My Ideas and Stories About PAPUA

Making the rich and beautiful resources in Papua become the social economic strength for Papuan has become the long home works. Many people believe that the early start to find the answer is by understanding how Papua looks like, their communities and their special strength. And it can be realize by directly in touch with them. This blogs provides you chance to touch and gets insight ideas, trends and stories about Papua.

Rabu, 30 Maret 2016

2 Peta Wilayah Adat Indikative Suku di Tambrauw Dipresentasikan ke Pemda

Sausapor, 30 Maret 2016. Menjadi salah satu Narasumber dalam konsultasi publik sehari Naskah Akademis dan Legal Draft PERDA Kabupaten Konservasi dan Perlindungan-Pengakuan Hak Masyarakat Adat, Yunus Yumte - Papua Program Manager the Samdhana Institute memberikan laporan akhir pekerjaan pemetaan wilayah adat Indikative 2 suku di Kabupaten Tambrauw yaitu Suku Miyah dan Suku Abun. Selain ini, hasil pemetaan indikative ini, telah juga membantu wilayah adat Moi Kelim mendapatkan revisi peta wilayah adatnya untuk bagian yang berbatasan dengan suku Abun. Dalam presentasi-nya Yunus mengatakan bahwa "hasil pemetaan Indikative Wilayah adat yang dilakukan secara bersama oleh tim Aka Wuon, UNIPA, WWF, Samdhana Institute dan PEMDA Tambrauw telah memperkuat studi-studi antropologis sebelumnya bahwa kabupaten Tambrauw 100% berada didalam wilayah adat suku-suku yang secara de facto mengklaim hak adat atas ruang dan sumber daya didalamnya". 
Final Draft Peta Indikative WA Suku Miyah Abun dan Moi di Tambrauw 

Abun dan Miyah bersama dengan suku Moi Kelim, Mpur, Ireres dan Biak-Karon secara antropologis membentuk satu kesatuan kekeluargaan dalam adat yang kuat karena terhubung dengan beberapa sejarah seperti pertukaran kain timur, perkembangan pendidikan dan agama serta perkawinan. Tidak hanya dengan suku-suku di Internal Tambrauw hubungan kultur yang kuat juga terjadi antara masyarakat adat di Tambaruaw dengan beberapa suku di Kabupaten Lain yang berbatasan seperti Suku Mare di Kabupaten Maybrat dan Suku Aifat di Kabupaten Maybrat. Secara proporsi wilayah Miyah dan Abun menguasai hampir 60% dari total wilayah administrasi Tambrauw, dimana suku Miyah berdasarkan pemetaan indikatif memiliki luas 209,250 ha dan suku Abun seluas 404,352 ha. Hubungan sosial yang kuat juga ditunjukan dengan bagaimana sebaran marga di kampung-kampung yang secara adat bukan wilayah adat-nya. Mereka tidak hanya tinggal tetapi juga mendapatkan ruang kelola yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan hidup-nya. 

Koneksi antara klaim hak, nilai adat dan pola ruang pemanfaatan sumber daya didalam masyarakat adat Abun dan Miyah sangatlah kuat. Hasil pemetaan indikative ini juga telah berhasil menangkap banyak informasi, data dan fakta tentang tempat penting dan pola ruang yang telah tumbuh dan dipegang kuat oleh masyarakat adat di suku Abun dan Miyah. Suku Miyah misalany, berdasarkan hasil pemetaan di temukan pola zonasi seperti: 
-        Hutan: Wiam mase (hutang rimbah), Sre  (sejenis  hutan gambut yang ada di daerah perbukitan   namun daerah ini cukup rata dan luas), ruf (daerah yang sangat rata dan luas),Etiam ( Bekas Kebun yang lama)  Tein ( bekas kebun baru) dan Ora ( daerah perkebunan baru )  adalah tata pembagian ruang berdasarkan fungsi menurut nilai-nilai adat secara turun-temurung oleh suku miyah.
-    Tempat Berburuh: Ramen tempat atau jalan tempat binatang burun bermain, Rmoy dan Fim tempat dimana semua binatang datang meminum air dan mencari makan, Wilayah berburu secara terbatas.
-    Ritus Budaya: Sorwon, Totor, Arbouw, Etkunyah dan emos, adalah wilayah keramat menirut tatanan spiritualitas masyarakat adat suku miyah yang harus dilindungi. 

Sebelumnya, pada tahun 2014/2015, WWF Kantor Sausapor bersama beberapa fasilitator Kampung Suku Abun, telah juga melakukan pemetaan dan kajian tempat penting untuk wilayah disekitar pantai penelurun penyu. Hasil yang sama juga mereka dapatkan bahwa masyaakat adat secara kuat sudah memiliiki Zonasi adat yang apabila di paduserasikan dengan pola dan struktur ruang harusnya bisa menjadi kekuatan pembangunan dan tata kelola konservasi di Tambrauw. 

Dalam point-point penutup-nya, Yunus memberikan rekomendasi bahwa

  • Konsolidasi di tingkat suku dan marga secara berkala dan terstruktur perlu dilakukan secara serius. Langkah-langkah untuk membangun kekuatan kelembagaan adat bisa kemudian dibangun.
  • Mematangkan pemetaan detail tentang tata guna lahan dan ruang dalam upaya untuk pengaturan dan penataan sumber daya alam berkelanjutan berbasis masyarakat harus dilakukan bersama untuk memastikan pengaturan sumber daya alam yang bermartabat dan rendah konflik.
  • Pemetaan wilayah adat di tingkat marga harus dilanjutkan terus untuk mengklarifikasi kepemilikan ruang dan konsolidasi pengaturan pengelolaannya di tengah perkembangan pembangunan yang ada saat ini.
  • Pengembangan peraturan daerah untuk mengakui, melindungi dan menata keberadaan masyarakat adat di Tambrauw menjadi penting untuk dilakukan oleh pemerintah dan legislatif untuk memberikan kepastian hokum bagi masyarakat adat beserta visi dan rencana pengelolaan dan penataan ruang yang dimiliki.
  • Dalam hal tata ruang dan pembangunan konservasi, posisi hak adat bersama dengan tempat penting dan asset sosial masyarakat adat didalamnya harus menjadi komponen data penting dalam penentuan detail pola dan struktur ruang. Langkah ini perlu diambil untuk meminimalisir konflik kepentingan ruang yang mungkin terjadi karena kompleksitas hak dan klaim ruang yang ada di masyarakat saat ini.
  • Membangun system administrasi untuk fasilitasi identifikasi, inventarisasi, pendataan, pendaftaran sampai dengan instrument pengaturan ruang menjadi penting untuk dimiliki pemerintah daerah dalam rangka resolusi konflik ruang. Serta memberikan ruang legal arbetrasi bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan hukum dan administrasi terhadap objek hak yang dimiliki.


0 komentar:

Posting Komentar