruang kelas dengan 3 tenaga Guru, ada puskesmas pembantu (PUSTU) dan seorang petugas kesehatan (mantri), Balai dan kantor kampung, 2 bangunan Gereja (GKI dan GPI), serta jalan setapak yang dibangun rapi menggunakan beton. Hampir sebagian besar rumah penduduk di Kampung Esania merupakan rumah permanen layak huni dengan tembok beton (campuran batu, semen dan pasir). Dimana sebagian besar bahan-bahan bangunan berupa semen, seng, dan paku merupakan bantuan dari Pemerintah melalui program-program bantuan sosial dan pembangunan kampung yang ada. Namun ada juga beberapa masyarakat yang sudah mampu membeli sendiri dengan pendapatan tunai yang mereka peroleh dari berbagai aktifitas penghidupnnya. Untuk air bersih, terdapat 6 sumber air utama bagi masyarakat untuk mandi, air minum, dan mencuci. Sumber air ini berupa kolam mata air tanah dan pancuran. Jaraknya tidak jauh dari kampung sehingga tidak terlalu membutuhkan energi yang besar untuk mengangkut air atau mengangkut hasil cucian. Untuk membantu tercukupinya kebutuhan air bersih di kampug Esania ini, pemerintah melalui program PNPM-Mandiri memberikan bantuan satu buah profil tank bagi setiap rumah untuk menampung air sewaktu hujan. Selain sarana air bersih, telah dibangun pula beberapa kamar kecil untuk toilet masyarakat. Untuk mendukung penerangan dikampung, telah di pasang jaringan listrik dari rumah ke rumah serta ada sebuah mesin diesel lampu Yanmart berkapasitas besar yang mambantu untuk mensuplai energy listrik yang dimanfaatkan masyarakat untuk penerangan dimalam hari. Jaringan listrik dan mesin diesel lampu ini merupakan bantuan pemerintah daerah. Selain sebuah mesin ini, sebagian masyarakat di kampung juga memiliki mesin lampu mereka sendiri untuk kebutuhan rumah tangga masing-masing. Aktifitas perekonomian juga kelihatan hidup, masyarakar telah lama mengenal kegiatan jual beli. Di kampung ada 3 buah kios yang menyediakan kebutuhan pokok, rokok serta peralatan lain. Selain itu pedagang ini juga sering kali bertindak sebagai pembeli beberapa hasil bumi masyarakat

IV. Sumberdaya Alam dan Pengelolaannya oleh Masyarakat

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa semua wilayah di kampung Esania telah terbagi berdasarkan kepemilikannya secara adat, dan pembagian dan batas alam secara adat diakui bersama oleh semua marga adat di kampung Esania. Setiap masyarakat umumnya mengusahakan lahan dan memanfaatkan hasil alam dari wilayah adat mereka. Namun terdapat pula lahan yang dikatakan oleh masyarakat sebagai “wilayah makan bersama” wilayah ini secara kekeluargaan kampung merupakan wilayah yang boleh diakses oleh semua masyarakat di kampung untuk mendapatkan hasil alam.

1.    Hutan
Hutan merupakan sumber daya alam penting bagi penghidupan masyarakat Kampung Esania, hutan menyediakan makanan, obat-obatan, perhiasan, bahan bangunan untuk rumah serta merupakan faktor produksi penting dalam menjamin pendapatan tunai masyarakat. Masyarakat juga mengakui hutan sebagai identitas diri dan budaya mereka. Hutan diwilayah esania ini sudah terbagi menurut wilayah marga atau pertuanan, dan pengakuan secara adat ini telah lama ada dan diakui bersama. Hasil-hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di kampung Esania antara lain: kayu, hewan buruan, sayuran, buah-buahan hutan, pala hutan, madu, rotan dan getah dammar. Untuk sumber pendapatan tunai dari hutan, umumnya mereka memanfaatkan hasil hutan kayu sebagai sumber pendapatan utama. Kayu umumnya diolah dalam bentuk kayu gergajian yang siap diantar ke kota. Dan kadang kala juga kayu besar diubah menjadi perahu dan dijual. Intensitas-nya pun tidak terlalu sering, tergantung pesanan. Untuk hasil hutan kayu umumnya hanya diakses oleh beberapa tokoh kampung yang memiliki akses terhadap pasar secara baik di kota. Beberapa jenis kayu yang dimanfaatkan masyarakat dan bernilai jual tinggi disajikan pada tabel 1 dibawah. Sedangkan hewan buruan yang selama ini dikejar dan dimanfaatkan adalah Babi, Rusa, Kangguru, Tikus tanah, beberapa jenis burung (Mambruk, Maleo, Merpati Hutan dll).

Tabel 1. Daftar nama kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Esania

No
Nama Daerah
Nama Dagang
Nama Latin
1
Kayu Besi
Merbau
Intsia bijuga
2
Kayu Matoa
Matoa
Pometia pinata
3
Kayu Susu
Pulai
Alstonia scholaris
4
Kayu Kuning
Cendana
5
Kayu Linggua
Angsana
Pterocarpus sp
6
Kayu Pala Hutan
Mendarahan
Myristica spp, Knema spp
7
Kayu Bunga
Raja Bunga
8
Kayu Kunang-Kunang


9
Dammar
Agatis
Agatis sp
10
Gufasa
Gopasa
Vitex spp.
11
Sukun Hutan
Terap
12
Bintangur
Bintangur
13
Durian hutan
Durian
Durio spp
14
Kayu Ketapang
Ketapang
Terminalia sp
15
Kedondong Hutan
Kedondong Hutan
16
Benuang
Benuang
17
Kayu Minyak


18
Kayu Bawang
Kulim
19
Kayu Bugis
Bugis
20
Kayu Putih
Eucaliptus

Hasil hutan potensial yang memberikan pengaruh signifikan pada penghasilan masyarakat dalam bentuk uang tunai adalah kayu. Sedangkan hutan bukan kayu dari kebun berupa pala dan kelapa. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penebangan kayu oleh masyarakat untuk dijual ke kota terus dilakukan. Begitu juga pala yang dalam setahun memiliki 2 kali masa panen. Untuk teknik dasar pemanenan, masyarakat secara turun menurun sudah mengenal dan memiliki kemampuan untuk mengelolaannya. Kolom dibawah ini merupakan gambaran singkat kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. 





2.    Kebun/Berladang

Berkebun merupakan salah satu aktifitas rutin masyarakat selama ini untuk mendukung penghidupan mereka terutama untuk konsumsi harian keluarga terutama suplai buah-buahan, sayuran dan umbi-umbian. Pola berkebun yang dikembangkan masyarakat masih bersifat tradisional dan masih tetap menggunakan teknik-teknik bertani yang diturunkan oleh dari generasi ke generasi, meskipun dalam beberapa tahun terakhir telah ada introduksi beberapa alat-alat bertani dan bibit tanaman baru untuk dikembangkan masyarakat. Dalam pengelolaannya masing-masing marga memanfaatkan lahan mereka. Ada juga yang menumpang pada wilayah adat marga yang lain, namun telah mendapatkan persetujuan sebelumnya dari pemilik wilayah, atau apabila Ibu/Mama memiliki marga yang sama dengan pemilik hak wilayah. Umumnya wilayah untuk berkebun ini adalah wilayah yang bertanah hitam, karena masyarakat telah memiliki sistem pengetahuan lokal dimana mendidentifikasi tanah hitam sebagai areal yang cocok untuk bertani karena dianggap memiliki kandungan unsur hara atau kesuburan tanah yang baik. Umumnya setiap KK memiliki 1 areal kebun yang ditanami tanaman pangan untuk subsisten. Selain kebun tanaman pangan ini ada juga kebun pala (Myristica argantea) yang umumnya jumlahnya sama dengan jumlah anak laki-laki yang dimiliki sebuah keluarga. Lahan-lahan pekebunan pala ini umumnya tidak jauh dari kampung, dan dalam luasan yang kecil. Hasil pala sendiri belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendapat tunai masyarakat di kampung Esania, meskipun setiap tahun dua kali musim panen. Untuk hasil-hasil kebun yang di tanaman pada kebun atau pekarangan adalah jenis sayur-sayuran dan buah-buahan seperti keladi/talas (Colocasia esculenta), petatas (Ipomoea batatas L), kasbi/singkong (Manihot esculenta. Crantz), papaya (Carica papaya), pisang (Musa paradisiaca L), bayam (Spinacia oleracea), cabe rawit/rica (Capsicum frutescens), serai (Andropogon nardus Linn), sayur gedi (Hibiscus manihot L) dan coklat. Selain itu ada pula yang menanam labu, durian (Durio zibestinus), rambutan (Nephelium lapaceum), kelapa (Cocos nucifera), pinang (Areca pinanga) dan jambu. Masyarakat umumnya bertahan disatu areal untuk berkebun selama 1 atau 2 tahun, mereka akan mempertimbangkan daya dukung lahan terutama pada kesuburan tanah, karena umumnya mereka berpendapat bahwa setelah panen ke-2 atau ke-3 umumnya tanah sudah tidak subur lagi. Setelah lahan ini dianggap tidak menghasilkan lagi, lahan ini akan ditinggal dalam jangka waktu yang lama, umumnya 7 sampai 8 tahun untuk diolah kembali. Dari keterangan para wanita, umumnya lahan-lahan yang ditinggal ini akan mejadi milik anak-anak mereka. Biasanya setelah tanaman jangka pendek telah selesai dipanen, sebelum berpindah ke lahan lain untuk digarap, masyarakat menanam tanaman jangka panjang seperti pohon buah sebagai penanda hak milik.

3.    Mangrove dan Sungai
Sungai dan hutan mangrove yang tumbuh disekitar sungai dalam wilayah kampung Esania merupakan berkat tersendiri bagi masyarakat di kampung Esania. Sungai menjadi jalan tranportasi dan mobilisasi masyarakat dengan perahu, baik ke Kota atau ke kebun-kebun mereka. Selain sebagai jalan transportasi, sungai juga menyediakan udang dan ikan untuk konsumsi masyarakat. Selain udang dan ikan hasil lain seperti siput/bia, belut, kepiting dan buah nipah juga sering dimanfaatkan oleh masyarakat. Sama dengan wilayah hutan dan pertanian, pemanfaatan areal sungai, bakau/mangrove dan nipah juga memperhatikan wilayah marga, jadi umumnya yang memanfaatkan hasil di wilayah mangrove atau nipah adalah mereka yang memiliki hak ulayat pada wilayah tersebut. Marga lain boleh memanfaatkan setelah mendapatkan ijin dari marga pemilik wilayah. Namum masyarakat mengakui bahwa pertuanan marga Naroba adalah pemilik hak ulayat yang berhak untuk memberi ijin pemanfaatan wilayah mangrove dan nipa. Pertuanan Naroba sendiri memberikan kebebasan untuk pemanfaatan hasil sungai dan mangrove dalam jumlah yang terbatas. Hasil kegiatan ini menunjukan bahwa, umumnya hasil yang diperoleh dari sungai dan kawasan mangrove adalah untuk kebutuhan konsumsi keluarga. Selain untuk konsumsi langsung, hasil-hasil ini ada pula yang langsung dijual, namum umumnya hanya dijual di dalam kampung.
Selain hasil sungai berupa ikan, udang dan kepiting, sungai Buruway ini juga memberikan manfaat ekologis yang sangat besar. Mangrove dan hutan sungai yang tumbuh sepanjang sungai bukan hanya sebagai penyangga abrasi arus sungai, tetapi juga sebagai tempat hidup beberapa jenis burung cantik dan kelelawar. Selain kelelawar beberapa jenis hewan merayap seperti buaya, ular dan soa-soa juga memanfaatkan keseimbangan ekosistem sungai ini sebagai tempat mereka untuk hidup.








Gambar 2. Ekosistem sungai Buruway, di pinggir Kampung Esania

Rekomendasi dari master plan pembangunan pertanian Kaimana, menyarankan wilayah sungai ini dan sebagian daerah berawa lain disekitar sungai Buruway-Esania ini sebagai tempat untuk pengembangan komoditas perikanan tambak ikan rawa payau[3].



[1] Sumber: Master Plan Pembangunan Pertanian Kabupaten Kaimana


[2] Sumber Peta: Dokumen Master Plan Pembangunan Kehutanan Kabupaten Kaimana


[3] Sumber: Pemetaan dan tata batas kesepakatan kampung Esania. Peta lokasi dengan koordinat geodesi seperti dalam peta usulan hutan Desa Esania.